Share

BAB 5 I Kepingan Jiwa

Valley baru saja keluar dari rumah Paman James setelah memberikan keranjang berisi roti, saat tiba-tiba dia berpapasan jalan dengan sepasang kekasih berwajah pucat yang seketika berhenti begitu melewati keduanya.

Entah mengapa bulu kuduk Valleya berdiri, dan dia merasa firasat aneh, seolah menyuruhnya untuk menghindari pasangan berwajah beku tersebut.

Jika diperhatikan dengan saksama, kulit mereka tampak tidak biasa, begitu pula dengan mata yang diarahkan pada Valleya, seakan dirinya adalah makanan, bukannya seorang manusia berjalan.

Karena tidak ingin dianggap bersikap tidak sopan, Valleya pun memberi pasangan itu jalan sehingga dia menepi ke pinggir bangunan dengan kepala menunduk ke bawah, namun belum sempat dia berjalan kembali, saat tiba-tiba sang wanita memanggil yang mengakibatkan tubuh Valleya lunglai sesaat.

Namun dengan cepat dia menepis perasaan lelah tersebut, dan mencoba berdiri tegak kembali, sebelum akhirnya berhenti.

“Hey, apa kita bisa bicara sebentar?” tanya wanita itu yang membuat insting Valleya menjeritkan kakinya untuk berlari, namun kepalanya yang lebih waras menolak untuk pergi.

Valleya menoleh, dan memerhatikan sekitar untuk memastikan bahwa benar dirinya yang dimaksud.

“Ya?” tanya Valleya gugup karena manik mata keduanya tampak berkilat sesaat tadi, namun ketika mereka berkedip tatapan itu normal kembali.

Si wanita tersenyum, akan tetapi bibirnya terlihat kaku dan seakan otot wajahnya tidak bergerak sedikit saja.

Sungguh aneh. Batin Valleya yang menaikan sedikit rasa waspada.

“Aku tidak tahu arah, apakah kau bisa menunjukan di mana balai kota?”

Saat wanita itu mendekat, membuat tubuh Valleya merinding tiba-tiba, dan tanpa sadar dia mundur satu langkah.

Menyadari sikapnya yang tidak biasa, wanita itu pun berhenti, namun masih dengan senyum terpasang di wajah.

“Kau hanya perlu jalan lurus, nanti berbelok ke kiri begitu sampai di persimpangan dekat toko bunga, setelahnya cukup ikuti petunjuk yang terpasang di sisi jalan, dan kurang dari lima menit kau akan tiba di balai kota,” jelas Valleya mencoba memberi detail semudah mungkin.

Selama mereka bicara, manik mata wanita itu berubah-ubah warna, dari merah ke cokelat, lalu ke merah dan ke cokelat lagi dalam waktu yang sangat cepat. Sungguh tidak biasa, sehingga bulu kuduk Valleya semakin berdiri karena dia dapat melihat perubahan itu dengan sangat jelas.

Yang lebih mengejutkan lagi, ujung lidah wanita tersebut tampak seperti membasahi bibir, seakan hendak menyantap sesuatu yang berada di hadapan.

Bukankah itu aneh? Atau memang Valleya masih bermimpi, karena jelas-jelas hal itu tidak mungkin nyata. Dan bayangan pria bermantel hitam bernama Chrysander kembali muncul dalam ingatan, membuat Valleya yakin mungkin itu residu dari mimpi malam kemarin.

“Terima kasih, kau sangat membantu,” ucap wanita itu sembari mendekat dan hendak menyentuh wajah Valleya, namun tiba-tiba saja udara di sekitar berubah berat dan panas, membuat Valleya ingin tertidur karena tubuhnya seketika terduduk di lantai dengan punggung bersandar pada dinding bangunan.

Mata Valleya memaksa untuk menutup, dan sekeras apa pun dia mencoba untuk tetap terjaga, tetap saja rasa kantuk lebih kuat menariknya dalam kegelapan.

Melihat buruan mereka yang jatuh tiba-tiba, dua makhluk itu pun terpaku dan menatap sekitar dengan waspada. Keduanya mendesis sembari mengendus udara yang menguarkan aroma pinus dan sandalwood yang kuat.

“Menjauh darinya,” ucap suara maskulin dengan nada marah yang kentara, membuat pasangan Vampir itu mundur tiba-tiba dan menatap sekitar dengan gelisah.

Mereka berusaha mencari keberadaan makhluk tak kasat mata yang kini membungkus Valleya dengan selimut cahaya yang tidak dapat disentuh oleh kedua Vampir lapar tersebut.

“Kami yang lebih dulu menemukan gadis ini!” hardik si pria dengan sangat tidak terima.

Terdengar suara dengusan, dan hanya dengan satu gulungan angin saja, pria penghisap darah itu pun terhempas keras ke tanah.

“Siapa kau?” tanya si wanita sembari mundur perlahan, tampak ingin lari dan meninggalkan pasangannya yang terlihat kesulitan bangkit kembali.

“Kau tidak perlu tahu, Lintah, pergilah dan jangan sampai aku menghancurkanmu jadi serbuk abu,” desis suara itu penuh penakanan disertai cemooh.

Mendengar kemarahan yang seketika membuat tubuhnya bagai diremas tangan besar tidak kasat mata, wanita itu pun menjeritkan kata pengampunan, membuat pori-pori di kulit pucatnya menguarkan aroma ketakutan yang kentara.

