Mikaila membuka matanya, ia perlahan bangkit dari tidurnya, tatapan matanya nampak kosong. Mimpi itu, mimpi itu nampak terasa nyata. Ia melihat semuanya, melihat dirinya sendiri berakhir mati menyedihkan. Pria yang dicintainya selama ini menyuruhnya untuk meminum racun. Sungguh menggelikan.
Tak pernah sedikitpun Mikaila mengincar posisi ratu, sungguh tidak pernah. Dia murni mencintai Carlos, bahkan jika Carlos hanya seorang rakyat biasapun ia akan terus mencintai Carlos. Tapi apa? Perjuangannya adalah sebuah kesia-siaan. Pria itu malah menyuruhnya untuk bunuh diri.
"Kenapa? Kenapa rasanya sakit sekali?" gumamnya pelan sembari memukul dadanya berharap rasa sesak itu sirna, namun semuanya nihil, rasa sesak itu tak kunjung hilang.
"Nona, anda sudah bangun? Astaga nona apa yang terjadi padamu? mengapa nona menangis?" Marry terlihat sangat panik ketika melihat nonanya menangis sembari memukul-mukul dadanya. Segera ia berlari membawa Mikaila kedekapannya.
"Marry rasanya sakit sekali, se-sesak. Rasanya sangat sulit untuk bernafas," Mikaila berkata sambil terus menangis dengan terisak. Ia tidak mengerti dirinya kenapa mengingat mimpinya membuat Mikaila merasakan rasa sakit yang tak tertahankan.
"Nona anda kenapa nona? Siapa yang membuat Anda seperti ini? Apa itu yang mulia Duke? Atau para tuan muda? Atau yang mulia putra mahkota?" tanya Marry dengan khawatir.
"Mereka semua jahat Marry, mereka semua tidak pernah mencintaiku, aku membenci mereka."
Marry tersentak mendengar ucapan nonanya, ia tau betul bagaimana sikap keluarga ini pada nonanya, sejak kecil Mikaila tidak pernah mendapatkan cinta keluarga, mereka semua membenci Mikaila karena mereka menganggap bahwa Mikaila pembawa sial penyebab sang duchess wafat sehabis melahirkan Mikaila.
Setiap hari ia sering melihat melihat nonanya menangis dalam diam, setiap saat ia ingin menghibur Mikaila, namun Mikaila segera menyeka air matanya dan tersenyum seolah tidak pernah ada yang terjadi.
Namun saat ini, ia melihat nonanya menangis sembari memukul dadanya sendiri. Menangis begitu menyedihkan membuat siapapun yang melihatnya seakan ikut bersedih
"Nona jika anda ingin menangis, menangislah nona keluarkan semua rasa sakit anda. Anda berhak menangis dan anda berhak bahagia karena anda manusia," ujar yang mulai ikut menangis.
Ada secerah perasaan hangat ketika Marry memeluknya seperti ini, bagi Mikaila Marry sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri. Mikaila kembali teringat mimpi itu, dalam mimpi itu ia melihat bagaimana Marry mati hanya karena mencoba membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Dalam pelukan Mikaila terus meluapkan segala kesedihannya. Kebodohannya yang terus mengejar cinta orang-orang yang tidak pernah memperdulikan dirinya. Rasanya sungguh benar-benar idiot.
Ketika dirasa sudah tenang, Mikaila melepaskan pelukannya dari Marry. Ia berhenti menangis, dadanya sudah tidak terlalu sesak lagi.
"Terimakasih Marry, terimakasih karena selalu ada untukku di saat semua orang membenciku," ujar Mikaila dengan senyum manisnya menggenggam tangan Marry.
"Nona itu sudah kewajiban saya sendiri, saya menyayangi anda nona. Saya sudah menggap nona sebagai adik saya sendiri," balas Marry dengan tersenyum lembut.
Mikaila kembali memeluk Marry, ia adalah satu-satunya orang di mansion ini yang selalu mendukungnya.
"Nona apa anda akan bersiap pagi-pagi ini untuk mengucapkan selamat pagi untuk yang mulia duke dan para tuan muda seperti biasa?" tanya Marry yang mengingat kebiasaan Mikaila.
Ya Mikaila memang setiap pagi-pagi sekali sudah berdandan rapih, menunggu di depan pintu ayah dan para kakaknya, mengucapkan selamat pagi dan terus menempel pada mereka. Berharap sikapnya bisa membuat mereka luluh, namun semuanya sia-sia mereka malah menganggap Mikaila hanya sebatas hama pengganggu.
Masih Mikaila ingat jelas di mimpinya bagaimana ekspresi wajah mereka yang tidak peduli dengan kematian dirinya. Mereka hanya diam, tidak mencoba memberikan pembelaan seolah yang mati itu bukan keluarga mereka.
