Share

The Coven
The Coven
Penulis: Adinda Permata

1

The Coven

Una (Bagian 1)

Kisah ini bermula di sebuah panti kecil sederhana yang penghuninya tidak lebih dari lima belas orang. Tujuh laki-laki dan delapan perempuan. Aku tak perlu menjelaskan anak-anak yang tinggal di panti asuhan ini karena kita hanya akan fokus pada tiga karakter utama di dalam cerita ini. Bukannya aku pelit, tapi kalian akan mengenal mereka seiring berjalannya cerita ini. Jadi, bersabarlah, wahai pembaca.

Tak banyak kalimat pembuka di dalam cerita ini. Aku tak suka basa-basi terlalu lama. Aku harap kalian menikmati cerita yang akan kutunjukan pada kalian semua. Jangan lupa siapkan kopi atau teh dan camilan untuk menikmati kisah ini. Selamat membaca.

***

Helea bangun lebih dulu dari anak lainnya. Tentu saja, dia selalu menjadi yang paling rajin. Sebenarnya dia bukan yang tertua di panti itu, tapi dia merasa bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Gadis dengan wajah oval itu turun dai ranjang lalu bergegas mencuci muka di kamar mandi.

Kini tubuhnya terasa lebih segar setelah mandi. Walau agak kedinginan karena dia tidak menggunakan air hangat, baginya bukanlah masalah. Segera dia mengeringkan rambutnya di depan meja rias.

“Sudah mandi, Sist?”

Sebuah suara membuat Helea menoleh ke belakang. Didapatinya Dannies yang baru bangun. Di sampingnya Helynya baru membuka kelopak matanya. Tampaknya dia masih mengumpulkan nyawanya.

“Sudah, sebaiknya kau cepat mandi lalu bantu aku menata meja makan,” pinta Helea. Dia lebih tua satu tahun dari Dannies, itu alasan mengapa Dannies memanggilnya dengan sebutan ‘sist’ atau kakak.

“Memangnya Ms. Veronica dan Ms. Chamila tidak ada? Kenapa harus kita yang menata meja makan?” Dannies tampaknya menolak secara halus. Oh Dannies, seharunya kau tidak menjawab sepeeti itu. Kau lupa kalau kakakmu itu tukang ngomel, huh?

“Begitu? Kamu tidak bisa selamanya bergantung pada yang lebih tua untuk mengurusmu. Lagipula kaki dan tanganmu masih sehat, tidak ada yang patah. Kenapa tidak berinisiatif meringankan beban mereka? Mereka tidak lahir hanya untuk mengurus hidupmu, mengerti?”

Lihat? Sebaiknya ikuti saja ucapan kakakmu itu. Sejak kapan kau menang melawan gadis cerewet itu, Dannies?

“Alright, sorry.” Dannies buru-buru turun dari ranjang. “Hei Lyn, bangun sana. Kena omel Kak Lea juga, mampus kau,” ucapnya sebelum sosoknya lenyap di balik pintu kamar mandi.

“Berlaku juga untukku memang, Lea?” Helyna bangkit duduk tapi tidak berniat turun dari ranjang.

“Tentu saja, aku yakin anak laki-laki sedang membersikan halaman belakang saat ini. Jangan bermalas-malasan begitu, angkat bokongmu dan mandi sana!” kali ini nada bicaranya ditinggikan, sengaja supaya Helyna menurut.

Helyna memasang cengir kuda lalu buru-buru masuk ke kamar mandi.

Begitulah suasana pagi di panti asuhan itu. Helea, gadis berambut panjang, dengan kulit sawo matang yang tingginya tak jauh beda dari Dannies memang terkenal suka mengomel. Tapi dia gadis dewasa muda yang bertanggung jawab, kalian tahu? Tak heran Dannies dan Helyna menghormati dirinya.

