Share

2

The Coven

Turta (Bagian Dua)

Hei, para pembaca sekalian. Akhirnya kita berjumpa lagi. Biar kuingatkan kembali mengenai kisah yang berjalan ini. Kita tahu bahwa Dannies dibawa pergi oleh keluarga Mr. Vaughan dari panti asuhan itu bukan? Kupikir gadis itu akan lebih bahagia di sana, nyatanya tidak seperti itu. Baiklah, kita akan melihat ke kediaman keluarga baru Dannies.

Sudah tiga hari Dannies tinggal di rumah mewah itu. Orang tua barunya memperlakukannya dengan baik. Bahkan ibunya, dia sangat memanjakan Dannies. Perlahan Dannies mulai terbiasa dengan keadaan di rumah besar itu bersama keluarga barunya. Tapi hati kecilnya merindukan suasana panti yang ramai. Tentu saja ada dua sosok yang paling dia rindukan, Helyna dan Helea.

“Dannies sayang, kau belum tidur?” wanita cantik yang kini menjadi ibu bagi Dannies itu terkejut melihat gadis berkacamata itu masih duduk bersandar di ranjang. Kedua matanya terbuka lebar, menandakan dia belum mengantuk.

Dannies menoleh ke arah Ms. Vaughan. “Mom, aku belum mengantuk.”

“Apa ada yang menganggumu, sayang?” tanya wanita itu yang kini duduk di ranjang Dannies.

“Aku hanya ... merindukan saudara-saudaraku yang lain di panti, Mom,” sahut Dannies pelan.

Ms. Vaughan mengusap lembut kepala Dannies. “Kau akan terbiasa.”

“Mom, can you do something for me?” pinta Dannies.

Ms. Vaughan tersenyum tipis lalu mengangguk.

“Pray for me before i sleep, can you?”

Wanita itu sekali lagi mengusap kapala Dannies. “I hope my daughter be a succsess people in the future.”

Awalnya Dannies tersenyum, detik berikutnya senyum itu menghilang. Rasanya ada yang berbeda bagi Dannies. Itu memang sebuah doa, tapi bukan doa yang biasa diucapkan kakaknya untuknya. Entahlah, Dannies justru kurang nyaman dengan doa itu.

***

Helyna berdiri mematung di depan jendela. Matanya melihat langit gelap, tak ada bintang maupun bulan yang menghiasi langit malam. Tatapannya kosong, seperti kehilangan sesuatu di dalam dirinya.

“Lyn, ayolah, sampai kapan kau akan berdiri di dekat jendela seperti itu?” Helea yang sedari tadi mengamati adiknya itu menggelengkan kepala pelan melihat tingkahnya.

“Langitnya sepi.”

Helea mendekati Helyna lalu mengerutkan kening. “Ya terus kenapa?”

“Seolah menggambarkan keadaan di sini, sepi, tidak Dannies di sini.”

Helea mematung mendengar ucapan barusan. Mendadak dia teringat adiknya itu. Sudah beberapa hari ini dia tidak melihat batang hidungnya, membacakan doa untuknya sebelum tidur, seperti yang sering dia lakukan.

“I wanna check on her in the morning,” gumam Helea, “Lyn, sebaiknya kau tidur, besok pagi bantu aku membereskan meja makan, jangan bangun kesiangan, jangan kabur ke halamamb elakang.”

Helyna memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya bejalan ke ranjangnya. “Mother earth, please meet me with her,” ucap Helyna pelan sebelum membaringkan tubuhnya di atas ranjang umpuk.

Well, tak hanya Helea yang berdoa untuk dipertemukan lagi dengan gadis yang kini memiliki keluarga baru. Bahkan Helyna melakukan hal yang sama. Apa doa dua gadis ini akan didengar oleh Bunda Alam dan dikabulkan?

***

Paginya, Helea bangun lebih pagi. Dia tak berniat membangunkan Helyna dan adik-adiknya yang lain karena langit masih gelap. Dia melangkah turun dari ranjang, berjalan pelan keluar dari kamar. Langkahnya sebisa mungkin tak menimbulkan suara agar tidak menganggu penghuni lainnya. Kira-kira Helea ingin melakukan apa ya?