"Tidak Marry, aku tidak akan pernah sekalipun melakukan hal-hal bodoh itu lagi, sudah cukup pengabaian mereka terhadapku. Aku tidak mau menderita lebih parah lagi." Mikaila sudah kembali menangis, sulit untuk menahannya. Padahal ia tidak pernah ingin menangis namun rasa sesak yang begitu hebat dan air mata yang sulit sekali ia tahan.
Marry yang mendengarnya lagi-lagi dibuat kaget, selama ini ia tau seberapa kuat melihat perjuangan nonanya. Akhirnya tiba dimana melihat sang nona tiba pada titik menyerah. Marry sangat yakin dengan apa yang saat ini Mikaila ucapkan, karena Marry saat ini bisa melihat kesungguhan di mata Mikaila.
"Baik nona saya mengerti, apapun yang terjadi. Saya akan terus mendukung anda." Marry berucap pelan, tangannya ia gunakan untuk mengusap pelan puncak kepala Mikaila.
Sementara Mikaila hanya diam, menikmati elusan Marry di kepalanya.
Mikaila meringis saat menatap gaun-gaun yang ada di lemarinya, semua gaun di dalam lemarinya sebagian besar tidak ada yang benar, pakaian yang begitu cerah dan dengan model yang norak membuat Mikaila bergidik ngeri, setelah di pikir-pikir pantas saja ia selalu di hina di pergaulan sosial kelas atas, toh dirinya memiliki selera gaun yang mengerikan."Astaga tidak aku sangka aku benar-benar memiliki selera yang menjijikan," monolognya sembari menatap gaun-gaun itu jijik.Lama Mikaila memilih, pilihannya jatuh pada gaun berwarna pastel dengan desain halus dan elegan, gaun ini lebih baik dibanding gaun-gaun lainnya.Mikaila segera memakai gaun itu dengan dibantu Marry dan beberapa pelayan lainnya. Dan benar saja, gaun itu nampak sangat cocok dipakai oleh Mikaila."Astaga nona, anda benar-benar cantik. Sungguh saya tak menyangka apabila ini nona," decak Marry dengan penuh kekaguman.Mikaila tak
Sedari tadi Mikaila sudah berguling-guling di kasur empuknya, bukan karena dia gila, bukan. Dia sudah terlalu bosan seharian ini tidak melakukan aktivitas apapun, biasanya hari-hari yang ia lakukan adalah mengejar Carlos, tapi kali ini tidak lagi, tidak sudi."Astaga aku bisa mati kebosanan apabila terus seperti ini," monolognya sedikit berteriak kesal.Mikaila menghembuskan nafasnya lelah, ia mulai menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal dan lanjut berguling diatas kasur empuknya.Lama melakukan hal yang unfaedah seperti itu, dirinya mulai berhenti karena pusing.Setelah lama berpikir kemana ia saat ini, lebih baik ia mengunjungi perpustakaan membaca banyak buku untuk menambah pengetahuan."Marry bantu aku untuk bersiap, aku ingin pergi ke perpustakaan."Marry segera menghadap sang nona, dirinya dibuat kaget mendengar Mikaila ingin pergi ke perpustakaan. Apakah mun
Pagi ini, Mikaila sudah bersiap-siap. Ia akan pergi ke menara sihir. Ia sudah bertekad untuk berlatih sihir.Kali ini, ia sudah tidak ingin lagi mengejar cinta orang yang tidak pernah memperdulikannya, sudah cukup untuk semua rasa sakit yang ia terima.Ia kini hanya ingin menjadi kuat, lebih kuat, hingga bisa membalaskan dendamnya.Ia akan sungguh-sungguh belajar sihir kali ini, ia tidak akan lagi menjadi bodoh dan mendapatkan hinaan dari masyarakat.Semua orang yang pernah menghinanya dan menjatuhkannya akan mendapatkan balasan yang jauh lebih menyakitkan."Marry siapkan kereta, aku akan pergi ke menera sihir hari ini," perintah Mikaila pada Marry yang kini berdiri dibelakangnya."Baik nona," jawab Marry yang langsung menyelesaikan perintah sang nona.Mikaila menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, sedetik kemudian ia tersenyum iblis ketika mengingat
Mikaila turun dari kereta kudanya, ia menatap menara sihir dihadapannya.Sesaat, terbesit keraguan dalam pikirannya, bukan tanpa alasan, menara sihir bukanlah tempat yang bisa dikunjungi oleh sembarang orang, bahkan Raja pun tidak bisa sesuka hati untuk pergi ke menara sihir.Jika saja bukan karena si penyihir agung satu-satunya orang yang bisa membantunya, Mikaila terlalu malas untuk datang ke tempat seperti ini.Kedatangan Mikaila disambut dengan penjaga menara sihir, buru-buru Mikaila mengeluarkan token sebagai tanda persetujuan masuk.Para penjaga yang melihat token Mikaila, langsung membiarkan Mikaila masuk.Dengan langkah anggun, Mikaila berjalan memasuki menara sihir, dapat Mikaila lihat bangunan yang begitu indah dan megah, bahkan lebih megah dari istana.Mikaila melangkahkan kakinya menuju ruang khusus penyihir agung.Kemarin Mikaila sudah mengiri