Sedangkan Helyna, gadis berkulit putih pucat yang selalu ceria kecuali ketika diomeli oleh Helea itu suka membuat masalah. Dia jahil, senang membuat orang lain menilai dirinya buruk, memang itu niat utamanya. Di akhir dia malah tertawa karena respon orang-orang yang kesal karena tingkahnya. Ciri fisiknya tak jauh berbeda dari Helea. Hanya saja dia lebih pendek dari Helea.

Dannies, berbeda lagi. Gadis berambut pendek dengan kacamata, pendiam, dia hanya dekat dengan Helyna dan Helea. Lebih suka menghabiskan waktu di ruang baca bersama Helyna. Dia sangat menyukai cerita-cerita magic yang dibawa oleh Helyna dan Helea, tak heran mereka bertiga sangat dekat layaknya saudara. Dia memang terkadang manja, tapi sifatnya itu hanya dia tunjukan pada sosok yang dia anggap kakaknya, Helea.

Cukup perkenalannya. Waktu terus berjalan. Ei lihat, Ms. Chamila dan Ms. Veronica sudah menyiapkan sarapan. Untungnya tiga gadis remaja itu sudah rapi dan siap. Mereka membangunkan tiga anak lainnya yang masih tertidur pulas, meringkuk di balik selimut tebal. Setelah semua penghuni bangun, mereka menuju ruang makan yang letaknya ada di tengah.

Ruangan besar, sederhana, nyaman, dan hangat. Kau tak perlu rumah mewah untuk merasakan hangatnya rumah. Cukup dikelilingi orang-orang yang sayang dan peduli padamu, menyantap makanan sederhana bersama, bukankah sudah terasa hangat? Di ruangan itu berkumpul anak-anak yang bernasib sama, tidak memiliki orang tua. Berbagai kisah pilu dan masa lalu mereka yang pedih, membuat mereka harus tinggal di panti asuhan. Tapi tak masalah, siapa yang butuh orang tua kalau kau menemukan rumah nyaman untuk berlindung?

***

“Kau tahu, magic tingkat apapun tidak ada yang simpel,” ucap Helyna setelah menutup buku tebal tua berdebu itu. Dia menatap Dannies yang duduk di hadapannya, mengamati wajah polosnya. “Bahkan magic yang kupelajari saat ini.”

“Kau mempelajari sihir akar, ya kan? Akar hitam. Apa yang bisa dilakukan dengan akar hutam?” Dannies tak mampu menahan rasa penasarannya. Untungnya Helyna hafal betul dengan kesukaan Dannies tentang dunia magic.

“Menjerat musuh, meremukkan musuh, menggantung musuh. Sihir ini biasa digunakan untuk berburu, kami para penyihir biasa berburu di hutan belantara.” Helyna menjelaskan. “Mungkin hutan bukan tempat aman untukmu, kau bisa menggunakan tombak atau anak panah?”

Dannies menggeleng.

“Tentu saja.”

“Hei Lyn, apa da kemungkinan aku bisa menggunakan sihir juga?” tanya gadis berkacamata itu. Entah apa yang dia pikirkan saat ini. Oh, jangan bilang dia ingin mencoba praktek sihir?

“Kau mau apa? Praktek sihir?” tebak Helyna.

“Kalau bisa.”

Yep, tebakan si penyihir tepat. Helyna mengusap dagunya. “Sebenarnya ada, tapi kalau sampai Lea tahu, mati aku.”

“Kalau begitu jangan sampai Kak Lea tahu, bagaimana? Hanya kita berdua. Yah yah ... please ...,” bujuk Dannies, lengkap dengan wajah memelasnya.

“Bagaimana ya ....” Helyna tampak ragu.

Tidak, sebenarnya dia tidak ragu. Dia hanya ingin menggoda Dannies saja. Lihat saja sebentar lagi, pasti Helyna akan setuju. Mereka berdua memang kompak membuat masalah, cukup untuk membuat kepala Helea mau pecah karenanya.