Gadis itu akhirnya sampai di ruang baca. Di sana terdapat cermin tua yang dipasang di dinding. Cermin itu milik adiknya, Helyna. Sengaja diletakkan di sana agar tak ada yang curiga kalau cermin itu sebenarnya adalah cermin ajaib. Oh, apa aku bilang ajaib? Ya, memang ajaib. Hanya Helyna dan Helea yang bisa menggunakan cermin tua itu karena mereka adalah penyihir.

Cermin itu mulai memunculkan sosok Dannies yang sedang tidur meringkuk di atas ranjang empuk. Selimut menutupi sampai bagian lehernya. Napasnya terdengar pelan dan tenang, sepertinya dia tidur dengan nyenyak.Helea memiringkan kepalanya. Melihat adiknya itu bisa tidur dengan nyenyak membuatnya sedikit lega.

“Kau tidak mengajakku untuk melihat keadaan dia? Teganya kau ini,” ucap Helyna yang tiba-tiba muncul di belakang Helea.

“Kau bangun lebih pagi dari biasanya, huh. Tumben,” komentar Helea. Tentu saja Helea hafal kalau adiknya ini tidak mau repot-repot bangun pagi untuk membantunya. Helyna lebih suka bermain di dekat waduk di dekat panti asuhan. Benar kan, Lyn?

“Setelah tahu Dannies baik-baik saja, aku berniat ke waduk kalau begitu.” Helyna membalikan badan, hendak meninggalkan ruangan penuh buku itu.

Helea buru-buru bangkit lalu menagan langkah Helyna dengan meraih tangannya. “Enak saja, bantu aku menyiapkan sarapan, ayo!”

Helyna yang malang, pupus sudah harapannya untuk pergi ke waduk untuk menghibur dirinya. Helea menyeretnya pergi ke dapur untuk membantunya.

Sarapan akhirnya siap di atas meja makan. Dua penyihir, oh maksudku kakak beradik itu selesai membuat sarapan lebih cepat karena mereka bangun terlalu pagi. Bahkan pengasuh panti terkejut melihat dua gadis itu bekerja sepagi itu. Baik Helea dan Helyna tak mempermaasalahkan hal itu.

Meja makan ramai dengan obrolan tidak penting penghuni rumah sederhana ini. Tentu saja suasana ini menjadi pemandangan sehari-hari, mengingat rumah ini adalah tempat berkumpulnya anak-anak yang memiliki nasib yang sama, tidak memiliki orang tua. Helea dan Helyba tak berniat berlama-lama menghabiskan waktu di meja makan. Bagi mereka, masih banyak yang harus mereka lakukan. Helea misalnya, membantu pengasuh panti mencuci pakaian. Berbeda lagi dengan Helyna yang sibuk dengan eksperimen ramuan ajaibnya.

“Helea tunggu,” sebuah suara membuat langkah Helea berhenti. Helyna yang sejajar dengan Helea pun ikut menghentikan langkah. Mereka melhat Ms. Chamila melangkah mendekati mereka.

“Ada apa Ms?” tanya Helea sopan.

“Kau diminta menemui Ms. Veronica di ruangannya,” ucap salah satu pengasuh panti itu yang kemudian berlalu.

Helea menatap Helyna. Gadis yang ditatap hanya mengangkat bahu sebagai respond.

“Semoga kau tidak dalam masalah, Lea,” ucap Helyna yang kemudian melesat pergi meninggalkan Helea yang kesal karena ucapannya barusan.

***

Helyna menatap tumpukan baju yang sudah rapi di dalam kopernya. Tentu saja dia tidak mengerjakannya sendiri, Helea membantunya. Tatapannya kosong, tak bersemangat, entahlah, aku pun tak bisa mendeskripsikannya. Kalian tahu kan, Helyna tak pernah sedih, kecuali hari di mana Dannies dibawa oleh keluarga barunya.

“Lyn, ayolah, jangan murung begitu. Kau akan memiliki keluarga baru, berbahagialah,” ucap Helea seraya menepuk pundak adiknya itu pelan.

Helyna membalas, dirinya masih mematung dengan tatapan kosong itu. Oh, jangan seperti itu, aku tak tega menceritakan itu pada para pembaca, Helyna.

