Elsa tertegun ketika Ken Jongkok di hadapannya sambil menyodorkan sepatu high heels lima belas centimeter itu. Ia masih memakai gaun warna peach model strapless dengan bawah mekar yang Ken sendiri juga yang memilih.
"Sa, mana kakimu, ini dicoba dulu!" Ken langsung mencubit betis Elsa dengan gemas, membuat Elsa tergagap dan tersentak dari lamunannya.
"Nggak usah pakai cubit kenapa sih, Dok? Main tangan aja dari tadi, heran saya!" gerutu Elsa yang langsung mengusap-usap betisnya yang memerah akibat cubitan Ken itu.
"Kamu sih, melamun apa memang? Sini kaki kamu, cobain dulu sepatunya!" Ken menarik kaki kiri Elsa, memasangkan sepatu itu di kaki Elsa, membuat Elsa tertegun. Residen soplak itu jongkok di hadapannya dan memakaikan sepatu itu di kaki Elsa? Bukan main!
"Kan saya bis-"
"Kamu kelamaan tahu nggak!" potong Ken cepat, membuat Elsa langsung manyun.
Tanpa banyak berkata-kata lagi, Ken memasangkan sepatu satunya di kaki Elsa, lalu bangkit dan menarik dua tangan Elsa supaya berdiri.
"Nah coba jalan!" perintah Ken sambil menatap lekat-lekat Elsa yang masih memakai dress ke tiga yang ia coba tadi. Ken rasa ini yang terbaik, tubuh indah Elsa tidak harus terekspos dan dilihat banyak orang bukan? Cukup dia tadi yang melihat betapa indah tubuh dan kulit Elsa ketika mencoba dua dress sebelumnya.
"Dok, ini serius tinggi banget! Katanya tiap inci heels yang dipakai itu akan membuat tek-"
"Ah kan cuma dipakai sebentar," potong Ken sambil menatap sepatu hitam mengkilap yang begitu serasi dan indah membungkus kaki Elsa.
Elsa menghela nafas panjang, kalau saja bapak residen itu bukan wakil direktur rumah sakit, rasanya Elsa ingin melepas sepatu itu dan meleparkan sepatu itu ke wajah Ken. Namun sayang, ia tidak bisa melakukan apapun selain menurut dan mengikuti apa yang Ken mau.
Elsa mencoba berjalan perlahan-lahan dengan sepatu itu. Cukup nyaman sih, bagaimana tidak kalau harganya saja delapan ratus ribu rupiah! Dia melangkah dan berbalik hendak kembali ke tempat dimana Ken berdiri ketika kemudian ia kehilangan keseimbangannya.
Ken dengan segera menarik tubuh Elsa sebelum dia jatuh mencium lantai, mata mereka bertemu sesaat, membuat ada gelayar lain yang begitu menganggu Ken. Elsa tertegun, wajahnya memerah membuat Ken makin tidak karu-karuan dan buru-buru melepaskan Elsa perlahan-lahan setelah gadis itu memperoleh keseimbangannya kembali.
"Kamu nggak apa-apa? Kaki mu sakit?" tanya Ken begitu lembut, yang sontak membuat Elsa tertegun setengah mati.
"Ng-nggak apa-apa, Dok. Saya baik-baik saja," Elsa sendiri sedang berusaha menetralkan jantungnya yang berdegup tidak karu-karuan itu.
Ken mengangguk, ia mendudukkan Elsa di kursi, kemudian melepaskan sepatu itu dari kaki Elsa, sebuah tindakan yang membuat Elsa kembali tertegun dan terkesiap dengan sikap dan apa yang dilakukan residen obsgyn itu.
"Nyaman dipakai kan sepatunya?" Ken menatap manik mata Elsa, mata mereka saling pandang, membuat mereka tertegun sejenak.
"Nyaman kok, cuma belum terbiasa dengan tinggi haknya, Dok," jawab Elsa jujur, jangankan lima belas centi, dia sepuluh centi aja jarang pakai! Sepatu ternyaman bagi Elsa adalah flatshoes
"Nanti dilatih di rumah, besok cuma duduk aja sama makan, paling jalan ya jalan biasa masuk ke ballroom hotel aja," guman Ken lalu duduk di sisi Elsa, memasukkan sepatu itu ke dalam dus-nya.
"Acaranya di hotel, Dok?" tanya Elsa tidak percaya. Gila acara ulangtahun bocah aja di hotel? Gimana besok dia nikahnya?
"Iya lah, memang mau di mana lagi? Kalau nggak di hotel ngapain kamu harus susah-susah pakai gaun kayak gini?" tanya Ken sambil tersenyum, "Ganti baju, bawa sini gaunnya biar saya yang bayar!"
Elsa mengangguk, tanpa berkata-kata lagi ia bergegas masuk dan melepas gaun itu, menggantinya dengan celana bahan dan kemeja yang tadi ia gunakan. Setelah semua selesai, Elsa bergegas keluar, menyerahkan gaun itu kepada Ken yang tampak juga membawa dua gaun sebelumnya.
"Ini gaunnya, Dok!" guman Elsa yang sibuk menatap gaun-gaun yang ada di tangan Ken.
"Oke, sebentar saya bayar dulu!" Ken segera melangkah ke kasir, ketika kemudian Elsa menarik tangannya.
"Dok, itu mau dibayar semua?" tanya Elsa tidak percaya.
"Iya lah, orang tadi saya bilang kan mau saya bayar!" guman Ken santai.
"Lah, yang dua itu besok juga saya pakai?" gila masa acara ulang tahun bocil aja pakai ganti kostum segala sih? Konsepnya kayak gimana memangnya? Elsa tidak habis pikir.
"Cuma yang terakhir," jawab Ken lantas menyodorkan debit card miliknya ke petugas kasir.
"Lha terus yang dua dibayar buat apa?" tanya Elsa histeris, ia benar-benar tidak mengerti kenapa Ken harus membayar semua itu, mana harganya per gaun lebih dari lima ratus ribu rupiah! Elsa ingat betul, gaun merah absurb itu harganya satu juta dua ratus ribu, yang terkahir, yang hendak besok ia pakai di acara ulang tahun bocil sultan, harganya satu juta sembilan ratus, dan Ken mau membayar semua itu? Gila bener!
"Sewaktu-waktu kalau kamu harus nemenin saya acara lagi, jadi kan kita punya gaun yang lain."
Elsa melongo, jadi dia masih harus menemani sosok itu pergi ke acara lagi? Gila! Dia harus berapa lama jadi pacar sewaan residen soplak itu? Gaun-gaun itu sudah dibayar dan dimasukkan ke dalam paperbag, begitu juga dengan sepatu high heels itu. Elsa masih tertegun di tempatnya berdiri, hingga kemudian Ken menyodorkan paperbag itu kepada Elsa.
"Nih bawa!" Ken menyodorkan paperbag itu pada Elsa.
Elsa merima paperbag itu, tanpa berkata apapun. Ia menunggu Ken yang masih menyelesaikan pembayaran gaun-gaun dan sepatu itu. Pikirannya masih kemana-mana, apa yang sebenarnya Ken rencanakan?
"PIN-nya Bapak," guman sang kasir pada Ken.
Ken mengangguk, ia menekan tombol mesin EDC yang kasir itu sodorkan, lantas menunggu proses pembayaran selesai. Sementara Elsa masih membeku di tempatnya berdiri, pikirannya masih kacau, memikirkan perihal hukuman dan keharusan yang Elsa lakukan untuk residensi itu. Acara yang lain? Acara apalagi? Hanya itu yang ada di dalam pikiran Elsa.
"Terima kasih banyak, ditunggu kedatangannya kembali!" Guman kasir itu ramah sambil menyerahkan struk dan kartu debit milik Ken.
Ken hanya tersenyum dan mengangguk lalu meraih tangan Elsa dan menarik gadis itu keluar dari butik tersebut.
"Dok, boleh tanya?" Elsa akhirnya bersuara, setelah ia bosan hanya diam dan bergelut dengan segala macam pikirannya sendiri.
"Apa?" Ken belum mau melepas genggaman tangannya, ia melangkah bersisihan dengan Elsa menuju dimana mobilnya terparkir.
"Sampai kapan saya harus jadi pacar sewaan Dokter?" tanya Elsa yang masih bingung dan tidak mengerti itu.
"Sampai saya dapat pacar betulan."