“Please Lyn, you always with me ... right? You say that everytime.” Dannies tak menyerah.

“Uke, aku ada satu metode yang bisa kuajarkan. Tapi jangan lapor Lea, bisa?”

“Deal!”

Tuh kan, Helyna tak mungkin menolak pemintaan Dannies.

Helyna membuka buku sihirnya. Di sana tertulis banyak spell-spell aneh yang tak mungkin kutunjukan semaunya pada kalian. Helyna tak mungkin mengajarkan hal yang dapat membahayakan Dannies. Hubungan mereka bukan teman makan teman.

“Ini namanya spirit, menggunakan energi jiwa. Pada dasarnya energi jiwa bersumber dari niat, aku hanya akan mengajarkan dasar cara prakteknya saja,” ucap Helyna.

Dannies mengangguk paham.

Sekitar tiga puluh menit mereka menghabiskan waktu di ruang baca. Rasanya ruang baca hanya milik mereka berdua. Tentu saja, siapa yang tahan dengan rak berisikan buku-buku tua, kuno, berdebu, dan membosankan? Tidak bagi Dannies dan Helyna tentunya.

“Ingat ya, gunakan ini hanya untuk keadaan SUPER DARURAT, mengerti?” Helyna menekankan kata super darurat, agar kata itu masuk ke kepala Dannies. Yang Helyna takutkan, semua ucapannya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

“Iya iya Lyn, santai.”

“Sorry menganggu waktu kalian, but, Dannies, Ms. Veronica memanggilmu. Temui dia di ruangan pengasuh.” Tiba-tiba Helea muncul dari balik pintu, sukses membuat Dannies kaget, tidak untuk Helyna.

“Ah ya, oke Kak. Aku pergi ke sana.” Dannies buru-buru mengangkat bokongnya dari kursi lalu keluar dari ruang baca. Dia tahu betul Ms. Veronica benci menunggu.

Setelah Dannies pergi, Helea menatap Helyna. “Kamu ajarkan apa adikku itu? Sihir? Jangan beri dia hal-hal aneh, Lyn.”

“Hah? Apa? Aku hanya mengabulkan setiap permintaannya, salahku di mana?” tanya Helyna polos.

Helea menepuk jidatnya. “Demi Bunda Alam.”

***

Di ruangan pengasuh, Ms. Veronica sudah menunggu Dannies. Sepatunya naik turun menginjak lantai, menghasilkan suara gema di dalam ruangan. Wanita tiga puluh lima tahun itu paling benci diminta menunggu. Dia sempat sembarang bicara “Seandainya di dunia ada kekuatan teleportasi, aku tak perlu menunggu bermenit-menit begini.”

Dia tidak tahu, ada yang namanya lintas dimensi. Ups, harusnya aku tidak membocorkannya di sini.

“Maaf membuat Anda menunggu, Ms.” Dannies masuk ke ruangan wanita berkacamata bundar itu. Ms. Veronica mempersilakan Dannies duduk di kursi di depannya.

“Kau tahu mengapa aku memanggilmu ke sini?” tanya wanita itu memulai pembicaraan.

Dannies menggeleng sebagai jawaban.

“Ada kabar baik untukmu, Dannies.” Ms. Veronica membuka laci di bawah mejanya. Diambilnya sebuah amplop cokelat yang isinya adalah berkas. Entah berkas apa itu. Begitu berkas itu dikeluarkan, Ms. Veronica menyodorkannya pada Dannies. “Itu data keluarga yang akan mengadopsimu, Dannies. Aku harap kau bahagia bersama keluarga barumu.”

Dannies menerima berkas itu. Matanya membaca dengan teliti. Data sebuah keluarga, sepasang suami istri tanpa seorang anak. Dannies menebak, kemungkinan mereka kesepian karena belum dikaruniai seorang anak. Mengadopsi anak adalah alternatif yang bagus. Mr. Vaughan dan istrinya dari keluarga Dawson. Dia tak mengenal latar belakang keluarga Dawson, tentu saja.

