Share

BAB 6 I Dia Makhluk Yang Kuat

Chrysander membawa Valleya sampai ke ruang kesehatan sekolah, dan hanya dengan satu tatapan mata pada suster yang berjaga, dia pun dapat mempengaruhi pikiran orang di sekitar, bahwa tadi Valleya pingsan dan butuh istirahat beberapa jam saja.

“Gadis itu sedang kelelahan dan butuh untuk tidur agar pulih kembali,” ucap Chrysander sembari mengunci mata sang perawat. “Apa kau mengerti?”

Perawat wanita itu mengangguk kaku dan seketika wajahnya normal kembali saat ingatan perawat tersebut dipenuhi oleh kejadian buatan pemberian Chrysander, yang menunjukan bagaimana Valleya berakhir di sana.

Dengan tatapan cemas, perawat itu pun akhirnya bergerak untuk memeriksa keadaan Valleya yang masih tertidur pulas di atas ranjang.

Dan hanya dalam hitungan detik, Chrysander pun menghilang dari ruangan.

Samar-samar Valleya melihat sosok pria menggendongnya beberapa waktu lalu, namun semua tampak begitu buram. Dengan keadaan paralyze dalam waktu yang cukup lama, dia pun kesulitan untuk membedakan apakah itu hanya mimpi atau memang yang dialaminya tadi nyata.

Melihat mata Valleya bergetar serta tangan bergerak samar, perawat itu pun menunggu beberapa waktu sampai dia tersadar.

Kepala Valleya bergerak pelan, dan dia pun mengedarkan pandangan pada sekitar, sedangkan wajahnya diliputi kebingungan.

“Bagaimana perasaanmu, Valleya?” tanya perawat itu sembari memeriksa tanda vitalnya.

Valley berkedip dan menatap Lyly, perawat satu-satunya di sekolah dengan wajah penuh tanya.

“Apa yang …?”

Sebuah ingatan hadir di kepala, menunjukan sepasang kekasih berwajah pucat mendekati untuk menanyakan alamat pagi ini, namun setelahnya … dia tidak tahu apa yang terjadi.

Perawat itu tersenyum dan menepuk lengan Valleya pelan.

“Kau tidak sadarkan diri, sepertinya karena kelelahan, ditambah cuaca hari ini yang memang panas, sehingga kesehatanmu pun terganggu,” jelas perawat itu sembari menyodorkan segelas air padanya. “Tapi tidak perlu khawatir, kau akan baik-baik saja. Hanya butuh istirahat sebentar.”

Tangan Valleya terasa lemah saat menerima gelas berisi air mineral tersebut, sehingga perawat itu pun membantunya untuk duduk dan memegangi gelas yang isinya hanya disesap sedikit, sekedar membasahi kerongkongan.

“Terima kasih,” gumam Valleya begitu berbaring kembali.

Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah sepatu yang terburu-buru dari luar ruangan, dan tiba-tiba saja Nina hadir di ambang pintu saat Lyly hendak meninggalkan ruang perawatan.

“Aku mendengar dari Nona Lisbet bahwa kau sedang dirawat, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Nina dengan langkah cepat ketika memasuki ruangan.

Lyly yang hendak keluar mengurungkan niat dan menjelaskan apa yang terlintas di kepala.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Valleya baik-baik saja, dia hanya kelelahan.”

Mendengar itu, dahi Nina berkerut heran.

“Aneh sekali, aku bahkan tidak melihatmu begitu kelas dimulai. Memangnya dari mana saja kau?”

Kali ini, dahi Valleya yang berkerut semakin dalam, karena dia juga tidak tahu ada di mana dirinya pagi ini. Dan ingatan terakhir adalah pertemuan dengan pasangan aneh di jalan menuju gedung sekolah begitu selesai mengantar keranjang ke rumah Paman James.

“Aku …”

Kini Valleya terlihat linglung sehingga Lyly pun menjelaskan situasinya.

 “Dia ditemukan pingsan dekat gerbang.”

Seketika ruangan itu pun hening, dan kali ini wajah Nina berubah menjadi simpati. Kedua gadis muda itu pun tampak mempercayai ucapan Lyly barusan.

“Oh, betapa malangnya dirimu,” ucap Nina sembari mendekat dan mengelus lengan Valleya yang terasa dingin di bawah genggaman.

Melihat tugasnya sudah selesai, Lyly pun keluar dari sana dan membiarkan dua sahabat itu sendirian dalam ruangan.

Sementara itu, Bervis tampak berdiri mengawasi dari sebatang dahan pohon yang tumbuh tepat di luar jendela ruang perawatan. Dari tempatnya berdiri, pria itu dapat leluasa mengawasi gadis muda yang terbaring di ranjang, sedang satunya duduk di sebelah.

