Akhirnya tiba juga pada hari debutante yang ditunggu oleh seluruh gadis kekaisaran Easter, kecuali Raeli.
“Nona, saatnya bangun!” teriak Anne begitu memasuki kamar bersama beberapa langkah kaki lain.
Astaga, Raeli ingin tidur saja seharian. Tidak bisakah mereka meninggalkannya? Tubuhnya benar-benar seperti remuk. Sudah beberapa hari sejak dari istana ia sibuk menyiapkan kue untuk jamuan debutante dan apa sekarang ia harus bangun?
Raeli tidak mau datang untuk kedewasaan, ia ingin tidur saja sampai besok pagi.
“Nona, bangunlah ini sudah tengah hari!”
“Tinggalkan aku sendirian,” kata Raeli. Apa seseorang telah mencuri tulang miliknya? Kenapa rasanya sakit sekali jika bangun?
“Nyonya akan datang jika Anda tidak bangun sekarang.”
“Aku bangun.” Raeli segera bangun begitu nama ibunya di sebut.
Sungguh, bukan apa. Ia tidak mau berurusan dengan Duchess Servant. Bisa jadi ada ceramah tentang apa yang boleh dan tidak boleh Raeli lakukan sebagai seorang gadis bangsawan. Apalagi itu keluarga yang termasuk dekat dengan kaisar.
Ternyata Raeliana yang pemeran figuran juga memiliki hidup yang sepelik ini. Urusannya dengan kebangsawanan.
Setelah Raeli bangun, ia tidak tahu lagi apa yang terjadi padanya. Ia dimandikan dengan berbagai macam wewangian. Yang jelas sekarang tubuhnya lebih pantas disebut bunga.
Entah selama apa Raeli hanya berdiri dengan tangan terentang. Ada orang yang memasangkan korset padanya dan hampir membuat ia kesulitan bernapas. Tetapi Raeli sudah pasrah. Terserah mereka akan melakukan apa, ia hanya mengikuti saja dengan mata terpejam.
Raeli mengantuk dan lelah.
Kemudian ia didudukan untuk dirias wajahnya. Selama berjam-jam ia merasakan ada banyak kuas-kuas menyapu wajahnya. Ia curiga wajahnya akan jadi seperti apa. Ada sebagian tangan yang menyisir rambut-rambut bergelombangnya, bahkan tidak sekali atau dua kali rambutnya ditarik. Sayangnya Raeli terlalu mengantuk untuk berteriak.
Terserah. Lakukan saja sesuka mereka.
Kira-kira sudah berapa jam sejak Raeli dibangunkan? 4 jam atau 5 jam?
“Anne?” panggil Raeli.
“Ya, Nona?”
“Masih belum selesai?”
Jika belum selesai juga maka Raeli akan melompat ke kasur dan tidur sampai besok pagi.
“Sedikit lagi. Kami akan memilihkan sepatu. Anda mau pakai yang mana?”
“Terserah.” Yang penting cepat selesai dan cepat pergi ke debutante, melihat Liliane menari dan pulang.
Raeli dipasangkan sepatu.
“Sudah berapa jam aku didandani?” Raeli sangat gatal ingin bertanya.
“Enam jam, Nona,” jawab Anne, ada nada riang dalam suaranya. Kenapa tidak dia saja yang jadi bangsawan saking gembiranya?
Setengah hari penuh tangan mereka di tubuh Raeli, apakah ada perubahan pada penampilannya? Raeli tidak siap untuk melihat seperti apa rupa dirinya.
“Sekarang lihatlah, Nona. Sudah tidak apa-apa. Jangan tidur terus.”
Raeli membuka mata dan langsung berhadapan dengan cermin besar di kamarnya. Terheran-heran melihat siapa yang ada di cermin itu.
“Itu aku?” tanya Raeli pada Anne yang berdiri di belakangnya.
“Siapa lagi kalau bukan Nona?”
“Apa aku secantik itu?”
Anne tertawa. “Tentu saja. Bahkan setiap hari Anda selalu cantik.”