Entah apa yang dirasakan Dannies sekarang. Antara senang, bahagia karena akan mendapat keluarga baru, dan sedih karena harus berpisah dengan keluarga kecilnya di panti. Dia merasa kedinginan, bukan karena AC di dalam ruangan. Mungkin lebih tepatnya berkeringat dingin. Dia tak mengerti harus merespon seperti apa.

“Berbahagialah Dannies, mereka keluarga yang baik. Mereka akan menjemputmu nanti malam, kemasi barangmu. Minta Helea atau Ms. Chamila membantumu,” ucap Ms. Veronica seraya mengusap rambut Dannies.

Dannies mengangguk, dia tak mungkin membantah. Dengan langkah pelan, dia meninggalkan ruangan itu.

Wow, selamat untukmu Dannies. Kau akan menjalani hidup baru, keluarga baru, dan bahagia. Tapi hei, kenapa kau bingung begitu? Oh, apa karena Helea dan Helyna?

***

“Sudahlah Sist, jangan sedih. Kita masih bisa terhubung kau tahu? Aku akan sering mengirim pesan padamu melalui akunku, how is that?” Helea mengusap punggung Dannies pelan. Dia tak tega juga melihat adiknya sedih seperti ini. Jujur saja, baginya berat juga untuk melepas Dannies. Tapi akan lebih sakit lagi jika dia tidak membiarkan adiknya pergi, bahagia bersama keluarga barunya.

“Aku ingin tetap tinggal, aku tidak bisa pergi dari sini ...,” Dannies masih terisak dalam pelukan Helea.

Helyna yang tak tahu harus bereaksi sepeti apa lebih memilih menonton di atas ranjang. Dalam hati kecilnya, dia juga tidak rela Dannies pergi.

“Kau harus, Dannies. Di luar sana, ada keluarga yang menerimamu. Kau tahu aku menyayangimu, kau adikku, aku harus merelakanmu bersama keluarga itu. Aku tidak boleh egois, kau tahu?” ucap Helea. Dia sosok yang kuat dan tegar, tapi percayalah, di dalam hatinya dia juga menangis.

“Kenapa tidak yang lain saja? Ada Cleo, Vania, dan Sarah. Mereka masih kecil, merekalah yang butuh keluarga baru.”

Sekali lagi Helea mengusap punggung adiknya. “Takdir tidak pernah salah pilih Dannies. Mereka memilihmu, bukan mereka. Sekarang aku bantu kau mengemasi barangmu, cuci mukamu, please ....”

Dannies menelan ludah. Dia melepas pelukan hangat sang kakak lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka.

“I know you want to cry too, Lea.” Helyna akhirnya bersuara.

“Aku tidak boleh menangis di depannya, Lyn. Please ... jangan mulai lagi,” pinta Helea. Akhirnya Helyna lebih memilih untuk diam.

Sore itu, Helea membantu Dannies membereskan barang-barangnya. Melihat Helyna yang hanya menonton, Helea memintanya ikut membantunya.

“Jangan menonton saja, pemalas.”

***

Malamnya, keluarga Dawson menjemput Dannies. Helea dan Helyna mengantar Dannies sampai ke pintu depan panti asuhan. Mungkin ini perpisahan untuk mereka bertiga. Helea berusaha keras menahan air matanya agar tidak tumpah, sedangkan Helyna hanya diam tak bersuara. Padahal, biasanya dialah yang paling cerewet.

Ms. Veronica memperkenalkan orang tua baru Dannies. Sosok pria berkumis tebal mengenakan jaket kulit berwana hitam legam, tampaknya pakaian mewah. Di sampingnaya berdiri wanita muda cantik dengan pakaian yang tak kalah mewahnya. Kesan pertama Dannies terhadap mereka berdua yaitu “Orang kaya”.

