Melangkah kembali di trotoar tanpa tujuan bukan hal yang menyenangkan. Milly harus menjalaninya untuk sekarang ini. Walau uang yang ia miliki tidaklah banyak, Milly berniat untuk mencari tempat tinggal sementara.
Kakinya terasa pegal dan Milly berhenti di sebuah warung makan kecil yang cukup ramai tersebut. Setelah penjualnya tidak begitu sibuk, Milly menanyakan tentang kos-kosan di sekitar tempat itu. Penjual makanan tersebut hanya menggelengkan kepala dan kembali sibuk melayani pelanggan yang datang.
Mungkin dirinya harus mencari sendiri. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan ia lelah berjalan seharian. Tidak ada satu pun petunjuk yang bisa menjadi destinasi akhirnya.
“Mbak, cari tempat kos ya?” tanya seorang wanita yang seumur dirinya. Milly mengangguk dengan cepat.
“I-iya. Yang murah aja, Mbak, biar saya bisa bayar,” cetus Milly seraya tersenyum malu.
“Di belakang pom bensin itu ada. Tapi coba cek dulu,&rdquo
Milly tidak punya pilihan selain menelepon Prana dan meminta bantuan untuk menguburkan adiknya. Pada jaman sekarang, bahkan untuk mengantar seseorang ke liang lahat saja butuh uang. Milly terjepit dan tidak memiliki biaya untuk mendanai semua proses penguburan Martin.Prana segera mengambil alih dengan membiarkan Milly duduk tenang di samping peti jenazah adiknya. Tidak ada yang hadir dalam pemakaman kecuali penggali kubur dan orang yang Prana bayar untuk mengusung peti. Acara pemakaman selesai dan Milly berdiri dengan lutut gemetar.Kali kedua ia menyaksikan orang yang begitu ia cintai dalam hidupnya berkalang tanah. Inikah tujuan ia dilahirkan? Untuk menerima deraan yang menyakitkan dan siksaan pada jiwanya?Apakah ini upah untuk seseorang yang melacur demi menghidupi keluarga yang ia cintai?Tidak pernah menikmati profesinya, menjalani dengan linangan air mata dan jeritan batin yang berharap akan segera berakhir, Milly ternyata harus menerima hasil akh
Milly bangkit menuju ke kamar mandi tanpa kata, sementara Prana duduk dengan wajah tertegun. Ia tidak menyangka jika akhirnya bisa merasakan nikmatnya bercinta dengan wanita yang ia dambakan selama ini. Walau ada rasa kecewa karena ini semua hanya sekedar balas budi Milly akan kebaikannya, tapi Prana tidak mampu menangkis kebahagiaan yang menyelip di hatinya. Prana memakai baju dan bangkit menuju kamarnya.Bercinta dengan Milly memang melelahkan. Tapi bagi Prana, setengah jam terlalu singkat. Ia ingin menikmati kembali keintiman mereka.Dalam remang lampu kamarnya, Prana duduk di pembaringan dengan pikiran yang berkelana. Kini ia tahu kenapa semua pria menginginkan Milly untuk menjadi milik mereka, termasuk Jetro.Wanita itu memang memiliki hal yang jarang dipunyai oleh setiap perempuan. Milly bisa tampil sebagai sosok yang mengairahkan di tempat tidur, walau tidak seliar pelacur kebanyakan.Prana yang tadinya terjerat oleh cinta yang tulus,
Menjejakkan kaki di ibukota, Jakarta, merupakan kali pertama dalam hidup Milly. Selama ia besar dan hidup, belum pernah sekalipun mengunjungi kota besar tersebut. Berbekal pengalaman nol, Milly mulai mencari tahu kos yang murah di sekitar terminal Lebak Bulus. Dari beberapa informasi yang ia dapatkan, akhirnya berhasil mendapatkan tempat murah dan hanya berjarak sekitar setengah jam dari pusat keramaian.Panggilan dari Prana terus masuk. Puluhan pesan ia terima.Milly bergeming dan tidak pernah membalas atau menanggapinya. Semua sudah usai dan dalam perhitungannya, Milly telah membalas semua kebaikan dan hutang budi pada Prana.Milly menyimpan koper dan tidak membuang waktu lagi, mulai berburu pekerjaan. Seharian penuh, ia memasuki setiap tempat usaha yang mungkin membutuhkan karyawan baru tanpa ijazah.Hari pertama, ia gagal dan kembali dengan kaki letih juga tubuh berkeringat. Ternyata mencari pekerjaan di Jakarta jauh lebih sulit.Milly mulai me
