Share

Part 3

Mikaila membuka matanya, ia perlahan bangkit dari tidurnya, tatapan matanya nampak kosong. Mimpi itu, mimpi itu nampak terasa nyata. Ia melihat semuanya, melihat dirinya sendiri berakhir mati menyedihkan. Pria yang dicintainya selama ini menyuruhnya untuk meminum racun. Sungguh menggelikan.

Mikaila memegang dadanya yang terasa begitu sesak, ia perlahan mulai menangis. Mimpi itu seakan benar-benar nyata. Mikaila dapat merasakan bagaimana semenderita apa dirinya versi dewasa saat menjadi ratu di kerajaan ini.

Tak pernah sedikitpun Mikaila mengincar posisi ratu, sungguh tidak pernah. Dia murni mencintai Carlos, bahkan jika Carlos hanya seorang rakyat biasapun ia akan terus mencintai Carlos. Tapi apa? Perjuangannya adalah sebuah kesia-siaan. Pria itu malah menyuruhnya untuk bunuh diri.

"Kenapa? Kenapa rasanya sakit sekali?" gumamnya pelan sembari memukul dadanya berharap rasa sesak itu sirna, namun semuanya nihil, rasa sesak itu tak kunjung hilang.

"Nona, anda sudah bangun? Astaga nona apa yang terjadi padamu? mengapa nona menangis?" Marry terlihat sangat panik ketika melihat nonanya menangis sembari memukul-mukul dadanya. Segera ia berlari membawa Mikaila kedekapannya.

"Marry rasanya sakit sekali, se-sesak. Rasanya sangat sulit untuk bernafas," Mikaila berkata sambil terus menangis dengan terisak. Ia tidak mengerti dirinya kenapa mengingat mimpinya membuat Mikaila merasakan rasa sakit yang tak tertahankan.

"Nona anda kenapa nona? Siapa yang membuat Anda seperti ini? Apa itu yang mulia Duke? Atau para tuan muda? Atau yang mulia putra mahkota?" tanya Marry dengan khawatir.

"Mereka semua jahat Marry, mereka semua tidak pernah mencintaiku, aku membenci mereka."

Marry tersentak mendengar ucapan nonanya, ia tau betul bagaimana sikap keluarga ini pada nonanya, sejak kecil Mikaila tidak pernah mendapatkan cinta keluarga, mereka semua membenci Mikaila karena mereka menganggap bahwa Mikaila pembawa sial penyebab sang duchess wafat sehabis melahirkan Mikaila.

Setiap hari ia sering melihat melihat nonanya menangis dalam diam, setiap saat ia ingin menghibur Mikaila, namun Mikaila segera menyeka air matanya dan tersenyum seolah tidak pernah ada yang terjadi.

Namun saat ini, ia melihat nonanya menangis sembari memukul dadanya sendiri. Menangis begitu menyedihkan membuat siapapun yang melihatnya seakan ikut bersedih

"Nona jika anda ingin menangis, menangislah nona keluarkan semua rasa sakit anda. Anda berhak menangis dan anda berhak bahagia karena anda manusia," ujar yang mulai ikut menangis.

Ada secerah perasaan hangat ketika Marry memeluknya seperti ini, bagi Mikaila Marry sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri. Mikaila kembali teringat mimpi itu, dalam mimpi itu ia melihat bagaimana Marry mati hanya karena mencoba membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Dalam pelukan Mikaila terus meluapkan segala kesedihannya. Kebodohannya yang terus mengejar cinta orang-orang yang tidak pernah memperdulikan dirinya. Rasanya sungguh benar-benar idiot.

Ketika dirasa sudah tenang, Mikaila melepaskan pelukannya dari Marry. Ia berhenti menangis, dadanya sudah tidak terlalu sesak lagi.

"Terimakasih Marry, terimakasih karena selalu ada untukku di saat semua orang membenciku," ujar Mikaila dengan senyum manisnya menggenggam tangan Marry.

"Nona itu sudah kewajiban saya sendiri, saya menyayangi anda nona. Saya sudah menggap nona sebagai adik saya sendiri," balas Marry dengan tersenyum lembut.

Mikaila kembali memeluk Marry, ia adalah satu-satunya orang di mansion ini yang selalu mendukungnya.

"Nona apa anda akan bersiap pagi-pagi ini untuk mengucapkan selamat pagi untuk yang mulia duke dan para tuan muda seperti biasa?" tanya Marry yang mengingat kebiasaan Mikaila.

Ya Mikaila memang setiap pagi-pagi sekali sudah berdandan rapih, menunggu di depan pintu ayah dan para kakaknya, mengucapkan selamat pagi dan terus menempel pada mereka. Berharap sikapnya bisa membuat mereka luluh, namun semuanya sia-sia mereka malah menganggap Mikaila hanya sebatas hama pengganggu.

Masih Mikaila ingat jelas di mimpinya bagaimana ekspresi wajah mereka yang tidak peduli dengan kematian dirinya. Mereka hanya diam, tidak mencoba memberikan pembelaan seolah yang mati itu bukan keluarga mereka.

"Tidak Marry, aku tidak akan pernah sekalipun melakukan hal-hal bodoh itu lagi, sudah cukup pengabaian mereka terhadapku. Aku tidak mau menderita lebih parah lagi." Mikaila sudah kembali menangis, sulit untuk menahannya. Padahal ia tidak pernah ingin menangis namun rasa sesak yang begitu hebat dan air mata yang sulit sekali ia tahan.

Marry yang mendengarnya lagi-lagi dibuat kaget, selama ini ia tau seberapa kuat melihat perjuangan nonanya. Akhirnya tiba dimana melihat sang nona tiba pada titik menyerah. Marry sangat yakin dengan apa yang saat ini Mikaila ucapkan, karena Marry saat ini bisa melihat kesungguhan di mata Mikaila.

"Baik nona saya mengerti, apapun yang terjadi. Saya akan terus mendukung anda." Marry berucap pelan, tangannya ia gunakan untuk mengusap pelan puncak kepala Mikaila.

Sementara Mikaila hanya diam, menikmati elusan Marry di kepalanya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Linda Marlina
bagus lanjut
goodnovel comment avatar
Wanda Natasya
lanjutytytyyyytttttttttttttttttttttt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status