"Kami tidak merasa kalah, dan mereka tidak merasa menang," ujar Cedric. Perang hanya menghasilkan lingkaran amarah dan putus asa. perang yang menjadi pondasi kebahagiaan sebagian besar orang, meninggalkan kesengsaraan bagi pesertanya. Sambil menjalani berbagai pertempuran yang tak ada hentinya. Cedric membimbing seorang anak muda yang telah kehilangan segalanya, jatuh sangat jauh ke dalam jurang rasa putus asa. Tangan kasar dan kekarnya yang terulur untuk menyelamatkan pemuda itu, adalah usaha terakhirnya untuk menebus semua kegelapan dan kekelaman di hatinya.
View MoreSore itu Cedric duduk termenung di samping rak persenjataan latihan. Cedric "Perisai Utara", jendral gagah perkasa yang telah banyak memenangkan pertempuran. Sore itu sang jendral tidak bisa memenangkan pertempuran yang ada didalam kepalanya.
Banyak permasalahan yang dipikirkannya saat ini. Sebagai jendral yang bertanggung jawab atas keamanan perbatasan, bentengnya harus siap untuk menghalau kaum Barbar dari utara. Selain kaum Barbar ancaman juga datang dari pasukan kerajaan lain yang kerap berpatroli di daerah perbatasan.Pasokan ransum untuk seluruh pasukan hanya tersisa untuk tiga bulan kedepan. Persenjataan yang kurang dan sudah mulai usang. Perwira setingkat knight yang diminta tak kunjung datang, dan yang paling membebani pikirannya ialah tentang pos penjagaan. Tak ada lagi dana yang tersisa untuk pemeliharaan dan penambahan "outer post". Pos penjagaan yang dipasang diluar jangkauan benteng, garda terdepan dalam mengawasi pergerakan musuh ditempat yang paling jauh dan berbahaya.Trang ... trang ... trang ... suara pedang yang beradu tidak menggoyahkan keheningan sang jendral yang muram."Lemah itu hina!" teriak seorang prajurit yang diiringi sorakan kawan-kawannya. Rupanya teriakan itulah yang bisa menggoyahkan sang jendral."Hei ... siapa yang berani bicara seperti itu, sudah terdengar seperti anak buah si raja perang!" Cedric mendengus kesal ketika mendengar teriakan prajuritnya."He ... he ... he ... maafkan kami Jendral. Kami terbawa suasana." Seorang prajurit datang dan memberi salam dengan hormat."Lho kau kan wakil komandan unit pedang batalion dua," jawab sang jendral sambil mengangkat tangannya tanda menerima salam."Iya Jendral saya dari batalion kedua. Hari ini saya mendapat kemenangan ke seratus dalam duel pedang," ujar prajurit itu."Hm ... itu bukan berarti kau harus bercanda dengan semboyan si raja perang jahanam itu, kau sangat paham bukan, betapa bencinya aku dengan semboyan itu," cetus Cedric."Maafkan saya Jendral, saya takkan mengulanginya lagi," kata wakil komandan yang hanya bisa tertunduk malu dan merasa gelisah.Cedric tersenyum. "Baiklah, jangan kau ulangi lagi. Sekarang berikan aku tanda bukti kemenanganmu."Dengan tersenyum bangga si wakil komandan menyerahkan pedang kayu yang terdapat seratus goresan. Tanda bahwa dia telah memenangkan seratus duel. Cedric menerima pedang tersebut dan mulai menghitung tanda goresannya."Pas seratus. Kapan kau ingin menerima bimbingan khusus dariku?" Cedric mengembalikan pedang tersebut, dan mulai memilih pedang kayu untuk latihan. Sebagai jendral yang banyak terjun langsung di peperangan, Cedric sangat dekat dengan bawahannya. Dia memiliki aturan khusus bagi setiap bawahannya, siapapun yang telah memenangkan seratus duel terkonfirmasi, berhak untuk mendapat bimbingan khusus dari sang jendral."Jaden dari Solandia! Beri hamba waktu dua hari untuk mempersiapkan diri," jawab wakil komandan itu dengan percaya diri."Hm ... Solandia ... pemberani lahir di Solandia! Bagus ... bagus ... aku