“Putra mahkota dan Tuan Putri Liliane memasuki ruang dansa!”
Ein merasakan sikutan dari Liliane di perutnya. Gadis itu cemberut padanya.
“Fokuslah, Kak. Mereka sudah mengumumkan kedatangan kita.”
“Maafkan aku.”
Bagaimana Ein bisa fokus jika dari atas sini ia bisa melihat Raeliana berdiri di dekat meja jamuan, sedang berbicara pada putri Count Rossent. Sepertinya gadis itu bisa mengatasi semua ucapan Vivian Rossent, hanya saja tidak berhasil mengendalikan amarahnya.
Raeliana jadi seperti geram sendiri, menggapai-gapai udara, seakan tidak sabar ingin melakukan sesuatu pada Vivian Rossent. Apalagi kelucuan yang bisa Ein dapatkan diacara formal seperti ini? Bahkan Liliane saja berpikir kalau Raeliana jadi sangat menarik setelah lama tidak bertemu.
Bagaimana ekpresi Realiana jika tahu orang tua mereka mengadakan pertemuan dan memutuskan pertunangannya dengan Ein? Awalnya Ein akan menolak ditunangkan dengan gadis itu. Ternyata setelah bertemu sendiri dengan Raeliana, gadis itu cukup menarik. Tidak seperti saat masih kecil.
Apakah Ein punya alasan untuk menolak?
“Sabarlah. Aku akan melepaskanmu setelah kita sampai ke bawah,” kata Liliane. “Untuk sekarang, jadilah pendampingku.”
***
Raeli melihat ke tangga setelah ada yang mengumumkan kedatangan Pangeran Ein dan Putri Liliane. Dengan begini acara akan selesai lebih cepat. Ia harus pulang, mendadak saja acara ini jadi memuakan.
Raeli menatap Liliane. Gadis itu cantik dengan rambut hitamnya yang ditata habis-habisan ke atas. Belum lagi gaunnya yang terlihat sangat mewah. Bahkan Pangeran Ein. Raeli benci mengakui kelebihan pria menyebalkan itu.
Tetapi Pangeran Ein malam ini beberapa kali lebih baik dari penampilannya yang biasa. Pakaian formal hitam dengan beberapa aksen emas dan panji berwarna emas tersampir menutupi bahu kirinya. Pria itu tampan, tepat seperti yang digilai oleh gadis-gadis Easter, selain Raeli tentunya.
Musik mulai berbunyi, mengisyaratkan bahwa pangeran dan putri sudah mulai berdansa sebagai awalan debut tahun ini. Sebentar lagi Raeli bisa pulang dan tidur.
Namun, entah kenapa punggungnya terasa terbakar. Seakan seseorang sedang mengawasinya dari belakang. Raeli berbalik untuk melihat. Menemukan Anne menatapnya dengan pandangan penuh peringatan dan sebuah ancaman. Pelayannya itu meletakkan ibu jarinya di leher dan membuat gerakan menyayat.
Ya ampun, Raeli diancam oleh pelayannya.
Raeli melangkah, berjalan sedikit menjauh dan kembali lagi ke tempat semula. Kakinya mulai lelah karean berdiri terlalu lama. Lagi pula tidak akan ada yang memperhatikannya, mereka semua sibuk terkesima dengan tarian indah pangeran.
Lalu kemudian lagu berhenti dan satu per satu debutante turun ke lantai dansa untuk menari bersama pasangan pendampingnya. Hanya Raeli yang tidak punya. Ya, memang tadinya ia tidak berniat membawa. Kalau tahu begini ia bisa meminta pada Kris untuk menemaninya.
Ya, sudahlah. Raeli melihat saja.
“Maaf?”
Raeli berbalik karena ada yang menyapanya. Seorang pria berjas gelap dengan warna rambut yang unik. Pria itu tersenyum pada Raeli.
“Ya?” Raeli membalas senyuman.
Pria itu lalu mengulurkan tangan pada Raeli. “Mau berdansa denganku?”
Oh, ajakan dansa pertama Raeli. Ia memang butuh untuk kedewasaan sekarang ini. Tetapi apa tidak masalah dengan orang asing?
“Anda terlihat sangat cantik, hanya saja sendirian. Jadi mau berdansa?”
Tidak masalah. Lagipula hanya sekali ini saja.
“Baiklah.” Raeli menyambut uluran tangan itu.
“Kupikir kau bilang akan mempersembahkan dansa pertamamu padaku.”
Ha?
Raeli melihat Pangeran Ein berjalan menghampirinya dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Kenapa dengan pria itu?