Melihat gelagat Virgo yang masih kesal, Jetro memutuskan untuk pergi ke Bandung dan mengunjungi Rosco sendiri. Terakhir dia mendengar dari Rosco, Milly bekerja untuknya.Menjelang hampir tengah malam, sebuah mobil limosin hitam mewah memasuki parkirannya. Rosco yang bisa merasakan kehadiran Jetro, bergegas menyambutnya dengan perasaan tidak menentu.Pria tampan dan kharismatik tersebut datang sendiri. Rosco sedikit lega.Setelah berbasa-basi, ia mempersilahkan Jetro untuk menuju ke barnya yang ada di lantai dua. Keduanya memasuki ruangan VIP.Jetro menerima gelas yang berisi minuman kesukaannya. Pembatas kaca yang mengelilingi ruangan tersebut, justru memberikan pemandangan yang cukup menarik. Para pengunjung yang datang disambut oleh para hostes. Wanita-wanita cantik dan rupawan menemani mereka untuk sekedar minum dan menghabiskan malam mengobrol.Rosco melarang lady escort-nya untuk melanjutkan hingga tahapan melayani tamu dengan tubuh mere
Semenjak hutang tersebut Lora bayar untuknya, Milly mulai merasa tenang.Aneh sekali cara mereka mendapatkan jejak Milly yang telah kembali ke Bandung lagi. Dalam hati, Milly bersumpah untuk tidak akan berhubungan dengan hal-hal mengerikan seperti itu.Kesalahan Martin memang sangat fatal dan mengakibatkan kehilangan nyawa. Tapi tetap saja, kematian adiknya membuat Milly sempat terpuruk selama beberapa saat.Walau hidup dengan Lora dan juga memiliki pekerjaan sebagai pembantu, Milly masih belum pulih sepenuhnya. Mentalnya masih terluka dan depresi yang mengendap tersembunyi dengan rapi dalam batinnya.Hanya pada malam-malam tertentu saja, Milly menangis tanpa sebab yang jelas.Waktu memang berjalan dengan cepat, tapi dirinya melangkah dengan lambat. Tidak ada kemajuan yang berarti saat ini. Milly terjebak dalam kemiskinan yang membelenggu dan sulit untuk melepaskan diri.Seperti lumpur pekat, setiap Milly melangkah menuju titik terang, jejak
Siapa yang mengatakan jika dalam hidup, cobaan akan ada akhirnya?Itu tidak berlaku dalam takdir seorang Milly Berliana.Siapa yang dapat menjamin, keinginan dan niat yang kuat mampu mengalahkan segala rintangan? Merebut peluang dan menggapai hidup yang lebih baik?Bukan itu yang terjadi dalam hari-hari Milly selama ini.Di jembatan inilah, Milly berdiri dengan koper yang mulai rusak rodanya dan tersendat. Menatap ke bawah, mengamati arus sungai yang terlihat deras dan terjal. Batu besar yang mencuat, menghasilkan riak berputar yang mengerikan.Milly menelan ludahnya dengan pikiran yang kalut dan hati kebas.Perasaannya seperti tidak mampu lagi melahirkan kalimat positif yang menguatkan. Seluruh harapan dan tekadnya luruh dalam kekecewaan bertubi-tubi.Apakah ini yang disebut karma? Untuk masa lalunya menjadi seorang pelacur?Wanita itu memejamkan mata dan mencoba mencari alasan tepat untuk tidak mengakhiri hidupnya saat ini. A
Membuka diri terhadap uluran tangan Maxer pada awalnya cukup sulit.Selain karena pengalaman dengan masa lalu dan juga hal yang ia lakukan terakhir kali dengan Prana, walau Milly sukarela, meninggalkan bekas pahit.Pria dengan kepribadian yang unik itu mengajaknya tinggal di sebuah rumah kecil yang lumayan layak untuk tempat persinggahan sementara. Rumah tipe 36 tersebut memang jauh dari kata rapi, tapi Milly tidak keberatan.Dalam sekejap, ia membereskan semuanya dan kini tampak berbeda jauh.“Kata jorok yang kamu bilang kemarin, ternyata deskripsinya beneran sesuai!” keluh Milly sembari mengulurkan kantung sampah berikutnya pada Maxer.“Aku jarang di rumah. Kebanyakan tidur di mess karyawan. Pulang kalo pas libur aja, gimana nggak jorok?” kelit Maxer.“Alasan! Masak sampe kamu nggak sempet sortir semua ini?!”Maxer akhirnya memilih menghindar dan malas berdebat. Toh rumahnya sudah rapi dalam sulap
Aditi menyambut Milly dengan pelukan hangat. Setelah tidak pernah bertemu dalam tujuh tahun terakhir, teman dekat waktu sekolah menengah tersebut masih belum berubah. Tetap tenang, santai dan rokok tidak pernah lekang dari bibirnya. Mengelola sebuah bar dan menjadi manager, cukup memberikan Aditi akses yang leluasa untuk membantu Milly mendapatkan pekerjaan. Dengan gaya khas Aditi, Milly diperkenalkan pada semua karyawan dan pegawainya. Temannya juga membawa Milly berkeliling untuk mengetahui apa saja yang ada di bar tersebut. Musik country yang selalu mengalun, Milly kenali sebagai cita rasa musik Aditi yang tidak pernah berubah. Enam buah meja bilyar yang sepertinya tidak pernah sepi tersebut, juga mencirikan tentang sahabatnya. Milly menduga jika Aditi yang telah mengkonsep tempat ini. “Kita akan menikmati hari pertamamu, lupakan tentang kerja!” ajak Aditi seraya meminta dua gelas whiskey dan mengambil tempat paling ujung yang jauh dari keramaian.