Share

Danis yang enggan

Kediaman Hardinata kedatangan keluarga Cokroaminoto seperti waktu yang telah dijanjikan. Janu dan Bagas pun menyambut kedatangan keluarga Yuda dengan melemparkan senyum selamat datang mereka untuk menyambut kedatangan keluarga Yuda.

“Selamat datang, silahkan masuk.” Janu mempersilahkan keluarga Yuda untuk masuk, keluarga Yuda pun masuk dan duduk di ruang tamu milik Janu.

 “Sudah lawas sekali ya semenjak kami datang untuk sekedar bertamu, rumahmu sudah betul-betul bagus, membuktikan bahwa kamu sudah cukup sukses," ujar Yuda.

 

Tari turut menimpali kata-kata Yuda, “Betul, keluarga kalian hangat dan harmonis, rumah ini pasti turut menjadi saksinya.” 

Janu tak ingin membuat Danis canggung, ia pun bertanya-tanya mengenai keadaannya, “Danis bagaimana kabarmu nak? Bisnismu lancar?” 

“Saya baik om, saat ini saya masih berusaha untuk mengembangkan bisnis saya,” jawab Danis.

“Syukurlah jika begitu, semoga bisnismu kedepannya bisa berjalan dengan lancar."

Danis hanya tersenyum dan mengangguk.

Tari yang tak melihat Citra pun bertanya mengenai keberadaannya, "Citra kok belum keliatan?"

“Ah Citra ada di atas tante, kalau dia sudah siap nanti dia akan turun,” jawab Bagas pada Tari.

*

Sementara itu Citra sedang dibantu oleh ibunya untuk merias diri, setidaknya ia harus terlihat pantas sebagai putri dari keluarga Hardinata. 

“Mah, kenapa mamah ngasih tau Citra tiba-tiba banget?” 

“Kalau mamah ngasih tau kamu dari awal, yang ada kamu kabur nanti,” Dinda meledek Citra melalui jawabannya. 

Hari ini Dinda seperti melihat dirinya saat berumur 22 tahun, perawakan putrinya, parasnya, polosnya, cara ia berbicara persis sekali seperti dirinya, sekarang putrinya sedang ada di tahap dimana ia akan segera menikah, harapan dalam hati Dinda semoga putrinya bisa menjadi ibu yang baik melebihi dirinya, semoga keluarga mereka bahagia kelak. 

“Nah, sudah cantik. Kamu keliatan natural tapi tetap ayu loh nak, nggak menor, nggak berlebihan juga.” Citra memandangi dirinya di cermin, ia juga merasa dirinya persis sekali seperti ibunya saat itu, Dinda pun bersiap mengantar Citra ke bawah untuk bertemu dengan calon besannya.

“Ayo nak, mamah temani ke bawah.” 

Tari yang menyadari kedatangan Citra pun memberitahukannya kepada orang-orang yang tengah sibuk berbasa-basi sedari tadi, “Nah itu Citra.” 

Citra menuruni satu persatu anak tangga yang berada di rumahnya untuk menyambut kedatangan keluarga Danis, Danis sempat tidak bisa melihat Citra sebelumnya karena pandangannya terhalang oleh lampu meja, hingga akhirnya ia bisa melihat wajahnya.

Hari itu Citra menggunakan dress berwarna coklat kehitaman dengan motif bunga yang lebih panjang sedikit dari lututnya, dress itu menampakkan kaki jenjangnya yang bersih dan mulus, rambut panjangnya yang bergelombang tergerai dan bibirnya menambah kesan natural meski dengan warna peach.  

Setelah sampai pada anak tangga terakhir Citra pun mendekat dimana kedua keluarga itu duduk, ia lantas duduk dan mempersilahkan ayahnya untuk memperkenalkan dirinya.

“Kenalkan ini putriku Citra, yang akan kita jodohkan dengan Danis.” 

Citra yang diperkenalkan pun tersenyum dan memberikan sapaannya kepada keluarga Yuda. Dinda pun menginterupsi Citra dan Danis. 

“Oh iya, makan malam masih ada waktu setengah jam, barangkali kalian mau ngobrol berdua dulu?” 

Netra Citra dan Danis saling beradu bagai mempertanyakan satu sama lain tentang interupsi Dinda.

“Wah iya, sanah habiskan waktu kalian dulu biar saling kenal, biar kami ngobrol-ngobrol dulu juga,” Tari ikut menimpali perkataan Dinda.

 Danis pun beranjak dari tempat duduknya tanpa meminta persetujuan dari Citra, namun Citra paham akan maksud Danis, ia pun ikut beranjak.

“Mah, Pah, Tante, Om, kami mau ngobrol dulu.” 

Mereka mempersilahkan Danis dan Citra untuk mengobrol berdua, Citra pun dengan sigap langsung mengarahkan Danis menuju taman belakang.

Sesampainya mereka di taman belakang rumah mereka berdua duduk di gazebo yang terletak di samping kolam ikan. Danis memulai obrolan mereka untuk mencairkan suasana.

“Jadi kamu Citra?” 

Citra membalasnya dengan anggukan serta senyuman mantap. Kemudian Danis pun mengajak Citra untuk berjabat tangan.

 “Aku Danis.”

 

Citra membalas uluran tangan tersebut. “Iya, salam kenal mas.”

Danis membuka suaranya kembali, “Kamu baru lulus kan? Di jurusan apa kalau boleh tau?” 

“Aku lulusan di jurusan Sosiologi mas, kebetulan prospek kerja disana cukup menjanjikan.” 

“Barti kamu tertarik untuk jadi wanita karir?” 

Citra diam sejenak, ia mencoba mengatur bahasanya agar Danis tidak salah kaprah, “Iya mas, aku punya cita-cita untuk jadi wanita karir.” sebetulnya Citra sedikit khawatir jika Danis tidak menyetujui mimpinya. 

"Bagus kalau gitu, aku juga pengen punya istri wanita karir.” tanpa disangka jawaban dari Danis membuat Citra tersenyum lega. "aku ngga akan ngelarang kamu, kalau bisa kita harus sukses di jalan yang kita pilih ya.”

Citra pun tersenyum mantap, dalam hatinya ada tekad agar mimpinya yang didukung calon suaminya bisa terwujud.

Ia menatap wajah seseorang yang ada di sampingnya, untuk lebih mengenal siapa sosok yang akan menjadi suaminya, namun saat Citra perhatikan lebih detail ia seperti familiar dengan wajah Danis, Citra melamun dalam keadaan memandang Danis, sesaat kemudian Danis menyadarkan lamunan Citra. “Cit? Citra ada apa?” 

“E-eh, engga mas. Rasanya kok wajahmu familiar ya.”

“Masa sih? Tapi kita belum pernah ketemu ya bukannya?” 

Citra pun mengangguk dan menurunkan pandangannya, “Mungkin aku lagi salah liat orang yang emang kebetulan mirip dengan kamu mas.” 

Danis dan Citra sama-sama diam tak bergeming pada akhirnya. 

Tak lama kemudian Bagas datang dan mengajak mereka untuk segera bergabung dalam meja makan karena sebentar lagi makan malam akan segera dimulai.

*

Selesai menyantap hidangan jamuan yang disiapkan oleh keluarga Janu, Yuda pun berpamitan, “Terima kasih atas hidangannya Janu. Semoga saja ke depannya perjodohan ini berjalan dengan lancar.”

 Janu pun tersenyum puas dan mengangguk, “Aku harap pun begitu,” selepasnya Janu mengantar keluarga Yuda untuk berpamitan pulang. 