berikan kau waktu dua hari untuk persiapan!" sahut Cedric. Sang jendral yang muram kembali bersemangat ketika mendengar kata Solandia.Langit yang mulai gelap semakin menenggelamkan benak dan pikiran Cedric. Tanpa sadar dia mulai mengambil pedang untuk latihan dan mulai berlatih dengan memukul "dummies" yang berada di lapangan latihan. Dia mencurahkan setiap tenaga pada setiap pukulan, dengan harapan pukulannya akan mampu memecahkan salah satu permasalahannya.Seorang prajurit datang dan memberi hormat. "Lapor Jendral! Ada utusan dari pusat kerajaan. Beliau berada di aula pertemuan dan hendak segera bertemu dengan Jendral.""Yah ... tiba juga yang akhirnya ditunggu-tunggu," Cedric berkata pelan. Ia berjalan menuju rak tempat penyimpanan pedang. Baru berjalan beberapa langkah, mendadak datanglah utusan pembawa pesan dari kerajaan."Cedric dari Carthania, Perisai Utara terimalah titah dari sang raja!" lantang suara sang pembawa pesan. Ia menunjukkan gulungan titah dan lambang kerajaan yang berupa medali emas berukir dua ekor singa dan sebuah gauntlet yang memegang rantai.Cedric segera berlutut, mengangkat kedua tangannya keatas seakan menyambut sesuatu. "Cedric dari Carthania putra Canute dari Carthania menerima titah raja."Setelah menerima gulungan tersebut, sebagai bagian dari formalitas kerajaan, Cedric menunjukkan lambang penugasannya, membuka segel dan segera membacanya. Tampak jelas perubahan raut wajah dari sang penguasa benteng.Untuk menahan gejolak emosi dalam dadanya, Cedric menarik nafas panjang. "Cedric dari Carthania menerima titah sang raja, semoga sang raja panjang umur!""Kejayaan bagi Gerland!" sahut sang pembawa pesan. "Apakah Anda akan langsung menjawab titah ini ataukah akan mengirim pengirim pesan?" sang pembawa pesan bertanya dengan nada menyudutkan, menyiratkan kehendak akan jawaban segera dari Cedric.Cedric tak sanggup untuk berkata-kata. Terguncang setelah membaca isi titah yang tidak sesuai dengan harapan. Isi hati dan isi kepalanya sangat bertolak belakang. Isi hatinya berteriak. "Segala kemuliaan untuk raja, sang raja pemilik segala sesuatu yang ada di kerajaan ... bila raja meminta, berikan tanpa pikir panjang!""Omong kosong!" jawab suara dalam kepalanya. "Raja tak kompeten itu tak layak untuk menerima pengabdianmu! Bahkan, dia ingin mengoyak wilayahnya sendiri! Tolak titahnya ... usir utusan itu!"Larut dalam dilema, Cedric masih belum menemukan jawaban yang memuaskan untuk semuanya. Cukup lama keheningan menguasai keadaan hingga, tap ... tap ... tap ... tiba-tiba terdengar langkah kaki tergesa-gesa mendekat."Kejayaan bagi Gerland! Panjang umur sang raja!" pekik Count Armand, walikota Carthania. Sambil terengah-engah sang pemilik suara yang rupanya telah berlari sepanjang jalan berusaha memperbaiki penampilan pakaiannya."Salam bagi pembawa pesan kerajaan, bila anda berkenan mohon masuk dan beristirahat terlebih dahulu di kediaman saya. Jawaban titah raja dapat kita bicarakan sambil makan malam setelah beristirahat," kata Count Armand berusaha membujuk. "Lagipula hari sudah menjelang malam."Count Armand mendengar bahwa pembawa pesan kerajaan tiba. Ia segera berlari dari kantornya ke markas tentara. Demi kawan seperjuangan yang bersama-sama menjaga Carthania, ia paksakan tubuh tambunnya yang sebetulnya tak sanggup untuk berlari. Ia merasa tak boleh membiarkan Cedric sendirian ketika bertemu utusan itu. Dia mendapat firasat buruk akhir-akhir ini.Sang jendral memilih untuk menghindari pertemanan dengan birokrat ibukota. Mengandalkan ujung pedangnya untuk hidup, dan tidak pernah