“Maaf, Tuan. Kupikir yang satu ini milikku,” kata Pangeran Ein saat merebut tangan Raeli dari pria asing itu dan langsung membawanya ke lantai dansa.
Tunggu, tunggu!
Terlalu cepat untuk dicerna, Raeli tidak bisa mengikutinya. Tiba-tiba saja ia sudah berada di lantai dansa dengan Pangeran Ein sebagai pasangannya. Tangan Raeli di bahu Pangeran Ein dan tangan pria itu di pinggangnya.
Apa yang terjadi!
“Aku tidak bilang akan menari denganmu, Yang Mulia,” kata Raeli akhirnya setelah melepaskan diri dari rasa terkejut. Sungguh. Pria bernama Ein ini seperti hantu, tiba-tiba muncul di tempat yang tidak seharusnya.
“Jadi, kau menolakku?”
“Tentu saja jika kau meminta dengan baik, aku akan menolakmu.”
“Kejam sekali,” kata Pangeran Ein dengan senyum culas. Ah, itulah ciri khas pangeran. Raeli rasa pria ini dan Vivian Rossent akan cocok. “Tapi kau sudah tidak bisa menolak.”
“Tentu saja. Kau memaksaku.”
“Itu keahlian keluarga Easter, jika kau ingat.”
“Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak mengritik keluarga kaisar.”
“Bagus.”
Raeli terkesip saat Pangeran Ein membuat gerakan memutar untuknya dan ia kembali menabrak tubuh pria itu dengan perasaan syok. Bagaimana jika kakinya terkilir barusan? Ia bisa jatuh di lantai dansa bersama dengan reputasinya.
“Apa yang kau lakukan?” geram Raeli.
“Menari.”
Astaga, Raeli tiba-tiba saja jadi lelah. Kenapa menghadapi pria itu membutuhkan banyak tenaga?
Lihat saja, Raeli akan membalasnya. Untuk sesaat Raeli memutuskan mengikuti tarian ini dan memberikan senyuman pada pangeran. Setidaknya biar orang-orang melihat bahwa tidak ada paksaan di antara mereka.
Lalu kemudian berubah jadi tidak terkendali. Raeli melihat satu per satu orang keluar dari lantai dansa, meninggalkannya dengan Pangeran Ein menari sendirian. Sialan, Raeli bahkan sudah bisa mendengar bisik-bisik dari tepi lantai dansa.
Sekali lagi pangeran Ein memutarnya secara tiba-tiba. Saat itulah ia melihat Vivian Rossent menatapnya dengan pandangan marah, seakan mau menerkam Raeli saat itu juga. Lalu di dekat meja jamuan, sayup sekali Raeli melihat Rose tersenyum padanya dengan pandangan mendamba.
Astaga, apa ini? Seharusnya pandangan itu milik Raeliana ketika melihat Pangeran Ein dan Rose menari bersama. Kenapa jadi terbalik?
“Kau bisa jatuh jika tidak fokus, Raeliana,” bisik Pangeran Ein, memberikan senyuman untuk Raeli.
Raeli mengangguk. “Tentu kau tidak akan membuat reputasimu hancur hanya karena membiarkanku terjatuh.”
“Jawaban yang bagus.”
Cukup. Raeli sudah muak dan ia ingin muntah karena sekali lagi mendapati pandangan marah Vivian dan damba dari Rose yang ternyata langsung pergi setelah beradu pandangan dengannya.
Jadi, dari pada terlalu lama, lebih baik Raeli akhiri ini semua.
Raeli memutuskan untuk menginjak kaki Pangeran Ein. Lalu melotot karena dirinya salah perhitungan. Sial. Kalau begini ia sendiri yang akan jatuh. Tanpa Raeli sangka, Pangeran Ein malah menangkap pinggangnya dan mengangkatnya, berputar dalam satu putaran yang sama. Lalu menurunkannya tepat ketika lagu selesai.
Teput tangan menyambut mereka dan Pangeran Ein membawa Raeli kembali ke pinggir.
“Kau berhutang dua kali padaku, Raeliana.”