Oh, sungguh. Tangan-tangan yang sejak siang itu menyulap Raeli jadi seperti ini. Mereka mengenakkan gaun-gaun berwana kuning yang benar-benar muda bahkan nyaris putih kepada Raeli. Dengan tambahan kain tipis transparan yang melekat di bahunya sepanjang punggung hingga menyapu lantai. Bahkan gaunnya sangat panjang. Rambut cokelat keemasan Raeli disulam melingkari tengah kepalanya, kemudian dibiarkan tergerai menutupi bahu kanannya dan ada sebuah tiara kecil putih di kepalanya. Benda itu jadi terlihat sangat kontras dengan warna rambut Raeli.
Tidak lupa riasan wajah Raeli terlihat tipis dan alami. Juga sepatunya berwarna kuning.
Oh, Tuhan. Raeli ingin menangis karena terharu. Di kehidupannya sebagai Sheriel, ia tidak secantik ini. Terima kasih telah memberikan hidup Raeliana padanya.
“Sayang sekali aku hanya akan datang satu jam.”
“Jangan sia-siakan dandanannya,” kata Anne dengan mata melotot. “Kalau tidak saya akan mengadukan pada Nyonya.”
Satu lagi yang tidak kalah menyebalkannya dari Pangeran Ein. Anne sangat tahu kelemahan Raeli. Ia tidak tahan dengan ceramahan panjang lebar.
“Bagaimana kue-kue untuk jamuannya?” tanya Raeli.
Bukan berarti ia mau melakukannya dengan senang hati. Hanya saja ia tidak bisa menolak. Raeli tidak bisa mempertaruhkan reputasinya dan kehormatan Duke Servant kalau menolak keinginan permaisuri. Atau kalau terjadi sesuatu dengan kue-kue itu, Raeli akan mati untuk yang kedua kalinya. Raeli sudah menghabiskan hampir semua energi kehidupannya hanya untuk kue-kue itu.
“Para pekerja sudah ada di sana untuk persiapan,” balas Anne. “Saya akan ikut untuk mengawasi mereka dan mengawasi Anda agar tidak kabur, Nona.”
“Ya?” Raeli memberikan senyum bodoh.
“Tugas khusus dari Duke dan Duchess.”
Celaka.
Raeli benar-benar tidak bisa kabur dengan cepat dan kembali tidur. Sepertinya tidak ada cara lain selain tetap berada di pesta sampai selesai. Ia harus mencari sudut yang bagus untuk tetap berdiam di sana sambil memperhatikan.
Lalu kabur diam-diam.
***
Raeli berdiri sendirian di dekat meja jamuan. Kaisar sudah memberikan pidato. Tetapi bintang yang mengumumkan bahwa debutante sudah sah belum keluar. Liliane sama sekali belum menunjukkan akan muncul dalam waktu dekat.
Raeli tidak ingat siapa saja teman kalangan atasnya. Bayangan Raeliana tidak membantu sama sekali. Tetapi seingatnya di dalam novel, karena sibuk di toko Raeliana memang tidak punya teman selain Rose.
Astaga, ia bisa gila.
Lalu tiba-tiba seseorang menghampirinya dengan pandangan tajam dan senyum culas, membuat kerutan di kening Raeli. Ia sudah cukup melihat senyum seperti itu dari Pangeran Ein. Ia tidak butuh gadis lain untuk melakukannya.
Tunggu dulu. Pesta debutante dan ulang tahun Putri Liliane. Seorang gadis berambut kemerahan dengan wajah meremehkan dan merasa paling cantik.
Raeli kenal gadis berpakaian merah mencolok yang sedang menghampirinya itu. Vivian Rossent. Karakter antagonis di novel yang pernah ia baca itu. Di sana tertulis kalau awalnya Vivian tidak jahat pada Raeliana dan malah menawarkannya untuk bergabung sebagai teman. Sayangnya, Raeliana menolaknya berkali-kali pula. Belum lagi Raeliana juga berteman dengan Rose yang disebut-sebut Vivian merebut pangeran darinya.
Apa Raeli dalam masalah sekarang?
“Selamat malam, Nona Servant?”
Raeli tersenyum menyambut gadis itu. Raeli tidak takut. Ia hanya menjalani kehidupannya. Apa yang salah?
“Selamat malam juga untukmu, Nona Rossent. Gaunmu bagus.”