Suara maskulin itu mendengus jijik, seolah dia baru saja menyentuh sesuatu yang tidak seharusnya.

“Kalian bau sekali!” geram suara itu kesal yang seketika membuat si wanita terhempas jauh ke udara dan jatuh di dekat jalan. “Pergilah! Sebelum aku habis kesabaran.”

Mendengar kata tersebut, pasangan Vampir itu pun berdiri lunglai, kemudian keduanya berlari dengan terpincang-pincang sebelum akhirnya mereka melangkah normal namun dengan kecepatan yang tidak dapat dilihat mata manusia.

Setelah kepergian pasangan itu, sebuah rona cahaya pun muncul tidak jauh dari tubuh Valleya yang terlelap, dan wujud Chrysander yang memakai mantel hitam seketika hadir di sana.

Saat dia berjalan mendekat, selubung cahaya yang tadi menyelimuti Valleya pun memudar seketika.

Melihat wajah lembut gadis itu yang tertidur, Chrysander pun berjongkok di sebelah dan mengobservasi dengan puas.

“Apa aku harus mengajarimu terlebih dahulu bahwa tidak semua yang kau lihat itu manusia, Angel?” bisiknya pelan sembari mengangkat kepala Valleya yang tampak bersandar tidak nyaman, dan membingkai wajah lembut itu di antara telapak tangan.

Chrysander mengedarkan pandangan ke sekitar, dan dia menyadari bahwa manusia-manusia yang melewati mereka tidak dapat melihat ruang yang dibuat oleh dua Vampir tersebut, seolah Valleya dan dirinya berada dalam sebuah aquarium terbuat dari kaca film. Sehingga orang-orang yang ada di luar tidak bisa melihat balik ke dalam.

Dia benar-benar tidak habis pikir, bahwa kedua Vampir itu nyaris saja memakan sesuatu yang dapat membuat keduanya hidup abadi dan memberikan kekuatan yang bisa menguasai umat manusia dengan bebas.

Chrysander mengusap wajah Valleya yang tampak pucat, dan dia pun menggendong tubuh tertidur itu di antara kedua lengan hanya dengan satu gerakan mudah.

Baru saja Sander hendak membawa Valleya keluar dari sana, saat tiba-tiba dirinya dikelilingi oleh tiga pria berbadan besar dan bertudung hitam, sama seperti jubbah yang dipakai dirinya.

“Aku sudah bilang tidak perlu menyusul sampai ke sini,” ucap Chrysander sembari memperbaiki posisi Valleya agar kepalanya lebih mudah bersandar di dada.

Mendengar nada Chrysander yang datar, para Jendral itu pun mengalihkan tatapan mata, lalu mengangguk satu kali.

“Maaf kan kami, Yang Mulia, tetapi diam saja membuat kami gelisah,” jawab salah satu Jendral berambut pirang dan tampak seperti pimipinan dari dua pria lainnya.

Sander hanya menatap ketiganya dengan diam, dan dia sadar bahwa tadi dirinya menghilang tiba-tiba saat mereka hendak memulai sebuah pertemuan.

“Aku hanya sebentar, kembalilah ke dunia bawah,” perintahnya yang membuat para Jenderal itu sedikit membungkukkan tubuh sebelum menghilang dari hadapan.

Setelah para bawahannya pergi, Chrysander hendak membawa Valleya menuju sebuah bangunan sekolah, saat lagi-lagi Bervis hadir dan membuat langkahnya terhenti.

Untuk sejenak Sander menutup mata sembari mengatur napas dan berharap dia masih memiliki sisa kesabaran, sebelum benar-benar meledakan amarah pada orang yang salah.

“Sekarang apa lagi?” tanya Sander dengan rahang mengatup dan mata berapi-api ketika memandang Bervis yang membalas dengan tatapan datar.

“Aku pikir kau membutuhkan bantuan,” ucap Bervis polos.

Mendengar pengakuan tersebut, Sander melempar sahabatnya itu dengan delikan tajam.

“Apa kau pikir aku tidak bisa mengatasi dua Lintah itu?”

Bervis hanya mengedikan bahu sembari menghancurkan ruangan yang para Vampir itu buat menjadi serbuk debu, kemudian menyelimuti mereka bertiga dengan selimut cahaya.

“Aku tahu gadis ini sangat berarti, tetapi bukan berarti kau harus terjun langsung, Yang Mulia,” jelas Bervis sembari menekankan panggilan kebesaran tersebut. Mengingatkan Chrysander bahwa ada banyak Jendral dan bawahan lain untuk menyelesaikan semua masalah.

Mendengar maksud perkataan pria di sebelah, tatapan Sander pun semakin dalam dan tajam.

“Tidak ada satu orang pun yang dapat melindunginya, selain diriku, karena gadis ini sudah terikat denganku. Dan kau seharusnya tahu, bahwa jiwa kita hanya diberi satu pasangan selama ribuan tahun.”

Setelah mengatakan hal itu, Chrysander pun menghilangkan diri bersama Valleya yang berada dalam gendongan, meninggalkan Bervis yang menghela napas berat dan menatap ke tempat Sander tadi berada.

“Kuharap kau tidak menjadi terobsesi pada sesuatu yang belum tentu kepingan jiwamu, Yang Mulia,” gumam Bervis yang juga menghilang, dan diam-diam mengikuti Chrysander menuju sekolah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status