“Baiklah Ms. Vero, saya akan bawa Dannies,” ucap wanita muda itu lembut.

Sepasang suami istri itu bersalaman dengan Ms. Veronica lalu membawa Dannies pergi. Mereka tak menghiraukan keberadaan Helea dan Helyna di sana. Ms. Veronica meminta mereka masuk setelah Dannies meninggalkan panti.

“Menurutku, dia bukan pria baik,” gumam Helyna pelan.

Helea menyikut Helyna. “Hush, dari mana kau tahu? Jangan cepat menghakimi.”

“Aku khawatir dengan Dannies, kau tahu? Bertahun-tahun kami bersama, sekarang kami dipisah begini. Aku tidak bisa.”

Helea menarik Helyna masuk ke kamar. “Tenangkan dirimu, she will be fine.”

Oh benarkah? Mari kita tengok keadaan Dannies dan keluarga barunya.

***

Di kamar luas yang sepi dan dingin, di sinilah Dannies sekarang. Tidak seperti biasanya, ruangan luas ini sangat sepi. Dannies ingat, di panti asuhan, tidak akan ada kesunyian seperti ini. Pasti ada yang membuat onar, kalau bukan Sarah, ya Cleo. Mereka masih kecil, maklum nakal, begitu pikir Dannies. Sekarang dia sendirian. Dua orang tua angkatnya sudah terlelap, sedangkan dirinya masih terjaga.

Biasanya sebelum tidur, Helea menyanyikan lagu tidur, atau memberinya kalimat doa yang sangat dia hafal. “Mother earth gave my sister courage to solve her problems.” “Mother earth gave my sister a nice dream, bless be.” “Mother earth keep us healty and always together, bless be.” Setelah Helea akan membalas, “Love you more.”

Ah, Dannies merindukan sosok kakaknya itu. Sekarang dia tidak di sini, dia jauh di panti asuhan bersama saudara-saudaranya yang lain.

Tiba-tiba saja hand phonenya berdering, menandakan adanya pesan yang masuk. Dari akun Helyna.

“You sleep alredy?” isi pesan itu.

“Not yet, Lyn. Aku tidak bisa tidur, entahlah. Di sini sepi, dingin, aku takut. Aku ingin pulang.” Dannies mengirim pesan itu.

“Kau harus tidur, Dannies. Mau kubacakan spell untukmu? Berbaringlah,” balas Helyna.

Beberapa detik kemudian, Dannies sudah pergi ke dunia mimpi.

***

“Kau memberinya spell tidur? Yang benar saja!” seru Helea kesal. “Jangan pernah lempar spell apapun padanya!”

“Dia tidak bisa tidur, aku merasakan emosinya dari jauh, Lea. Aku tidak tega, kau tahu dia tidak boleh tidur larut malam.”

Helea menghela napas panjang. “Aku juga mencemaskannya.”

“Yes, you always.”

“Apa kita akan bersama-sama lagi?” tanya Helea asal.

Helyna menatap Helea. “Pasti, tidak ada yang bisa memisahkan kita bertiga. Aku percaya Bunda Alam akan mempertemukan kita lagi. Kita akan lihat.”

Helea menatap langit dari balik jendela. Bulan sabit itu tampak indah di matanya. “Mother earth, please ... keep my sister save over there. Jika memang kehendak-Mu mempertemukan kami, maka pertemukanlah, Bunda ....”

“Bless be,” balas Helyna.

***

Well, kisah awal yang sedih. Dannies meninggalkan panti asuhan. Bagaimana dengan Helyna dan Helea? Apa mereka akan tinggal di sana juga, atau akan ada keluarga baik hati yang akan mengadopsi mereka? Entahlah, aku pun tak tahu. Kisah selanjutnya akan segera dimulai, wahai pembaca. Bersabarlah.

Oh ya, jangan menangis. Kisah ini tak selamanya sedih, kok.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status