mengandalkan ujung lidahnya. Sang jendral pemberani ini buta politik. Garang di medan perang, garing di adu gagasan apalagi adu kata-kata beracun yang berbungkus kesopanan. Salah ucap didepan utusan kerajaan, bisa panjang dan berantai masalah yang ditimbulkannya.Walikota sadar bahwa situasi ibukota kerajaan sedang tidak baik-baik saja. Tensi politik di lingkar kekuasaan kerajaan sedang memanas. Fraksi perdana mentri sedang memperkuat pengaruhnya dalam ruang lingkup pemerintahan.Perdana mentri yang seharusnya mengatur dan mengurus urusan dalam negeri dan tidak terlibat dalam urusan militer, tiba-tiba memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kekuatan militer. Beberapa jendral terang-terangan mengaku mendukung Ruther "The Grandfather" Cossack, perdana mentri yang berkuasa saat ini."Armand putra Agnus ... kami tidak ada waktu untuk segala basa-basi dan omong kosong mu, cukup berikan jawaban kalian agar kami bisa segera kembali melanjutkan tugas," tegur utusan itu dengan dingin dan lugas, sambil bersiap mencatat jawaban resmi dari Cedric sang jendral yang bimbang."Dugh! Bangun! Kemana perginya kawanmu itu?" Seorang pria menendang Stab dan menginterogasi orang yang baru saja tak sadarkan diri.Sekelompok tawanan yang tadinya merasa gagah, menjadi sedikit ciut nyalinya. Tanpa seorangpun yang menyadari, Romeo telah berhasil meloloskan diri. Hilang lenyap bersama tali yang mengikat dirinya."Apa kalian lalai menggeledah bandit itu? Jangan-jangan dia menyembunyikan pisau di badannya" gerutu pria yang mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin perlawanan itu. Stab terbangun akibat rasa sakit dari tendangan keras di rusuknya. Wajah-wajah asing yang tak pernah diingatnya sama sekali, sedang mengerumuninya. Stab adalah penjahat sejati berdarah dingin, dia tidak pernah mengingat wajah para korban yang terlihat sama di matanya.Wajah seperti domba, yang biasanya memohon untuk kehidupannya itu nampak berbeda kali ini. Ada sorot amarah dan harapan di wajah yang tidak lagi merana itu. Harapan untuk memutus sebuah mata rantai kekejaman dan kejahatan."Gel
"Bandit?" Mata Jenderal Cedric menunjukkan gairah yang lama terpendam."Tunggu sebentar! Aku ikut, sudah lama aku mendengar insiden di Desa Mapple. Urusan warga kota biarlah diatur oleh Sir Milan dan Hector, sebentar lagi juru arsip yang terluka itu pulih dan bisa membantu mereka," seloroh Jendral yang sedang bosan itu."Sir Milan berpesan agar anda tetap di markas," tutur Jaden dengan nada segan. "Duke Robert hendak bertemu secara pribadi. Ada hal penting yang hendak disampaikan beliau," tegasnya."Aish … kirim utusan pada Duke Robert, katakan aku akan mengunjunginya segera. Menjaga keamanan wilayah itu lebih penting," sergah Jenderal Cedric."Ini bukan masalah besar Jenderal," cegah Jaden, yang lebih takut dengan amarah Sir Milan. "Kami hanya membantu regu yang bertugas, untuk menutup jalan keluar dari Desa Mapple, agar seluruh bandit dapat tertangkap. Regu yang dipimpin Sir Aiden sangat yakin bisa mengatasi bandit-bandit itu," bebernya."Hm … Sir Aiden sampai turun tangan sendiri y