Vivian langsung mengangkat dagunya sebagai rasa bangga.
Gaunmu membuat mataku sakit, jika kau ingin aku jujur, maki Raeli dalam hati. Tetapi terus saja tersenyum. Jika Pangeran Ein ada di ruangan ini dan melihatnya, pria itu pasti tahu ia sedang mengutuk Vivian untuk pergi saja ke neraka dengan gaun merahnya itu.
Vivian anak tunggal Count Rossent. Sayang sekali, sepertinya setelah sang Count meninggal nanti, gelar itu akan dikembalikan pada kekaisaran karena tidak ada lagi pewarisnya.
“Kau masih belum berubah, Raeliana,” kata Vivian dengan gaya sombongnya. Raeli serius tentang pikiran ingin menumpahkan minuman ke kepala gadis itu.
“Oh, sungguh?” Raeli tersenyum. “Kupikir beberapa orang bilang aku banyak berubah.”
Vivian meliriknya dengan sinis. “Kau masih saja seperti seorang pecundang.”
Tiba-tiba saja rasa kesal naik ke kepala Raeli. Membuat pupil matanya bergetar karena geram. Enak saja gadis ini mengatai dirinya pecundang. Memangnya siapa yang pecundang di sini? Raeliana atau Vivian yang sering bersembunyi di balik banyaknya mulut komplotan tidak berpendidikannya itu?
“Kau bercanda, Vivian. Mereka bilang aku banyak berubah. Jika tidak, bagaimana aku sampai ke sini sendirian?”
“Oh, aku rasa aku melihat Tuan Carry saat masuk.”
“Carry sedang bertugas, tidak ada hubungannya denganku.”
“Ya, setidaknya kau masih pecundang tanpa teman.” Vivian kemudian melangkah meninggalkan Raeli sendirian yang gemetar menahan amarah sambil mengepal-ngepalkan tangannya di udara seakan ingin mencapai kepala gadis itu dan mengacak-acaknya.
Jika saja Reali datang tanpa reputasi dan nama keluarga, ia sudah melempar beberapa tart ke wajah Vivian Rossent.
Beberapa bulan setelah Raeli bangun dan kembali menjalani hidupnya sebagai putri tunggal Servant dan putri mahkota, tiba-tiba saja istana jadi heboh. Beberapa orang datang silih berganti menemui Raeli dengan membawa berbagai macam gaun pengantin. Memangnya siapa yang mau menikah?Belum lagi para pelayan ditambah untuk mempersiapkan acara di istana terpisah yang biasanya dibuka untuk acara-acara besar saja. Beberapa kali Raeli dipanggil untuk mencicipi menu makanan. Lalu keamanan istana juga makin diperketat. Pasukan ditambah, baik dari keluarga Servant bahkan sampai keluarga Sharakiel yang diperintahkan langsung oleh Mareyya.Sebenernya ada apa, sih? Apa ada yang mau menikah di istana? Apa baginda kaisar mau menikah lagi?Sebenarnya sampai sekarang Raeli masih sulit memercayai bahwa Mareyya itu adalah anak kecil biasa. Anak itu terlihat seperti orang dewasa dengan naturalnya. Dia bahkan mengatur urusan rumah tangga Shara
“Ha ha ha!”Ein dan Xain menoleh pada Teja yang tiba-tiba saja tertawa keras setelah melihat apa yang terjadi pada Mareyya. Apa pria itu sebenarnya gila?“Lucu sekali, ya. Padahal ayahnya orang yang dikutuk dewa,” kata Teja dengan senyum lebar sambil mengawasi kotak tempat Raeliana dan Mareyya berada. “Sepertinya Reid sudah menentukan bayaran atas apa yang sudah si penyihir itu lakukan.”“Apa maksudmu?” tanya Xain.Teja menunjuk pada cahaya yang bersinar di bawah tangan Mareyya. “Kekuatannya mirip dengan pendeta agung pertama.”“Pendeta agung pertama?” ulang Ein.Kalau pendeta agung pertama itu berarti orang yang sudah membangun kekaisaran ini bersama kaisar pertama. Orang yang katanya bisa melihat kemakmuran pada Easter jika mereka membangun sebuah negara. Dengan kata lain, pendeta agung
Ein, Xain dan Teja melihat saja saat Mareyya bergerak mendekati kotak sihir di mana Raeliana terbaring di dalamnya. Anak itu hanya berdiri di sisi kotak sambil menatap Raeliana.Sulit dipercaya bahwa Mareyya cocok dengan sihir suci milik Xain. Ternyata anak itu memang anak normal. Hanya saja lebih cepat dewasa karena didikan ayahnya yang mendoktrin bahwa Mareyya harus bisa mengurus keluarga sejak dini. Itu berarti Mareyya sudah tahu bahwa ayahnya cepat atau lambat akan mati.Sebenarnya Ein tahu bahwa Xain tidak memercayai anak itu. Namun, Ein memintanya untuk mengizinkan Mareyya bertemu Raeliana. Anak kecil tidak akan bisa melakukan sesuatu yang aneh.Padahal baru saja Ein berpikir seperti itu, tiba-tiba saja Mareyya melirik dari balik bahunya pada mereka. Tersenyum kecil dan matanya terlihat bercahaya. Lalu sesaat kemudian anak itu melangkah lebar ke kotak di mana Raeliana melayang di dalamnya dan tertidur. 