"Aku ingin berkerjsama denganmu, untuk menghancurkan seseorang," ujarnya dengan senyum mengerikan di wajah cantiknya.Anhard menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya-tanya orang sial mana yang menjadi musuh Lady gila yang ada dihadapannya ini."Seseorang? Siapa?" tanya Anhard yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya."Intinya orang itu adalah orang yang paling ku benci sampai mati," jawab Mikaila dengan tatapan mata penuh dendam dan kebencian."Kalau aku tidak mau?"Mikaila tersenyum miring ketika mendengar jawaban Anhard, "Jika kau tidak mau yasudah, padahal awalnya aku ingin mengajak kau berkerjasama untuk menghancurkan orang yang sudah membantai keluargamu 15 tahun lalu,"Anhard menatap Mikaila seakan terkejut, fikirannya bertanya-tanya. Darimana gadis ini tau orang yang sudah membantai keluarganya 15 taun lalu? Dia saja yang sudah mencari dalam 15 tahun terakhir aka tetapi tidak bisa menemukan orang itu.15 taun la
Mikaila menatap malas pada tumpukan gaun yang sudah Marry siapkan.Hari ini adalah jadwal rutin kunjungan dirinya yang menjabat sebagai Putri mahkota ke istana kerajaan.Sebagai Putri Mahkota kerajaan ini, Mikaila diwajibkan mengunjungimu istana setiap seminggu sekali, dan hari ini adalah harinya.Jika itu Mikaila yang dulu, mungkin saat ini ia sudah berjingkrak-jingkrak kesenangan karena akan bertemu Carlos di istana, ya ... meskipun berakhir dengan Carlos yang memilih bersama Helena dibanding bersama dengannya.Namun kali ini tidak lagi, melihat wajah Carlos saja ia benar-benar tidak bisa menahan hasrat ingin membunuh bajingan menjijikan itu, apalagi hari ini ia harus bersama Carlos seharian?Mikaila hanya berharap, semoga hari ini berjalan lancar tanpa ada gangguan.Jika bisa saja memilih, ia tidak ingin datang ke istana, akan tetapi mau bagaimana lagi? Peraturan tetapl
Selepas meninggalkan istana, Mikaila langsung menuju menara sihir, ia ingin menanyakan perihal rencananya dengan Anhard, dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia tidak sabar untuk membalas semua rasa sakit yang ia terima."Lady Mikaila anda datang lagi rupanya hari ini," ujar Anhard seraya tersenyum manis."Bagaimana rencananya?" tanya Mikaila to the point.Anhard tertawa pelan ketika mendengar Mikaila yang langsung ke inti, "Seperti yang diharapkan, Lady Mikaila memang bukan orang yang suka berbasa-basi.""Aku sudah memantau orang-orang itu, akan tetapi mereka belum melakukan pergerakan yang mencurigakan," lanjutnya lagi."Terus pantau orang-orang itu, mereka bermain terlalu licik dan berhati-hati bahkan pihak kuil dan kerajaan pun tidak menaruh rasa curiga pada mereka," kata Mikaila dengan datar seperti biasanya."Tenang saja Lady, aku sudah memantau mereka d
Mikaila tidak bisa menahan sumpah serapahnya ketika ia mulai memasuki kamar, air mata tidak bisa lagi ia sembunyikan.Tubuh Mikaila menyeluruh ke ubin yang dingin, sekuat tenaga ia mencoba menahan rasa sakit tepat di ulu hatinya.Mikaila mulai terisak pelan, mati-matian ia menahan tangisannya karena ia tidak ingin ada orang lain yang melihatnya dalam kondisi terlemah.Ia pikir mungkin ia sudah mati rasa, akan tetapi ia salah besar, rasa sesak nan menyakitkan itu masih terasa nyata. Sekuat apapun ia berusaha, ia tidak bisa menghilangkan bayang-bayang kematian dirinya yang begitu tragis.Setiap hari, setiap hari ia selalu merasakan bahwa dirinya tidak berharga. Sebagaimanapun perjuangan Mikaila untuk keluarganya, mereka hanya akan tetap memandang dirinya sebagai makhluk hina."Astaga Nona." Marry berteriak panik ketika melihat kondisi Mikaila yang sudah menyedihkan, hatinya ikut merasa sakit