Share

Prince of Darkness

Milly masuk dengan hati berdebar dan jantung berdetak dengan kencang. Seakan-akan takut jika jantungnya melompat keluar, Milly mendekap bantal dengan erat. 

Jetro berganti pakaian tanpa risih sedikit pun di depan Milly. 

Tubuhnya yang terpahat sempurna dengan bahu kokoh dan dada bidang tersebut seharusnya indah untuk dipandang. Namun Milly memilih menunduk dan menutup mata dengan rapat. 

"Ini uang tipsmu. Semua hotel beserta tagihan lainnya sudah kubayar. Lain jika kuperintahkan untuk di kamar jangan keluar tanpa ijinku! Aku kurang menyukai orang yang tidak mematuhi perintah!" Suaranya sangat lantang dan dingin. 

Berbeda sekali ketika mereka sedang bercinta, Jetro begitu lembut padanya. Milly beranggapan, pria itu hanya memanfaatkan dirinya saja. Semua kelembutannya adalah taktik untuk bercumbu dengan para wanita. Karakter asli Jetro yang angkuh dan arogan akan muncul kembali saat mereka tidak melakukan keintiman. 

"Maaf," ucap Milly singkat. 

Jetro meraih dagu Milly dan menatap wajahnya dengan lekat. Milly pasrah namun tidak sanggup menatap balik pada Jetro. 

"Aku bisa menjadi yang pria paling baik dan manis, tapi tidak sulit untuk bersikap sebaliknya," ujar Jetro pelan. 

Ia melepas tangan dari dagu Milly lalu meraih jam tangan rolexnya di meja. Tanpa kata perpisahan ataupun ucapan pamit, Jetro meninggalkan Milly yang masih bingung. 

'Apa maunya pria ini?' batin Milly tidak mengerti. 

Selain penuh kepalsuan dengan berpura-pura melindunginya, Jetro juga pria paling tidak sopan karena menganggap Milly hanya benda yang tidak berhati dan perasaan. 

Ia meninggalkan Milly tanpa basa basi serta mengucapkan kata-kata aneh yang berbau intimidasi. Milly tanpa sadar merasa tertekan tiap dekat dengan Jetro. 

Tatapan matanya misterius dan dalam. Ada sesuatu yang kadang jelas tampak pada perubahan sikap yang mendadak. 

'Siapa pria itu sebenarnya?' batin Milly dengan gamang. 

***

"Ada dua surat penting yang harus segera direspon," ucap Virgo, asisten Jetro. 

Jetro tidak menanggapi dan membuka satu persatu surat dengan stempel dari lelehan lilin, mirip dengan gaya bangsawan di Barat pada era abad 19. 

Mata Jetro membaca sekilas dan kilatan emosi pada matanya berkelebat. Jetro membakar dua kertas tersebut dengan tangan kanannya! 

Ya! Tangan kanan Jetro mengeluarkan api dan mengubah kertas putih tersebut menjadi hitam. Virgo masih berdiri tegak dengan satu tangan ke belakang. 

Pria yang tampak pada kisaran usia sekitar awal empat puluhan tersebut menjadi asistan pribadi Jetro selama ini. Penampilan Virgo tidak kalah menawan dari Jetro, walau sedikit luwes dan gemulai. 

Jetro lebih kaku dan angkuh. Kalimatnya selalu tajam dan temperamennya pendek. Virgo menjadi pengingat Jetro dengan nasehat halus tanpa kesan mendikte. 

Jika Virgo berpenampilan lebih casual dan klimis, Jetro tampil lebih jantan dengan kumis serta jenggot seperti baru beberapa hari tercukur.  

Tubuh Jetro jauh lebih kekar dan berotot, sementara Virgo bertubuh sedang, tegap dan terlihat fit. 

Kedua pria ini selalu ada di mana pun mereka berada. Namun sayangnya Virgo tidak menyukai pesta dan memilih untuk menghabiskan waktu dengan membaca. Hanya pada waktu itulah, Virgo tidak bersama Jetro.

Selama ini mereka berpetualang dari satu negara ke negara berikutnya. Sejak memasuki tahun 2000, keduanya sepakat untuk menetap di Indonesia. 

