Semuanya terlihat hening saat Janu menceritakan kisah cintanya dengan Kalila di hadapan Radit, Dila, dan dokter Adrian di ruang makan.
“Jadi dulunya keluarga Mama gak setuju?” Tanya Radit menginterupsi cerita Janu.
“Iya, sayang. Tapi Papa benar-benar tulus mencintai Mama kamu.”
“Salahnya Papa dimana? Dan yang buat Mama punya trauma tuh dimana?” Tanya Dila penasaran.
“Dan, apa karna orangtua Mama dan Om Adam gak setuju yang menjadi alasan Mama dan Papa pernah cerai waktu itu?” Tanya Radit menatap Janu dengan tatapan interogasi
“Mas Janu---” Teriak Kalila dari ruangannya dan sontak memotong penjelasan yang ingin dikatakan oleh Janu kepada Dila dan Radit.
“Eh kayanya Mama bangun. Sebentar, sayang.” Janu pun bergegas berdiri dari duduknya dan mengambil tongkat untuk berjalan menuju ke kamar.
“Gapapa, Pa. Aku aja.” Ucap Radit yang menghentikan langkah Janu sembari menggenggam tangan Janu.
“Gak usah, Radit. Mama kamu butuh Papa. Sebentar, nak.”
Walaupun Janu menolak, Radit tetap menemani Janu dan menggandeng tangannya menuju ke kamar Kalila. Lagipula, Radit tidak tega melihat Janu berjalan terbata-bata dengan tongkat seperti itu.
Janu membuka pintu kamar dan menatap Kalila dengan tatapan kabur. Seketika Janu pun mengambil kacamata yang ada di saku kemejanya dan menghampiri Kalila dengan tangannya yang masih di genggam oleh Radit.
“Lila kamu kenapa?”
Terlihat Kalila tengah memakai baju dengan beberapa kancing yang ada di depannya. Namun, Kalila seakan lupa bagaimana cara menyatukan kancing baju yang tengah dia pakai itu.
Janu menatap Kalila dengan melempar senyum. Dari penjelasan dokter Adrian, Janu mulai paham dengan penyakit yang di derita oleh Kalila. Dia pun mendekat menghadapi Kalila dan menyatukan satu persatu kancing baju Kalila “Jangan khawatir. Caranya kaya gini, sayang.” Jelas Janu sembari mempraktekkannya.
“Setelah ini, kamu coba ikutin cara-cara aku ya, Lila.” Ucap Janu kepada Kalia dan Kalila pun mengangguk sebagai isyarat menyetujui Janu.
Radit menghela napas dengan matanya yang sudah berkaca-kaca melihat kesetiaan Janu kepada Kalila. Dari dulu Janu selalu saja merawat Kalila dengan ketulusan dan kesetiaan. Namun, apa yang terjadi kepada Kalila sepertinya sangat tidak masuk akal jika penyebabnya dikarenakan oleh Janu.
***
Janu tampak tengah duduk di taman rumahnya yang megah sembari membuka album foto dia bersama Kalila dulu. Dia juga memandangi rumahnya dengan mengingat semua kejadian yang dia ciptakan di rumah itu saat Kalila belum memiliki penyakit demensia.
“Papa… Ini teh nya ya.” Ucap Dila sembari meletakkan secangkir teh di atas meja.
“Terima kasih, sayang. Oh iya, Radit dan dokter Adrian dimana? Papa mau lanjutin cerita masa lalu antara Papa dan Mama yang mungkin aja penyebab adanya trauma dalam diri Mama kamu.” Jelas Janu
“Oooh—Tadi dokter Adrian di kamar Mama kayanya lagi ngejelasin sesuatu deh sama suster. Kalo Mas Radit lagi nelpon sama kliennya. Sebentar ya, Pa. Aku panggil Dokter Adrian dan Mas Radit dulu.” Jawab Dila dan langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk memanggil Dokter Adrian dan juga Radit.
Beberapa menit kemudian Radit, Dila, dan dokter Adrian pun menghampiri Janu yang tengah berada di taman rumahnya. Sementara Kalila tampak tengah tertidur pulas ditemani oleh suster dan juga asisten rumah tangganya.
Mereka tampak tengah duduk di taman dengan kursi yang setengah melingkar. Mereka menunggu Janu untuk menceritakan masalalunya bersama Kalila dengan suasana taman yang terlihat sejuk dan cuaca yang memang sangat mendukung untuk menikmati pemandangan di sekitar rumah Janu.