"Sampai saya dapat pacar betulan."Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga Elsa. Sampai kemudian Ken dapat pacar betulan? Gila! Berapa lama itu nanti? Yang benar saja! Bukankah dia bilang tadi dia trauma pacaran, trauma menjalin hubungan semanjak diselingi? Lantas kapan residen itu bakal dapat pacar kalau dia sendiri bilang sudah trauma? Edan benar!"Dok, boleh tanya?" Elsa menoleh, menatap Ken yang sudah serius di balik kemudinya itu."Tanyalah, mau tanya apa lagi sih?" Ken menoleh, menatap Elsa yang tampak begitu penasaran itu."Dokter lagi dekat sama cewek?""Oh, itu? Tentulah, saya memang lagi deket sama cewek," jawab Ken yang sontak membuat Elsa lega.Eh ... Tapi tunggu!Kalau sekarang posisi Ken sedang dekat dengan cewek, kenapa malah meminta Elsa jadi pacar sewaan Ken? Kenapa tidak membawa cewek itu saja ke ulang tahun anak mantannya itu? Kenapa malah Elsa yang dia bawa?"Kalau boleh tau siapa, Dok?" tanya Elsa takut-takut
“Heh ... mau kemana?” Ken menarik kerah snelly Elsa ketika gadis itu hendak kabur bersama teman-temannya selepas Dokter Glondong selesai visiting.“Mau ke ruang koas lah, Dok. Ada apa lagi sih?” Elsa menepis tangan Ken, sebuah tindakan berani yang sampai membuat Renita melongo menatap Elsa dengan tatapan tidak berkedip. Berani sekali keset rumah sakit satu ini melawan sendal rumah sakit?“Ikut saya dulu, bantuin follow up ibu-ibu di VK!” Ken kembali menarik Elsa, membuat Elsa hampir terjungkal karena langkah Ken lebih cepat dari langkah Elsa sendiri.“Pelan-pelan dong, Dok! Heran deh ... dari kemarin kasar banget sih!” semprot Elsa kesal.Dio dan Samuel, yang juga residen obsgyn itu saling pandang, mereka kemudian menatap Renita yang masih melongo melihat apa yang tadi terjadi antara Elsa dan residen paling ganteng se-poli obsgyn itu.“Dek, temenmu itu ada hubungan apa sih sama Ken? Kok kayaknya
"Dok saya belum mandi," sepulang koas Elsa sudah di seret-seret Ken menuju parkiran, acara ulang tahun itu diadakan selepas magrib dan Ken hendak membawa Elsa bersiap-siap."Mandi di apartemen saya, sudah bawa ganti dalaman kan? Apa perlu saya belikan juga?" Ken melirik Elsa yang tampak manyun itu, sungguh sosok itu jadi makin menggemaskan."Sudah, tidak perlu repot-repot!" jawab Elsa ketus, tentulah Elsa bawa, Ken sudah ribut menelepon terus tadi subuh memperingatkan Elsa supaya membawa ganti pakaian dalam yang bersih."Bagus!" Ken membuka pintu mobilnya, lalu mendorong Elsa masuk ke dalam."Astaga, kasar amat sih jadi orang!" Gerutu Elsa kesal, pantas pacarnya lari, selingkuh sama sepupunya, orangnya kasar begini! Heran Elsa.Ken tidak menggubris, ia bergegas masuk ke dalam mobil. Ia melirik Elsa yang tampak manyun itu. Elsa hanya balas melirik, kenapa diam? Kenapa tidak langsung pergi? Elsa bertanya-tanya, namun ia memilih diam saja, hingga kemudian
Ken menatap bayangan dirinya di cermin, ia sudah begitu gagah dengan setelan jas dan dasi warna peach yang ia senadakan dengan dress yang akan dikenakan Elsa malam ini. Rambutnya sudah ia sisir begitu rapi dengan Pomade, parfum seharga tiga setengah juta itu sudah mengharumkan penampilan Ken. Ia lebih terlihat seperti seorang eksekutif muda daripada calon dokter kandungan!Ken dengan gagah melangkah ke luar dari kamarnya. Tampak Elsa masih duduk di kursi membelakangi dirinya, sedangkan Vonny tengah menata rambut Elsa yang dicatok Curly bagian bawahnya itu."Sudah selesai belum, Cik?" Tanya Ken sambil merapikan jasnya."Sudah!" jawab Vonny dengan wajah berbinar.Ken menatap Elsa yang masih duduk di kursi itu, sejenak Elsa kemudian bangkit dan membalikkan badan membuat Ken terkesiap luar biasa. Itu beneran Elsa kan? Koas-nya yang kurang ajar memaki dirinya karena mereka tidak sengaja bertubrukan di depan pintu masuk rumah sakit?Elsa tersenyum begitu mani
Ken tersenyum penuh kemenangan ketika melihat raut wajah Jessica tampak tidak senang dengan keberadaan Ken dan Elsa. Ia tahu betul apa arti ekspresi dan sorot mata itu, Jessica merasa kalah saing dengan Elsa bukan? Ahh ... Ada untungnya juga dulu Ken sempat ribut-ribut dengan Elsa, jadi dia bisa memanfaatkan gadis itu untuk membalas dendam pada Jessica."Mantan kamu cantik juga, Ko," bisik Elsa lirih ketika keluarga itu berfoto selepas acara tiup lilin.Ken dan Elsa memilih duduk di meja lain, tidak jadi satu dengan orang tua Ken dan orang tua Gilbert."Cantik kalau tukang selingkuh buat apa sih? Lagian masih cantikan kamu kok," Ken berbisik tepat di telinga Elsa, nafas Ken menyapu tengkuk Elsa, membuat Elsa meremang seketika.Ini Ken sedang main peran atau bagaimana sih? Kenapa rasanya pujian itu begitu nyata? Elsa menoleh dan menatap Ken yang masih tersenyum sambil menatapnya itu, wajahnya sontak memerah, membuat Ken makin gemas akan sosok itu.