“Nona, saatnya bangun!”Raeli mengusap matanya. Anne tidak pernah memberikan waktu tenang setiap pagi. Selalu saja berteriak. Jika tidak melakukan itu maka harinya akan sangat suram.“Tinggalkan aku sendiri, Anne.” Raeli menguap sabil memijat kepala. Kepalanya sakit sekali.Apa semalam ia mabuk karena kebanyakan minum jus?Coba, Reali ingin mengingat semua yang terjadi semalam di pesta debut. Karena sebal pada Pangeran Ein ia jadi memilih duduk saja sambil melihat semuanya menikmati pesta. Melihat kerumunan para gadis yang sibuk membicarakan sang pangeran. Bahkan Tristan tidak luput dari pembicaraan, padahal dia hanya berdiri di pangkal tangga untuk memastikan keamanan Putri Liliane.Semalam itu benar-benar buruk Raeli. Ia duduk sendirian, menerima berkali-kali tatapan Vivian Rossent yang mengancam seakan bilang: “Aku tidak akan melepas
Sejak 2 hari yang lalu setelah bertemu dengan Pangeran Ein, entah bagaimana Raeli selalu mikirkan tentang kalimat terakhir pria itu. Mungkin satu-satunya alasan kenapa isi novel yang pernah dibacanya ini tidak berjalan semestinya itu adalah karena salah Raeli.Raeli sudah membuat si pemeran utama tertarik padanya dan meninggalkan peran penting milik Rose. Tentu saja sudah terlambat untuk mengembalikannya seperti semula.Ein tertarik pada Raeli sepenuhnya.Arrgg!Kenapa malah jadi seperti ini?Raeli melirik Rose yang sedang berdiri di balik konter setelah pelanggan terakhir keluar. Gadis itu sedang membersihkan sisa-sisa nampan yang kuenya sudah habis.Haruskah ia mendorong Rose untuk kembali ke jalan yang seharusnya? Mendampingi pangeran Ein. Menjadi kesukaan kaisar dan menjadi rebutan untuk para kesatria di kekaisaran.Raeli harus melaku
Raeli berpikir akan sedikit menyenangkan berkumpul seperti ini untuk pesta minum teh. Tetapi siapa sangka bahwa sekarang Raeli hanya berpikir bagimana caranya menyiram Vivian Rossent dengan teh tanpa mendapat hukuman?Sebenarnya Raeli sedikit bertanya-tanya tentang siapa yang mengatur tempat duduk ini. Kenapa ia harus duduk berhadapan dengan Vivain Rossent tanpa alasan? Gadis itu membuat matanya sakit. Bahkan kali ini penampilannya juga sangat mencolok.Belum lagi ia harus mengurus kepercayaan diri dari orang di sebelahnya, Roseline. Gadis itu menunduk sejak tadi. Lagipula ia mengerti dengan perasaan rendah diri. Orang biasa harus duduk bersama kumpulan putri bangsawan kalangan atas.Raeli menghela napas pelan. Kemarin sore ia sudah mengirimkan surat pribadi pada Putri Liliane tentang ia akan membawa Rose. Tentu saja putri dengan senang hati menjawab: Jika itu kenalan Raeliana, maka tidak masalah.
“Aduh!” desis Raeliana setelah punggungnya menghantam pilar beton istana. Tempat itu dekat dengan taman yang tempo hari didatanginya untuk memenuhi undangan permaisuri. “Tidakkah Anda pikir itu sedikit kasar?”Ein menatap Raeliana dengan pandangan tajam. Menahan gadis itu tetap berdiri di sana. Gadis ini terlalu pintar untuk melarikan diri. Ein bahkan akan mengutuk dirinya sendiri jika Raeliana melarikan diri saat masih berada di tangannya.“Apa yang kau lakukan?” tanya Ein.“Menghadiri jamuan teh Putri Liliane.”Oh, tentu saja gadis itu akan menjawab seperti apa yang diinginkannya. Raeliana tidak akan memberikan jawaban seperti apa yang Ein inginkan. Gadis ini keras kepala dan menarik karena sangat sulit ditebak.“Tidak, Raeliana. Kau menyodorkan gadis pekerja di tokomu padaku.”Raeliana menyerigai. “Apa tampak seperti itu?”Gadis ini melakukan banyak cara untuk menjauh dari Ein. Entah apa alasannya. Saat kecil saja Raeliana adalah anak yang selalu mencoba menempel padanya karena san