Kunjungan mereka ke Bandung adalah untuk menuntaskan bisnis lama yang tertunda. Kedatangan dua surat barusan, membuat Jetro seperti terpancing untuk tidak memberi belas kasihan pada musuhnya. 

"Kita selesaikan malam ini!" ucap Jetro dengan suara dalam. 

Virgo mengangguk. 

"Aku akan bersiap," tanggap Virgo. 

Jetro melepas jasnya dan tanpa menunggu, ia keluar dari ruangan kantor. Langkahnya terus menaiki tangga darurat gedung hingga menuju pintu terakhir, roof top. 

Virgo ternyata tiba di tempat tersebut! Entah kapan pria itu mendahului Jetro. Sebuah pedang panjang dengan sarung kayu penuh ukiran huruf kanji terselempang di tubuh Virgo. Jetro menggulung kemejanya dengan santai. Angin malam menerpa keduanya dengan kencang. 

"Kompas?" tanya Jetro seraya mengulung lengan satunya.

Virgo tidak segera menjawab. Ia memejamkan mata dengan konsentrasi penuh. Tubuhnya tegap berdiri dan kedua tangan terentang. Setelah beberapa saat, Virgo membuka mata. 

"Selatan!" tunjuk Virgo pada satu titik. 

Jetro tersenyum miring. Kedua mata pria tersebut seketika berubah menjadi merah! 

Tanpa memberi komando satu sama lain, tubuh mereka melesat tinggi ke udara dan melenting ke arah gedung di seberang. 

Loncatan mereka begitu ringan dan mampu melewati jarak yang mustahil dicapai oleh manusia! 

Dengan kecepatan yang tidak tertangkap oleh mata, Jetro dan Virgo terus melompat dari satu gedung menuju gedung berikutnya. 

Virgo lari di atas genteng perumahan tanpa membuat geser seinci pun. Jetro memilih berlari di jalan seperti deru angin. 

Keduanya terus menerjang maju, melintasi hutan kecil dan menembus jalan tol. Ketepatan mereka luar biasa! 

Virgo berlari ke tengah jalan lalu menghentikan sebuah limosin hitam yang sedang melaju cepat dengan kedua tangan. Dorongan tangan Virgo membuat roda berdecit dan kap limosin melesak ke dalam. 

Jetro berdiri menunggu dengan sabar sementara Virgo beraksi. 

Tiga orang keluar dari limosin sembari mengacungkan senjata pada Jetro dan Virgo. Terakhir, seorang pria tua berbalut jas dan celana putih keluar. 

"Jangan curang, Jetro! Aku sudah memberimu informasi!" teriak pria tua dengan tubuh gempal tersebut. Jetro melangkah pelan. 

"Dengan berkhianat padaku? Kau berniat menyerahkan aku pada Sybil! Jangan menyangkal, Hans!" bentak Jetro dengan murka. 

Pria itu gugup dan menggelengkan kepala. 

"K-kau salah sangka! Sybil hanya menanyakan hal lain yang tidak ada kaitannya denganmu!" 

"Oh ya? Lalu kenapa anak buahku di Bali terbantai tanpa tersisa sedikit pun?!" 

Hans memucat. Tidak menyangka jika mulut lancangnya berakibat fatal. 

"Ampuni aku, Jetro! Aku masih ada anak dan istri yang membutuhkan diri ini!" Hans bersimpuh ketakutan.

"Aku akan menghukummu dengan cara yang lebih menyenangkan dari mengambil napasmu!" cetus Jetro dengan senyum licik. Hans terkesiap. 

Tidak menyangka jika Jetro akan berbaik hati padanya.

Jetro mendekati pria itu dan tanpa perasaan, mematahkan kaki juga tangannya serta menarik urat kemaluannya hingga putus. Hans melolong dengan histeris dan ratapan pilu. 

"Sisanya?" tanya Virgo. 

"Lenyapkan!" 

Virgo menghunuskan pedang dan mendekat ke arah tiga orang yang berdiri dengan tubuh gemetar. 

Jetro menyalakan rokok sementara bunyi teriakan terdengar. Mobil yang melewati mereka tidak ada yang berani berhenti dan memilih untuk tidak ikut campur sedikit pun. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status