“Apa iya aku akan meninggalkan panti asuhan ini, Lea? Tempat ini adalah rumahku,” ucap Helyna pelan. Terlihat kalau dirinya enggan meninggalkan bangunan tempat dia singgah saat ini.

“Ayolah Lyn, tidak biasanya kau sedih begitu. Harusnya kau bahagia. Pasti Bunda Alam sudah memilihkan keluarga yang terbaik untukmu.”

Helyna awalnya tidak berpikiran demikian, dia ingin menolak keluarga yang hendak mengadopsinya itu. Tapi dia menghorhamti Ms. Veronica, akhinya hanya menurut saja. Pertama dia berpisah dengan Dannies, sekarang dia akan berpisah dengan seluruh penghuni panti. Helyna menggelengkan kepalanya pelan.

“Ngomong-ngomong, keluarga yang mengadopsimu itu, kalau tidak salah dengar memiliki sebuah toko kue di kota, ya?” Helea mencoba mencairkan suasana yang canggung itu.

Gadis yang diajak bicara itu menatap Helea sebentar lalu beralih ke pemandangan di luar jendela. “Benar, toko di kota. Sepertinya aku akan sibuk.”

“Jangan khawatir, aku akan menggunakan cerminmu untuk menghunungimu. Atau kau ingin membawa cermin itu?” tanya Helea.

Helyna terdiam sesaat. Dia memejamkan mata untuk beberapa detik lalu membukanya lagi. Senyum tipis mulai terbentuk di wajahnya. “Tidak perlu, biarkan cermin itu di panti ini. Aku akan kembali, pasti. Tidak hanya aku, tapi Dannies juga.”

Helea memutar bola matanya dengan malas. “Kau melantur atau apa?”

“Aku tidak bohong, Bunda Alam pasti menjawab doaku dan doamu, supaya kita bertiga dipersatukan dan tidak akan berpisah lagi!” seru Helyna.

Helea menghela napas panjang. “Baik baik ... sudahlah. Keluargamu akan menjemput sore nanti, coba periksa barangmu, apa ada yang tertinggal?”

Helyna tampaknya tak peduli dengan barang-barang yang ada di dalam koper. Dia langsung menutup koper itu tanpa memeriksa isinya. Diletakannya koper itu di belakang pintu lalu dia duduk di atas ranjang.

“Apa Dannies merindukanku, ya?” gumam Helyna tiba-tiba. Kedua bola matanya yang hitam itu berkaca-kaca. Semoga tidak ada tetes air mata keluar dari kelopak mata itu. Oh tidak, tetes air mata itu sungguh keluar. Perlahan mengalir ke pipi putih pucatnya itu hingga jatuh ke pundaknya.

Helea yang menyadari ini tak tinggal diam. Dia buru-buru menyentil kening Helyna. “Sejak kapan kau jadi cengeng, huh? Sudahlah, sebaiknya kau bersiap sambil menunggu sore tiba.”

Kedua gadis itu menghabiskan waktu dengan pikiran mereka masing-masing. Aku tak mengerti apa yang dipikirkan kedua gadis penyihir itu. Jika aku memaksa menembus kepala mereka, bisa-bisa mereka menghajarku dengan spell mematikan.

***

Pandangan Helyna menyapu bersih keadaan di sekitarnya. Kini dia berada di dalam sebuah toko kue yang mengeleuarkan aroma khas kue. Helyna mengamati satu persatu kue yang terletak di etalase. Ada kue tart, roti, bolu, brownies, dan berbagai jenis kue lainnya. Satu jenis kue yang menarik perhatian Helyna adalah kue dengan gula beku di atasnya. Kue itu dikenal dengan nama cupcake.

“Aku yakin Dannies akan menyukai kue itu,” ucap Helyna sambil berjalan mendekati cupcake dengan gula beku berwarna pelangi itu.

Ayah angkat Helyna membiarkan anak angkatnya itu memperhatikan seisi toko. Tiba-tiba ponsel yang ada di saku pria berusia empat puluhan itu berdering. Dia segera mengangkat panggilan mendadak itu lalu melangkah ke dalam kamarnya yang ada di bagian belakang.