Janu menghela napas dan menutup album foto yang sedari tadi tengah dia pandangi “Mama kamu orangnya baik, tulus, dan polos. Sementara Papa, Papa suka dunia malam, berbanding terbalik dengan Kalila. Walaupun Papa benci sama Adam, tapi disatu sisi mungkin Adam ada benernya. Papa gak baik buat Mama kalian sampe Papa gak sadar udah menjerumuskan Kalila masuk ke dunianya Papa.” Jelas Janu dengan air matanya yang sudah mulai menetes.
Janu pun kembali menceritakan apa yang menyebabkan Kalila bisa sampai mengalami trauma dan malah saat ingatan Kalila hilang, wanita itu langsung membenci Janu.
Kalila terdiam di kursinya dengan wajahnya yang terlihat gugup. Ya, memang begitulah perasaan setiap mahasiswa tingkat akhir saat menunggu hasil keputusan tugas akhir mereka. Seketika Kalila terbelalak terkejut saat melihat Janu sudah di hadapannya dengan menggenggam bouquet bunga.“Hei, Sayang. Gimana sidangnya? Ini bouquet buat kamu.” Ucap Janu mengejutkan Kalila sembari memberikan bouquet bunga ke hadapan Kalila yang terlihat semakin gugup.“Mas, kenapa tiba-tiba ada disini?!” Tanya Kalila dengan meninggikan suaranyaKalila tidak suka jika terus-terusan di beri kejutan oleh Janu. Lagipula, Kalila adalah tipe yang memang sangat tidak suka dengan kejutan. Apalagi kejutan saat itu, akan sangat malu jika hasil sidang Kalila nantinya tidak sesuai harapan sementara Janu sudah terlihat menaruh harapan bahwa Kalila akan lulus.“Loh, kan kamu sidang hari ini. Jadi, aku bawain kamu bunga deh.” Jawab
Sudah kesekian kalinya Janu mengajak Kalila untuk pergi ke tempat clubbing sehingga membuat Kalila menjadi terbiasa dengan tempat seperti itu. Awalnya canggung namun semakin hari Kalila terlihat menikmatinya. Dia juga tampak sangat menikmati dance floor bersama Janu dan juga teman-teman yang lain.Walaupun Kalila sampai saat ini belum menyentuh minuman itu, namun tetap saja Janu sudah ingkar untuk menjaga Kalila. Janu terlihat tidak sadarkan diri karena terlalu banyak meneguk minuman beralkohol. Justru Kalila yang malah menjaga Janu dan mengantarnya kembali ke rumah ditemani oleh Reva dan Doni.Kalila merangkul tubuh Janu dan membaringkannya ke ranjang. Dia pun membuka sepatu Janu dan menyelimuti tubuh Janu yang sudah tidak sadar itu.“Lila, jangan pergi.” Seketika Janu menggenggam tangan Kalila namun matanya masih tertutup. Janu pun membuka matanya perlahan dan bergegas duduk. Dia tampak meraih tubuh Kalila dalam keadaan mabu
Pagi itu, Kalila di sibukkan dengan menjadi moderator di acara kampusnya dengan Janu yang menjadi pembicara. Ya, rutinitas yang membawakan takdir Kalila dan Janu bersatu.Menjadi moderator di pagi itu suasananya pasti sangat berbeda bagi Kalila. Dimana waktu itu Janu dan Kalila hanya manusia yang saling bertegur sapa tanpa adanya ikatan cinta di dalam diri mereka.Janu menatap Kalila terus-terusan dari sudut panggung dengan beberapa dekan fakultas dan juga rektor yang duduk di dekatnya. Menurutnya, dia adalah laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan wanita cerdas, cantik, dan pekerja keras seperti itu. Sementara Kalila tengah memberikan kata sambutan kepada peserta yang mengikuti seminar dengan kemampuan komunikasinya yang tidak diragukan lagi.“Baiklah, saat ini kita kedatangan pembicara hebat loh. Pengusaha muda sukses dan udah buka beberapa cabang usahanya di Indonesia. Mau tau kan gimana perjalanannya beliau? Kita langsung saja memberikan waktu kepada