Ah, Raeli sekali lagi syok berat. Benar-benar syok sampai sulit untuk tidur dan kantung hitam memenuhi matanya. Bahkan hari ini ia sengaja memakai gaun berwarna hijau agar terlihat sedikit cerah. Tetapi sayang itu tidak membantu sama sekali. Ia tetap saja dibayang-bayangi oleh ucapan Kris.Apa-apaan itu? Kris pasti berbohong untuk mempermainkan Raeli. Lagipula Duke Servant, ayahnya tidak mengatakan apa pun tentang hal itu.Ya, Kris pasti sedang mengucapkan lelucon padanya semalam. Namun, lelucon itu tidak lucu sama sekali.Raeli memegang kepalanya dengan kedua tangan, tertunduk ke meja. Karena tidak tidur ia jadi sakit kepala. Bahkan beberapa pekerjanya yang berkeliaran berkali-kali menanyakan keadaannya. Sayangnya, seberisik apa pun kesibukan di daput itu sama sekali tidak memengaruhi Raeli.Anne lagi-lagi tidak ikut dengan Raeli karena harus mengerjakan sesuatu dengan Duchess Servant. Hal itu menimbulkan kecurigaan Raeli tentang sesuatu apa yang dikerjakan oleh ibunya.“Ah, kepalaku
Raeli pikir dengan tidur sebentar rasa sakit kepalanya bisa hilang. Jadi setelah kunjungan tidak terduga Pangeran Ein, Raeli memilih beristirahat di kamar atas. Sayang sekali, tidur juga tidak membantu sama sekali. Malah pusingnya makin menjadi-jadi.Kalau memang Kris benar tentang pertunangan itu, jelas pangeran tidak akan setenang itu untuk mendatangi Raeli. Pangeran Ein juga pasti merasa perlu untuk menolak.Ya, Kris hanya bercanda.Namun, ada sesuatu yang mengganggu Raeli sejak kemarin. Pangeran kepala batu itu tidak henti menyebutkan utangnya. Jadi, di sinilah Raeli berdiri. Di depan ruangan Carry. Karena kakak tertuanya itu lebih sering berada di istana, Raeli jadi canggung ingin bicara dengannya. Tetapi tetap saja Raeli harus mencobanya. Ia harus melakukannya.Raeli mengetuk pintu sampai terdengan teriakan Carry yang memperbolehkannya masuk. Pria itu langsung berdiri begitu melihatnya. Memberikan senyum lebar yang bahkan Raeli sendiri tidak tahu harus memberikan senyum seperti
Raeli melirik ke kiri dan kanan bergantian. Ruangan ini hening. Hanya ada ratusan buku dengan rak-rak super bagus. Mirip seperti perpustakaan pribadi. Di depannya ada Pangeran Ein yang duduk santai, menunggu siapa yang lebih dulu mengakhiri keheningan.Raeli sepenuhnya sadar kalau ini tidak sopan. Meminta bertemu dengan putra mahkota tanpa janji. Tetapi pangeran menyetujuinya. Tujuan kedatangan Raeli adalah membicarakan tentang pertunangan yang masih belum diketahui alasannya ini. Lalu kenapa mereka dibiarkan berdua saja?Kenapa Tristan harus berdiri di luar?Ah, sialnya.Raeli kembali melihat pada pangeran. Pria itu masih duduk dengan tenang. Bersandar manatap Raeli. Baiklah, kali ini tidak ada yang ingin memulai pertengkaran lebih dulu?Pangeran Ein akhirnya mengalah. “Kenapa kau datang mencariku, Raeliana?”“Urusan penting,” jawab Raeli begitu saja tanpa repot memikirkan jawaban yang lebih bagus. Tentu saja karena ada hal penting yang tidak bisa Raeli abaikan. Jika tidak, ia takkan
“Aku akan memotong lehermu jika kau berani memeluknya, Xain.”Raeli melihat Pangeran Ein berdiri tidak jauh darinya dengan pandangan mengancam. Anak yang mungkin namanya Xain ini menoleh dan menyeringai pada pangeran.Mengancam anak kecil.“Aku hanya menyapanya, Ein. Jangan begitu.”Raeli terkejut dengan suara anak imut itu yang tiba-tiba saja berubah seperti layaknya suara pria dewasa. Apa-apaan panggilan itu? Terlalu santai untuk memanggil nama putra mahkota. Hanya beberapa orang di istana ini yang punya hak itu.“Panggil aku Yang Mulia Pangeran.”Wajah anak itu terlihat sedih, berusaha mencari simpati Raeli lagi. “Nona, Ein berubah jadi galak.”Raeli menatap pada Ein dengan pandangan marah. Pangeran memarahi anak kecil? Ternyata begini sifat asli putra mahkota yang dikagumi itu?“Kau selalu memanggilku dengan itu saat berdua, kenapa kau bisa punya alasan menyebut namaku di depan orang lain? Kau ingin mati?”Anak kecil itu tertawa. Sementara Raeli semakin bingung saja.Lalu tiba-tib