Helyna yang penasaran mengekor di belakang pria itu. Oh Helyna, kau memang bandel ya. Bersyukurlah tidak ada Helea di sana, atau kau akan tekena omelannya lagi.

“Ya Pak, aku sudah mendapatkan gadis yang kujanjikan. Kupastikan dia akan memuaskanmu, aku berharap dia berharga tinggi,” ucap pria berkumis yang tak lain adalah ayah angkat Helyna.

Helyna mengerutkan kening. “Harga tinggi?” gumam Helyna pelan.

“Datanglah ke tokoku malam ini, aku akan menyerahkan gadis muda ini padamu. Dia cantik, kau tak akan kecewa. Kau bisa menjadikan gadis penghibur di klub malammu,” lanjut pria itu.

Merasa kalau yang dibicarakan ayah angkatnya itu adalah dirinya, Helyna tersenyum lebar. “Waw, Tuan, kau berurusan dengan penyihir di sini.” Helyna melangkah menjauhi pintu kamar ayah angkatnya. Di dalam kepalanya muncul rencana jahat untuk memberskan ayah-bukan, pria berkumis beserta rekannya itu.

Sekitar satu jam kemudian, rekan pria berkumis alias ayah dari Helyna itu datang juga. Si gadis penyihir tersenyum lebar, menmembunyikan niat buruknya. Helyna mendadak menjadi iblis berkulit manusia, berparas cantik, dan menggoda.

Ayah Helyna mempersilahkan tamunya untuk duduk. “Helyna, tolong siapkan dua cangkir kopi,” pinta pria berkumis itu.

Helyna mengangguk. “Baik Ayah.”

Sekitar lima belas menit kemudian, Helyna kembali membawa dua cangkir kopi hitam. Perasaanku mengatakan kopi itu akan menjadi malapetaka bagi dua manusia yang kini menghisap rokok mereka. Bau asap rokok itu seketika memenuhi ruangan, pastinya akan menganggu indra penciuman siapapun yang menghirupnya. Tapi itu bukan masalah bagi si gadis penyihir.

“Oh, jadi gadis ini yang kau tawarkan padaku?” pria beralis tebal serta bertubuh jangkung yang duduk di hadapan ayah Helyna itu menatap Helyna dari atas hingga bawah. Ssaat kemudian dia mengusap dagunya. Matanya mengamati Helyna dengan sangat jeli, seolah sedang mengamati sebuah perhiasan di depannya.

“Maaf Tuan, kopinya silahkan diminum,” ucap Helyna sopan.

Pria jangkung itu pun mengangkat gelas kopinya bersamaan dengan pria berkumis di depannya. Helyna tersenyum lebar sebelum membalikkan badan untuk meninggalkan mereka berdua.

‘Bunda, maafkan aku karena menyakiti orang. Aku akan terima karmamu, aku lakukan ini karena dua manusia itu memang pantas,’ ucap Helyna dalam hati.

Baru dua langkah, Helyna mendengar gelas pecah di belakangnya. Disusul dengan kaca pecah, suara mengunyah seseorang yang terdengar rakus dan menjijikkan. Helyna menoleh sedikit kebelakang. Yang dia lihat adalah dua manusia kelaparan. Mereka memborong kue-kue yang ada di etalase toko.

“Makanlah kalian hingga tak ada yang bisa dimakan di tempat ini. Kalian akan mati kelaparan atau terbunuh karena yang kalian makan sendiri,” gumam Helyna yang kemudian tertawa kecil.

Begitu Helyna berada di luar toko, mendadak langkahnya terhenti. Jantungnya berdebar kencang, napasya tak beraturan. Helyna jatuh berlutut, keringat dingin membanjiri keningnya. Dia menahan gejolak yang ada di dalam dirinya. Sebenarnya dia sendiri juga tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Butuh beberapa detik sebelum dirinya kembali tenang. Akhirnya gadis penyihir itu bisa berdiri dengan kedua kakinya.

“Hanya ada satu alasan mengapa aku bisa begini. Sesuatu yang buruk pasti sedang terjadi.” Helyna berlari secepat yang dia bisa meninggalkan tokko. Dia menyusuri jalan yang sepi. Berbelok ke kanan, lurus, ke kiri dan seterusnya. Dia pergi ke kediaman Mr. Vaughan rupanya. Tapi untuk apa?