Setelah yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan, barulah dia menghilang dan kembali ke dunia bawah, sebelum tuannya bertanya dari mana saja dia.

………………………………….

Saat malam tiba, lima Malaikat turun ke Bumi dan kembali berpatroli di sekitar jalanan Kota Metropis.

Gerimis kembali membasahi kota, membuat lima pria bermantel putih dan abu-abu dalam kumpulan itu mempercepat langkah. Meskipun mereka tidak akan terkena basah, karena salah satu dari lima pria tersebut dapat menahan hujan dengan kekuatannya yang menjadikan angin sebagai payung, tetapi cuaca seperti ini dapat mengundang makhluk-makhluk pemakan jiwa manusia, sehingga mereka pun harus menyusuri setiap sudut kota untuk mencegah itu terjadi.

“Hari ini portal dari dunia bawah kembali terbuka,” ucap Jovi begitu mereka berhenti di atas sebuah atap bangunan Metropis yang tinggi.

Mata pekatnya menatap jauh ke depan, pada hamparan bangunan di hadapan.

“Anehnya tidak ada satu Iblis pun yang melewati portal tersebut,” tambah Snown yang berjalan mendekat.

Dia memutar angin dengan lima jarinya, kemudian melemparkan pusaran angin itu ke udara untuk menciptakan selubung pelindung bagi kumupulan itu. Snown sengaja menambah ketebalan lapisan payung hujan, karena gerimis hendak berubah menjadi deras.

“Sepertinya ada seseorang yang mengendalikan para Iblis dari belakang, tetapi bukankah kerajaan mereka telah lama hancur? Seingatku sejak …” Dennis menjeda ucapan, karena perkataan selanjutnya adalah hal tabu yang tidak pernah disebut selama tujuh belas tahun.

Kepala Snown mengangguk samar, dia juga memiliki pemikiran yang sama.

“Apa kita tidak laporkan saja hal ini pada Yang Mulia?” tanya Harley sembari menatap sekitar, entah mengapa dia merasa mereka diawasi sejak tadi, namun anehnya dia tidak menemukan apapun melalui Irish miliknya.

“Setelah dari sini, kita bisa membicarakannya di forum,” kata Jovi menyetujui. “Tapi sebelum itu, sebaiknya kita berpatroli malam ini.”

Gerl tampak gelisah di tempatnya berdiri. Sejak tadi, Malaikat muda itu menatap sekitar dengan pandangan tidak biasa, seakan dia dapat merasakan sesuatu yang tidak dapat dirasakan anggota lainnya.

“Ada apa, Gerl?” tanya Jovi sembari mendekat, sadar bahwa pemuda itu memiliki Irish lebih tajam.

Gerl menoleh ke arah pimpinan barisan, dan dia berkata pelan. “Dia ada di sini lagi.”

Mendengar itu, semua Malaikat pun mengedarkan pandangan, dan mengaktifkan Irish masing-masing, namun tetap saja penglihatan mereka buntu.

“Keluarlah,” ucap Jovi tenang, namun sarat ancaman.

Seketika angin bergetar dan suara Guntur menggelegar hingga cahayanya melintas bagai membelah langit. Untuk sesaat Kota Metropis menjadi terang benderang.

Para Malaikat itu menutupi telinga karena suara Guntur yang keras, nyaris menulikan seluruh penduduk kota.

“Makhluk apa itu tadi?” bisik Dennis sembari menegakan tubuh, setelah sebelumnya membungkuk, karena menahan kuatnya terpaan angin akibat libasan kilat di sekitar.

Gerl meremas jubah abu-abunya dengan erat, bajunya basah karena payung angin milik Snown terlepas sesaat begitu terdengar suara guntur.

“Makhluk yang sangat kuat,” gumam Gerl sembari merapatkan diri dengan Snown dan Dennis.

Tangan Jovi mengepal dan dia pun juga berpikir hal demikian, karena kilat barusan adalah jawaban pertanyaan mereka sebelumnya.

Sementara itu, Chrysander menatap kumpulan pria yang berada di atas atap dengan tenang. Tubuhnya sedikit melayang di udara, tepat di bawah langit yang memunculkan kilatan-kilatan kecil, sedangkan tetesan air hujan menghindari tubuhnya seolah enggan untuk membuat pria itu basah.

Jubahnya yang berawarna hitam berkibar di udara, sedangkan wajahnya tersembunyi di balik tudung yang menutupi kepala, dan hanya menyisakan sebatas bibir dan dagu.

Seketika dia pun menghilang saat para Malaikat itu melanjutkan perjalanan, lalu meninggalkan Kota Metropis, kembai ke Madelin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status