"Rom! Kabar buruk, hosh … hosh … berikan aku minum," pinta Stab yang nampak habis berlari sekuat tenaga."Ada apa? Apa rencana kita gagal? Apakah rombongan ketua tertangkap?" buru Romeo tak sabaran.Stab menghabiskan air dalam kantung itu. Nafasnya belum pulih sepenuhnya. "Parah … lebih parah lagi," semburnya menambah kekhawatiran Romeo."Apa yang bisa lebih parah dari tertangkap?" cebik Romeo."Kabur! Ketua dan rombongannya tidak membuat kerusuhan seperti rencana awal. Dia melanjutkan perjalanan dan meninggalkan desa menuju perbatasan!" pekik Stab. "Kita ditinggalkan di hutan ini, aku yakin dia menggunakan kita untuk mengalihkan perhatian.""Apa kau yakin?" lirih Romeo."Aku melihat sendiri! Seperti biasa aku memilih posisi paling aman, jadi aku memilih rombongan ke dua setelah rombongan ketua melumpuhkan penjaga," urai Stab. "Ternyata hanya lima orang yang bersedia menjadi rombongan pertama untuk membuka jalan.""Hm … hanya lima orang? Tanpa kehadiran ogre itu sama saja misi mengant
"Wow … benar-benar sembuh," puji Coman. "Jangan-jangan kau ini benar-benar ogre.""Hahaha … mana ada ogre yang berniat berhutang duapuluh keping uang emas dengan ganti sebuah pedang," balas Jack. "Biaya melintas sampai Gothlandia itu memakan lebih dari lima keping. Kecuali kau melewati daerah kaum barbar, bebas biaya masuk.""Kau benar-benar hebat kawan," puji Coman sambil mengganti kain perban di lengan kiri Argon. "Kau bertahan hidup hanya demi menyampaikan kabar mengenai rekan-rekanmu yang gugur di pertempuran sepuluh tahun yang lalu."Jack tersenyum dan mengembalikan pedang besar itu pada Argon. "Maaf, kami membaca surat dan daftar nama itu tanpa seijinmu."Argon membalas dengan senyuman pedih di hatinya. Betapa dia mengutuk ketidak mampuannya sendiri. Usaha sederhana untuk mengakhiri kehidupannya yang hitam dan kelam itupun gagal, di tangan ksatria yang diharap bisa menolongnya."Maafkan aku juga bila meminta kalian melakukan hal yang di luar kemampuan," balas Argon. "Mencari sem
"Tak bisa dibiarkan! Keluarga Durandal itu sejak dulu selalu kurang ajar," geram seorang bangsawan tua sambil merobek sepucuk surat."Pelayan! Panggil cucuku kemari, ada yang hendak kubicarakan," perintahnya tegas. "Berani-beraninya si tua bangka itu mencoba mencari jodoh untuk cucuku," gerutu Sir Duval.Si pelayan segera berlari tergopoh-gopoh menuju ruang berlatih. Ruangan itu sedang ramai para prajurit dan ksatria yang sedang mengelilingi dan menyoraki sebuah duel yang sedang berlangsung. Tak ada satupun yang mempedulikan omongan pelayan yang sedang mencari cucu Sir Duval.Susah payah pelayan bertubuh kecil itu menerobos kerumunan. Seketika lututnya lemas melihat orang yang sedang berduel. Tuan muda Aaron sang cucu Sir Duval sedang mempertaruhkan nyawa melawan seorang royal knight dari istana."Trang! Trang! Trang!" suara tiga kali pukulan penuh tenaga ksatria itu ditangkis Aaron.Ksatria itu tampak santai dan meremehkan. Sekilas dia melirik ke arah penonton. Seorang pemuda berpaka
"Brengsek! Mengapa tak ada yang membangunkan aku!" raung Romeo. "Hampir tengah hari, mana ketua?" tanyanya lagi dengan nada khawatir. Baru kali ini dia merasa menyesal meninggalkan kesempatan untuk melihat sapaan mentari terbit. "Hahaha … tenang, aku juga bangun kesiangan. Ketua sudah pergi bersama Bernie untuk mengintai," jawab Stab. "Ketua agak cemas karena kita sudah tidak memiliki senjata pemusnah lagi. Lagipula … tak ada seorangpun yang berani mengganggu tidurmu. Hehehehe."Dengan malas Romeo bangun dan berjalan pelan untuk membasuh muka. Kepalanya masih berdenyut, akibat efek minuman semalam. Kesadarannya masih belum pulih sepenuhnya, namun dia cukup sadar untuk menyadari kegiatan rekan-rekannya."Mengapa kalian sudah membongkar tenda-tenda itu?" tanya Romeo pada seorang bandit."Kita akan pulang, misi selesai," jawab bandit itu sambil mengikat erat kain tenda."Kita akan menyamar menjadi pedagang, mengelabui penjaga dan membuat kerusuhan begitu masuk desa itu," sela Stab. "Se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments