Share

Nasehat Janu

Di kediaman Cokroaminoto, Yuda memanggil Danis untuk menghadapnya di ruang tengah. “Danis tadi ayah ditelfon oleh Janu. Bagaimana perihal pernikahan kamu nak?”

Danis masih terdiam ketika ayahnya menanyakan hal ini, pasalnya dirinya tidak ingin melanjutkan pernikahan ini, jika ada yang harus diutarakan pada ayahnya memang apa? Danis juga tidak memiliki alasan yang kuat untuk menolak pernikahan ini terlebih lagi perjodohannya dengan Citra memang ada karena itu menjadi bentuk pelunasan hutang budi keluarganya kepada keluarga Hardinata.

“Nak.. tolong pikirkan kembali, ibu tidak mau memaksa tapi rasanya akan sayang kalau kamu menyia-nyiakan perjodohan ini.” 

Danis hanya bisa mengutarakan segala pikiran yang berkecamuk di hatinya, perjodohan ini tanpa paksaan namun dirinya harus menerima itu. 

“Ayah ngga mau tau Danis silahkan kamu atur pertemuan kamu dengan Citra dalam waktu dekat-dekat ini.” selepasnya Yuda pun beranjak dari tempat duduknya yang disusul oleh Tari dan meninggalkan Danis seorang diri. 

Mau tak mau ia harus menuruti perintah ayahnya, ia pun segera menghubungi Citra untuk bertemu dan membicarakan mengenai perjodohan mereka kedepannya.

“Halo Citra.” 

Perempuan yang ia hubungi menjawab telfonnya, “Iya Mas Danis? Ada apa ya?”

“Hari ini sibuk ngga? Kalau memang ngga ada kesibukan apa-apa, kita ketemu ya sore nanti.” 

“Ngga ada kesibukan apa-apa kok mas, mau jam berapa?”

Danis menimpali, “Nanti jam 3 sore mas jemput ya.” setelahnya Danis pun menutup panggilan suara tersebut.

*** 

Sesuai janjinya Danis pun segera menjemput Citra di rumahnya dan berpamitan kepada kedua orang tua Citra, setelah diizinkan Danis pun menekan laju kemudinya dan membawa Citra ke tempat yang sudah ia rencanakan sebelumnya.

“Kita mau kemana Mas?”

“Kita ke Louja De Caffe ya. Mas udah pesen tempat disana.” Citra mengangguk setuju.

Begitu sampai disana dan duduk di meja yang sudah ditentukan Danis langsung memberikan daftar menu dan menawarkan beberapa menu disana kepada Citra. Citra memilih satu gelas Ocean Blue Ice dengan Tenderloin sebagai hidangan yang akan ia santap. Tidak mau repot memilih pesanan Danis pun memutuskan pesanan yang sama dengan Citra.

Saat menunggu pesanan mereka datang, Citra pun membuka percakapannya mengenai kelanjutan hubungan mereka, “Mas Danis.” Danis yang semula sedang mengamati restorant itu pun memfokuskan pandangannya pada Citra. “Jadi buat rencana pernikahannya mau gimana mas? Maaf kalau kesannya aku terlalu memaksakan ataupun terburu-buru, aku cuma ngga enak sama mamah dan ayah yang udah mengharapkan pernikahan kita.”

Danis menimpali Tamara, “Soal itu kamu jangan khawatir Citra, aku pasti ngga akan lari dari pernikahan kita kok. Cuma mungkin kita ngga akan menggelar pernikahan itu dalam waktu yang dekat-dekat ini, karena aku masih harus fokus sama bisnis dan juga kerjaan aku.”

Citra berusaha memahami dan mengerti Danis. “Iya mas ngga masalah, apapun keputusan kamu aku akan selalu dukung, yang terpenting kamu udah ngasih kepastian."

Keduanya pun terdiam selama beberapa saat. Pesanan mereka tidak kunjung datang, untuk mencairkan suasana Citra pun membuka kembali obrolannya.

“Oh iya mas, kamu udah bisa beli mobil dari bisnis kamu? Itu tandanya bisnis kamu udah berkembang lebih baik kan?” 

Danis berpikir sejenak, mungkin mobil yang dimaksud Citra adalah mobil yang ia bawa, “Engga Cit, aku masih belum cukup mampu buat beli mobil. Kali ini ayah minjemin mobilnya, katanya calon menantunya ngga boleh kepanasan.” Citra pun tersipu malu mendengarnya, calon mertuanya sendiri begitu baik dan perhatian. 

Tepat sekali setelahnya pesanan mereka datang, mereka pun memilih menyantap pesanan mereka. 

Selesai berkencan dengan menikmati hidangan mereka, mereka pun memutuskan untuk kembali, Danis mengantarkan Citra pulang ke rumahnya. 

Begitu sampai di rumah Citra, Janu sudah menyambut kedatangan mereka.

“Terima kasih karna sudah pulang tidak terlalu malam ya Danis, dan terima kasih juga sudah membawa Citra dengan baik.”

"Terima kasih juga karena sudah mengizinkan Danis membawa Citra om.”

Sebelum Danis pergi, Janu ingin berbicara sebentar kepada Danis, dan Janu pun meminta Citra untuk masuk ke dalam terlebih dahulu.

“Citra, kamu masuk dulu ya nak ada yang ingin ayah katakan kepada Danis.” 

Citra pun mengangguk. “Aku ke dalam dulu ya Mas, terima kasih untuk hari ini.” kemudian ia masuk ke dalam. 

Setelah Citra masuk, Janu pun langsung menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan, “Danis.. saya membesarkan putri saya dengan begitu baik. Saya lebih memperhatikan bagaimana kepribadiannya terbentuk dibanding memperhatikan parasnya. Di rumahnya ia betul-betul bahagia, bukan karena harta yang saya berikan untuknya namun kasih sayang dari orang-orang sekelilingnya. Jadi tolong ya nak, jika memang kalian sudah menikah nanti jangan pernah sakiti dia, bahagiakan dia selayaknya keluarga saya membahagiakan dia, jika memang dia salah jangan pernah membentaknya, tapi tegurlah dengan baik.”

Danis masih memperhatikan Janu ketika berbicara, untuk sejenak Janu menghela nafasnya dan melanjutkan kalimatnya kembali, “dan satu lagi, jika memang suatu hari kamu sudah ngga mencintainya, tolong jangan katakan ke dia ya nak, biar kamu memberi tahu saya saja, nanti saya yang akan membawanya pulang.” 

Janu tersenyum begitu menyelesaikan kalimatnya, ia juga menepuk pundak Danis untuk meyakinkannya, untuk beberapa waktu Danis tak bergeming, speechless, ia tak mengira seseorang yang akan dijodohkan dengannya memang betul-betul putri emas dari keluarganya, ketika tersadar Danis pun mengangguk. 

“Baik om, sebisa mungkin akan saya jaga Citra dengan baik, saya hendak pamit ya om." kemudian Janu mempersilahkan Danis untuk pulang. 

Sesampainya di rumah Danis pun segera membersihkan dirinya dengan mandi dan berganti pakaian, setelah selesai ia merebahkan dirinya di atas kasurnya, saat ia melipat tangannya untuk menjadi bantal kepalanya tiba-tiba saja ia pun teringat dengan kata-kata yang disampaikan Janu sebelum Danis pulang. 

Rasanya dirinya seperti baru saja mendapatkan tanggung jawab dan juga kepercayaan untuk membahagiakan calon istrinya. Jika dipikir ulang, sejujurnya ia tak seharusnya memiliki pikiran untuk menolak Citra, disamping keluarganya yang berhutang budi, Citra juga tak memiliki kekurangan apapun untuk ia tinggalkan. Dirinya begitu keibuan dan lemah lembut, jika memikirkan bagaimana kedepannya, anak-anaknya pasti akan dirawat dengan baik oleh calon istrinya itu.  

Tidak ada alasan khusus bagi Danis untuk mengundur rencana pernikahan mereka sebenarnya, diundur atau tidak rencana bisnisnya masih bisa ia jalankan, ia jadi berpikir untuk mempercepat rencana pernikahannya. 

*** 

Keesokan paginya Danis memberitahukan kepada kedua orang tuanya mengenai rencananya, ia menemui ayah dan ibunya di ruang tengah ketika sedang meminum teh. “Mah, Pah. Danis mau ngomong sesuatu.”

Yuda mempersilahkan Danis, “Danis mau tunangan sama Citra dalam waktu dekat ini, dan kalau bisa rencana pernikahan kita diadakan dalam sebulan dari sekarang.”

Yuda dan Tari yang mendengar itu tentu saja terkejut, pasalnya baru kemarin anak tunggalnya itu terlihat menolak dengan perjodohannya, namun setelah diberi waktu selama satu hari untuk menemui calonnya ia langsung mengambil keputusan sebesar ini.

Tari pun menimpali keputusan anaknya,“Kok tiba-tiba sekali nak mamah jadi gugup.”

“Setelah dipikir-pikir ngga ada salahnya juga buat mempercepat pernikahan ini, diundur atau engga Danis masih bisa mengusahakan bisnis yang Danis punya.” Yuda dan Tari begitu senang mengetahui anaknya tidak perlu susah-susah dirayu dengan sendirinya ia sudah memutuskan mengenai perjodohan ini.

“Bagus kalau begitu. Harapannya dengan pernikahan kalian kamu jadi lebih mengerti apa arti hidup dan belajar lebih dewasa,” jawab Yuda.

“Kamu sudah membicarakannya dengan Citra?” tanya Tari.

“Belum Mah, rencananya Danis baru mau menemui Citra siang ini buat ngabarin dia.”

“Oh bagus-bagus, buat keluarga Om Janu biar pihak mamah sama papah aja yang memberi kabar nak.” Danis mengangguk setuju dan beranjak dari tempat duduknya. 

Danis berencana untuk menghubungi Citra melalui sambungan suaranya, “Halo Citra?”

Di seberang suara itu terdengar suara milik calon istrinya, “Iya Mas Danis, ada apa?”

“Maaf sebelumnya kalau mas ganggu waktunya, kamu lagi sibuk ngga?”

“Kebetulan aku habis bantuin ibu mas, mungkin setelah ini aku ada waktu luang, kenapa mas?” 

“Ah gitu ya, mas mau ngajak kamu keluar karena ada hal penting yang mau mas bicarakan, kamu free jam berapa kira-kira?”

“Mungkin sekitar pukul 2 mas bisa jemput aku.” 

“Oke Citra, tunggu mas ya.” 

“Iya mas.” Citra menutup panggilan itu terlebih dahulu. 

Sementara itu Danis pun bersiap-siap, ia seperti hendak mengikat calon istrinya supaya tidak kemana-mana sebelum hari pernikahan mereka tiba, maka dari itu Danis berencana untuk membelikan sesuatu yang akan ia berikan kepada Citra.

Di rumahnya Citra terheran-heran, calon suaminya itu terdengar semangat sekali dari nada bicaranya, namun Citra tidak ingin terlalu antusias, ia pun memilih fokus terhadap bumbu-bumbu dapur yang ada di hadapannya.

To be continue . .

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status