*** 

Selama beberapa waktu Danis dan Citra kerap kali bertemu, mereka menghabiskan waktu bersama dengan pergi makan malam, kemudian berbincang-bincang mengenai satu sama lain agar lebih mengenal. Namun sayangnya dari keduanya tidak ada inisiatif untuk membahas bagaimana kelanjutan mengenai pernikahan mereka.

Baik Danis yang tidak memulainya terlebih dahulu ataupun Citra yang merasa canggung untuk membukanya lebih dulu. Sedangkan, kedua keluarga mereka tengah menantikan bagaimana pernikahan mereka akan diadakan, cepat atau lambat.

Suatu hari, Citra menghubungi Danis untuk membahas kelanjutan perjodohan mereka.

“Halo Mas Danis.” 

Dari seberang sana Danis pun menimpali, “Halo Cit, ada apa?” 

“Begini mas, mamah tadi menanyakan untuk rencana pernikahan kita kedepannya bagaimana, sedangkan selama ini kita ketemu belum pernah membahas apa-apa, sekiranya malam ini mas ngga sibuk bisa ngga ya kita ketemu?” 

“Maaf banget Citra, malam ini sampai beberapa hari ke depan mas bakalan sibuk, mas ada kerjaan dan harus ngatur beberapa meeting jadi kemungkinan mas ngga ada waktu.”

Citra mengerti bahwa untuk saat ini Danis tengah sibuk mengembangkan bisnisnya wajar saja jika ia harus mengalah. “Oh iya mas nggak apa-apa. Mungkin lain waktu ya mas, kalau gitu semangat kerjanya Mas Danis.” 

“Iya terima kasih Citra.” kata terima kasih dari Danis menjadi penutup sambungan suara mereka. 

*** 

Sudah beberapa hari semenjak Citra menghubungi Danis terakhir kali, beberapa kali Citra juga menghubungi Danis untuk sekedar menanyakan kabarnya dan memastikan Danis tetap istirahat di saat-saat ia sibuk bekerja. Dalam hatinya, Citra ingin sekali menanyakan segera perihal pernikahannya, namun sepertinya Danis tidak mengharapkan pernikahan mereka terjadi itulah mengapa Danis tidak pernah memberikan respon. Yang ingin Citra lakukan tidak semata-mata karena ingin menikah dengan Danis, ia melihat kedua orang tuanya yang sudah mempercayakan dirinya kepada keluarga Cokroaminoto, ia lebih takut jika orang tuanya kecewa apabila pernikahan mereka dibatalkan. 

Saat Citra tengah sibuk merawat tanaman-tanamannya yang ada di taman belakang rumah, atensinya teralihkan ketika Bagas memerintahkannya untuk masuk atas perintah Janu. "Citra, masuk dulu. Dipanggil Ayah."

Ketika Citra masuk ke ruang tengah ia melihat Dinda dan Janu sudah duduk disana, Citra pun duduk di samping kakaknya. 

“Ada apa ayah?” 

Kemudian Janu bertanya, “Bagaimana rencana pernikahan kamu dengan Danis nak? Sudah membahas sejauh apa?” 

Citra tak bergeming untuk beberapa saat, namun bagaimanapun juga ia harus jujur kepada keluarganya.

“Ayah, Mas Danis lagi sibuk sama pekerjaannya. Dia ngga ada waktu buat membicarakan ini, Citra juga memaklumi. Tapi mungkin Mas Danis memang nggak mengharapkan pernikahan ini.” 

Citra bicara sedemikian yang ada di dalam hatinya, dirinya merasa digantung, jika memang Danis masih memiliki harapan untuk melaksanakan pernikahan ini paling tidak ia bertemu dengan Citra dan meminta mereka merencanakan pernikahan mereka dengan rentan waktu yang cukup lama agar Danis lebih fokus terhadap bisnis dan pekerjaannya, sayangnya ia tak memberikan Citra kepastian juga, bahkan untuk sekedar membahasnya. Sebetulnya, apa alasan Danis begitu mengulur bahkan enggan meneruskan perjodohan ini?

To be continue . .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status