Ein memberikan surat terakhir pada ajudan baginda kaisar. Sepertinya keributan yang terjadi di istana sampai menghancurkan kediaman pangeran cukup menggemparkan. Beberapa bangsawan yang memang setia pada keluarga kaisar dan negara tetangga pun mengirimkan surat untuk menanyai kabar atau apakah pangeran butuh bantuan.Namun, tidak Ein sangka bahwa pertarungan dengan Rict jadi sangat-sangat singkat. Bahkan seolah tidak pernah ada. Kabarnya juga Xain menggunakan sihir lama untuk menghapus kenangan tentang sebagian adu mulut Raeliana dan Kroma hari itu.“Yang Mulia?”Ein mengangkat kepala pada Charael dan Carry yang baru saja masuk ruangannya bersamaan.“Bagaimana keadaan di sana?” tanya Ein sambil berdiri dan mengitari meja. Bersandar pada bagian depan meja kerjanya, menatap dua kesatria itu.“Setelah melalui investigasi, tidak ada yang aneh di kediaman
“Bangunlah.”Raeli membuka mata yang sebelumnya berat karena mengantuk dan ia merasa lantai tempat dirinya berbaring sangatlah dingin. Setelah itu ia melihat seseorang tersenyum tipis padanya sambil berdiri.Raeli bangkit untuk duduk. “Apa kita sudah mati?” tanya Raeli pada orang itu.“Entahlah.”“Jadi … siapa aku harus memanggilmu? Thantiana atau Raeliana?”“Namaku Thantiana. Bukankah Raeliana itu dirimu?”Raeli mendengkus. Apa-apaan itu? Dirinya kan dipaksa masuk ke tubuh Raeliana karena perbuatan wanita itu juga yang sekarang mengaku sebagai Thantiana.“Aku bukan Raeliana,” sangkal Raeli dengan suara pelan.“Tapi ada orang yang ingin kau tetap hidup sebagai Raeliana yang dicintainya.”Ein.
“Antar aku ke sana, Ercher,” kata Raeli.Lingkaran sihir Ercher menyala lagi. Pada saat itulah Raeli bisa melihat di sisi lain bangunan ada para kesatria yang terluka. Rict menyerang mereka. Lalu dalam sekejap mata mereka berpindah ke kamar pangeran yang hancur. Raeli bisa melihat Charael dan Tristan yang langsung bersiaga di dekat Ein.“Raeliana?” panggil Ein. “Jika kau bangun, seharusnya kau tetap tinggal di sana. Kenapa kau—”Raeli melirik sekilas dari balik bahunya. Saat membuat kesepakatan dengan Raeliana, ia sudah memilih keputusan. Semua kemalangan ini disebabkan oleh Raeliana sendiri. Bukankah wanita ini sudah tidak boleh hidup dan bersanding dengan putra mahkota?Raeli tidak ingin goyah, maka dari itu ia membuang wajah dari Ein.“Ah, Tuan Putri akhirnya bangun juga,” sindir Teja sambil berdiri.Ra