***

Dannies yang berada di lantai dasar mendengar keributan di lantai dua. Lebih tepatnya di kamar kedua orang tuanya. Sudah biasa dia mendengar keributan di kamar itu, hingga dia mulai terbiasa dengan suasana itu. Dannies tahu keributan itu adalah pertengkaran Ms. Dan Mr. Vaughan. Dia sudah sering melihat kedua orang tua angkatnya itu bertengkar. Apalagi belakangan ini, Mr. Vaughan membawa seorang wanita muda ke rumah.

“Sepertinya Nona Rose tidak akan datang ke rumah malam ini. Syukurlah, aku harap aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini,” ucap Dannies yang sedang duduk di sofa di ruang tengah.

Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah yang membuyarkan lamunannya. Dannies heram, siapa tamu yang repot-repot datang pada malam hari seperi ini? Oh, jangan wanita muda itu lagi yang datang. Jujur saja Dannies tak ingin menyambutnya ramah. Tapi dia tetap berjalan ke pintu utama untuk membukanya.

“Apa ayahmu di dalam?” sosok wanita muda berambut pirang dengan wajah cantik penuh make up berdiri di hadapan Dannies.

Wanita ini yang tak ingin disambut Dannies. Tapi sekarang dia malah berdiri di depannya. Bagaimana Dannies tidak dongkol karenanya?

“Iya ada, Nona. Di lantai atas,” jawab Dannies singkat.

Wanita muda yang dipanggil Dannies Nona Rose itu menyingkirkan Dannies dari depan pintu dengan mendorongnya ke samping. Dengan sangat tidak sopan dia menyelonong masuk ke dalam rumah. Langkah kakinya cepat menaiki anak tangga putih pergi ke lantai dua. Dia pasti ingin menemui ayah angkat Dannies.

Dannies membuang muka setelah menerima perlakuan tak sopan itu. Dia tak berniat menyusul nona menyebalkan itu, lebih memilih menghabiskan waktu di kamarnya. Beberapa buku novel tentang penyihir akan membuat suasana hatinya membaik. Biasanya Helyna yang akan menceritakan cerita tentang penyihir, dia tidak perlu membaca buku karena Helynalah bukunya.

Lima belas menit berlalu, Dannies mulai merasakan kedua matanya berat. Dia menutup novel yang dibacanya. Tinggal separuh halaman lagi. Mungkin besok dia akan menyelesaikan novel itu jika dia tidak pergi ke mana-mana.

Telinganya mendengar suara teriakan yang berasal dari lantai atas. Mendadak Dannies yang tidak peduli menjadi khawatir. Dia tahu suara teriakan itu adalah suara ibunya. Imajinasinya bermain, membayangkan hal-hal mengerikan yang sedang terjadi di lantai atas. Merasa tak bisa membiarkan hal itu, Dannies bergegas keluar dari kamarnya dan pergi ke lantai dua.

Kebetulan pintu kamar kedua orang tuanya terbuka lebar. Dannies langsung masuk ke dalam tanpa memperdulikan etika sopan santun yang diajarkan ibunya padanya. Matanya melebar melihat Mr. Vaughan yang melempar benda tumpul ke arah ibunya. Ms. Vaughan tampak ketakutan, dia tak bisa menghindar atau bergerak dari posisinya. Nona Rose terdiam di pojok ruangan, menonton aksi kekerasan itu.

Mata Dannies tertuju pada dua botol alkohol. Barulah dia mengerti asal bau alkohol yang mengganggu hidungnya berasal dari dua botol itu.

“Kurasa ayah mulai kehilangan akalnya,” gumam Dannies. Matanya tertuju pada Mr. Vaughan yang sedari tadi mencoba mencelakai istrinya sendiri.