"Terima kasih banyak sudah membantuku, Sa." Guman Ken lirih.Elsa menoleh, tampak Ken hanya meliriknya sekilas sambil tersenyum, membuat Elsa sontak juga tersenyum. Sungguh wajah sosok itu begitu enak di pandang kalau sedang tersenyum macam ini."Sama-sama, Dokter. Saya juga terima kasih sudah didandani begitu cantik malam ini, diajak makan di hotel berbintang.""Santai lah. Oh ya kamu serius mau saya antar ke rumah sakit? Nggak langsung kerumah saja?" Kenapa Elsa jadi kembali formal begitu sih?Elsa menggeleng sambil tersenyum, "Motor saya masih di rumah sakit, Dok. Jadi setelah ganti baju dan bersih-bersih, kalau tidak merepotkan saya minta diantar ke rumah sakit saja.""Tentu tidak, jangankan ke rumah sakit, ke rumah kamu sekarang saja akan saya antar, gimana?" Ken menoleh, jujur ia nyaman dengan obrolan santainya tadi dengan Elsa. Saling 'aku-kamu', bukan seperti ini. Ah ... Ada apa dengannya?"Ja-jangan, antar ke rumah sakit saja, Dok."
"Kok koasnya cuma empat? Bukannya lima biasanya? Yang satu kemana?" Dokter Anas mengerutkan keningnya, menatap satu persatu residen dan koas yang berdiri di hadapannya itu. Semua sontak memucat, kalau obsgyn lain mungkin masih bisa ditolerir, tapi kalau yang satu ini? Jangan harap!Ken menggaruk-garuk kepalanya, ini si Elsa kemana sih? Tumben-tumbenan dia sampai telat. Ken melirik jam tangannya, baru telat dua menit sih, cuma kalau telatnya pas Dokter Anas mau visiting, itu sama saja cari masalah.Renita hendak membuka mulutnya ketika kemudian terdengar suara teriakan yang Renita hafal betul itu suara Elsa."Dokter, ma-maaf saya ter-terlambat," guman Elsa tengah nafas terengah-engah.Semua menoleh dan terkejut melihat kondisi Elsa yang nampak tengah menetralkan nafasnya."Elsa?" Ken hampir berteriak, lengan Elsa penuh parut, darahnya tampak masih basah dan memerah, begitu pula lututnya, tampak darah itu masih begitu segar."Maaf Dokter, tadi a-"
“Kok bisa sih?” dokter Anas menatap Elsa dengan seksama, ia duduk di kursinya sambil bersandar.“Mungkin saya sedang apes, Dok.” Elsa tersenyum getir, ia terlambat dan tidak ikut visiting karena kecelakaan apakah nanti akan dapa tambah minggu sebagai hukuman juga? Dokter Anas memang terkenal killer dan menyeramkan, namun Elsa sangat berharap dokter senior itu masih punya hati nurani.“Lain kali hati-hati, kalau berangkat jangan mepet waktunya, biar di jalan nggak ngebut karena takut telat.”Tampak sosok itu menghela nafas panjang, membuat Elsa menahan nafas menantikan hukuman apa yang hendak sosok itu berikan kepadanya. Hanya satu doa Elsa, semoga dia tidak harus tambah minggu! Semakin lama dia di stase ini, maka akan semakin lama pula dia jadi kacung Ken.“Jaga malam dua hari ya? Kesalahan kamu hari ini fatal. Satu terlambat dan satu tidak ikut saya visiting,” guman sosok itu santai, membuat Elsa sontak mel