Tak disangka, Mr. Vaughan membenturkan kepala istirnya sendiri ke dinding beberapa kali membuat darah mengucur deras. Ms. Vaughan tak bisa bertindak banyak selain berteriak dengan merintih kesakitan. Sebenarnya Dannies ingin menolong ibunya tapi tidak punya keberanian melihat ayahnya bersiap seperti itu. Sedangkan Nona Rose, dia menatap pria itu penuh ketakutan.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Ms. Vaughan tak tertolong. Sialnya, pria itu tak berhenti sampai di sana. Dia beralih ke arah Nona Rose, hendak melakukan kekerasan seperti yang dia lakukan pada istrinya. Nona Rose tidak tinggal diam. Dia meraih benda apapun yang dapat diraihnya lalu melemparkannya ke kepala pria yang hilang akal itu. Begitu sebuah vas bunga mengenai kepala Mr. Vaughan, itu cukup membuat pria itu tumbang ke lantai.

“Oh my god!” Nona Rose berseru melihat pria tumbang di hadapannya. Kini tatapannya tertuju pada Dannies.”Kau melihat semuanya, kan?”

Dannies menutup mulutnya dengan kedua tangan. Sepertinya situasinya sedang tidak bagus. Dannies segera membalikkan badan lalu meninggalkan ruangan itu. Dannies mendengar suara langkah tak jauh dari belakangnya. Dia yakin wanita muda itu mengejarnya. Jantung Dannies berdebar, napasnya pun menjadi pendek. Panik, itu yang dia rasakan sekarang.

Setelah berhasil menuruni anak tangga, Dannies membalikkan badannya. Dilihatnya Nona Rose menuruni anak tangga dengan cepat. Tapi tiba-tiba saja, sesuatu yang ganjil terjadi. Dannies melihat sesuatu seperti akar mencuat keluar dari anak tangga yang sedang dipijak oleh Nona Rose lalu melilit pergelangan kakinya. Wanita muda ittu ambruk dan berguling menuruni anak tangga. Dengan cepat Dannies berlari menjaga jarak dengan wanita muda itu.

Mulut Dannies membentuk huruf o dengan sempurna. Matanya melebar melihat sosok Nona Rose yang kini telungkup di tengah lantai dasar. Detik berikutnya, lampu gantung mewah yang berada di langit-langit terjun bebas hingga menghantam kepala wanita muda itu. Mengenaskan, darahnya menggenang membasahi lantai putih itu.

“Bagaimana bisa?” Dannies heram dengan apa yang dia lihat. Mulai dari akar yang muncul tiba-tiiba sampai lampu gantung yang terjun bebas.

“Dannies! Syukurlah aku tepat waktu!”

Dannies menoleh ke arah suara yang menyerukan namanya. Dia melihat gadis pendek dengan rambut terurai yang mengenakan pakaian seperti pelayan sebuah toko. Dannies tentu mengenal siapa gadis itu. Gadis itu tak lain dan tak bukan adalah ....

“Lyn? Apa yang kau lakukandi sini?”

“Menyelematkanmu. Syukurlah wanita itu belum menyentuhmu.” Helyna berdiri di samping Dannies lalu menatap tubuh Nona Rose yang tak lagi bernyawa. “Mengenaskan.”

“Kau yang melakukan itu?” Dannies menunjuk akar yang muncul di salah satu anak tangga.

“Benar.”

“Kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?”

Helyna berpikir sejenak. “Menolongmu?”

“Kau membunuh wanita itu! Bagaimana bisa kau bertindak sejauh itu?” suara Dannies meninggi.

“Dia mencoba menyakitimu, aku tak bisa biarkan itu,” jelas Helyna tenang dan santai SANTAI, huh? Bahkan dia tidak merasa bersalah karena membunuh orang.

“Iya aku tahu ... tapi ....” Dannies menatap mayat Nona Rose. Beberapa detik kemudian dia menggelengkan keaplanya. “Lupakan. Kenapa kau ada di sini? Kau kabur dari panti?”

Helyna memasang senyum misterius di wajahnya. “Bukan, ceritanya panjang. Akan kuceritakan di perjalanan, sebaiknya kita pergi sekarang.”

“Ke mana?” tanya Dannies bingung.

“Ke rumah kita, panti asuhan.”

***

Well, sungguh banyak tragedi tak menyenangkan di episode kali ini. Jangan khawatir, ini baru permulaaannya saja. Aku harap kau tidak berhenti di sini. Cerita ini masih akan terus berlanjut. Aku sebagai pendongegng di sini tidak akan memberimu banyak bocoran. Tapi yang pasti, episode berikutnya akan lebih seru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status