“Kamu kenapa, Lila? Kok senyum-senyum sendiri?” Tanya Widia menginterogasi Kalila saat dia mendapati Kalila tengah membersihkan dapur.“Eh… I-ibu.” Ucap Kalila gugup dan terkejut disaat bersamaan “Hmm--- Nggak, kok, Bu. Cuma inget obrolan aku sama temen aja.” Jelas Kalila sembari memberikan senyuman lebar kepada Widia.Widia menepuk bahu Kalila sembari tertawa kecil “Kamu gak bisa bohongi ibu, Nak. Kamu pasti lagi inget Janu, ya?”“Ha? Nggak, Bu.” Ucap Kalila panik sementara Widia masih saja terus menggodanya.“Sssttt… Ibu jangan bahas Mas Janu. Nanti ketahuan Bapak sama Bang Adam.” Ucap Kalila sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir.“Suka banget ngalihin kamu.” Ucap Widia terkekeh melihat Kalila masih saja tidak mau mengaku.Widia merasa bahagia melihat Kalila yang pada akhirnya bisa membuka hatinya kepada seorang pria. Widia mengenal per
Mentari pagi tampak memantulkan cahayanya di jendela kamar Kalila sehingga membuat wanita itu terbangun. Namun, Kalila tampak tidak sedang baik-baik saja.Kalila merasa mual dan pusing dengan wajahnya yang juga terlihat pucat. Seketika dia berlari kecil ke kamar mandi akibat mual yang semakin menjadi-jadi."Kamu kenapa, Nak?" Tanya Widia yang tengah memasak di dapur saat mendengar Kalila mual dari dalam kamar mandi yang jaraknya sangat dekat dengan dapur mereka."Aku gak enak badan, Bu." Teriak Kalila dari dalam kamar mandiKalila merasa mual yang dia rasakan itu tidak wajar. Mengingat hubungannya dengan Janu yang sudah kelewat batas dan sudah beberapa kali melakukan hubungan yang tidak wajar itu, Kalila bergegas ke puskesmas yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya untuk memastikan apakah dia sedang mengandung anak Janu atau tidak.Beberapa menit setelah Kalila menunggu di ruang tunggu puskesmas, dokter yang memeriksa Kalila pun menyatakan
"Assalamualaikum." Arwan memberikan salam sembari memasuki rumah dengan wajah yang terlihat sangat lelah."Walaikumsalam… Eh bapak udah balik. Gimana kerjaan?" Tanya Widia menghampiri Arwan sembari mengambil tas yang tengah di pegang olehnya."Ya begitu lah, Bu. Hari ini kerjaannya lumayan banyak.” Jawab Arwan menghela napas dalam “Oh iya. Anak-anak dimana? Adam udah balik koas? Kalila juga udah balik dari tempat magang belum? Terus Rangga?” Tanya Arwan kepada Widia yang selalu menjadi rutinitasnya saat kembali bekerja.“Mereka lagi di ruang makan, Pak. Lagi siapin makan malam. Kita ke ruang makan yuk. Kasian anak-anak juga udah pada nungguin.” Jawab Widia.Saat semua keluarga Arwan tengah asik menyantap makanan, seketika Kalila merasakan mual dan langsung bergegas menuju ke kamar mandi. Sontak jantung Widia berdegup kencang melihat reaksi Kalila seperti itu di hadapan keluarga."Kamu kenapa, Lil?" Tanya Arwan s
Kalila berjalan perlahan dengan menangis terisak-isak. Dia memegangi kopernya sembari menangis setelah Arwan mengusirnya dari rumah. Dia tak tahu harus pergi kemana lagi. Dia ingin sekali pergi menemui Janu namun sepertinya laki-laki itu belum kembali dari Malaysia.Hujan pun tiba-tiba mengguyur kota Jakarta dan terpaksa Kalila harus berteduh di salah satu ruko yang sudah tutup. Kalila melihat arloji, dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak ada satu orang pun yang lewat dan berada di sana. Sementara hujan masih saja menampakkan wujud di hadapannya.Wanita malang itu benar-benar tidak tahu harus pergi kemana lagi. Bahkan Kalila tidak memegang uang sepeser pun.Kalila menatap hujan dengan pikiran kosong sembari memegang perutnya. Sementara itu, tampak dua orang laki-laki berpakaian jaket kulit, memakai kalung, dan memakai celana jeans sobek tengah mendekat kehadapan Kalila. Dari penampilannya, sudah di pastikan mereka adalah seorang preman
"Jadi, dulu mama di rawat dengan orang asing sampai kamu lahiran, Radit." Jelas Janu kepada Radit sembari membuka kacamatanya untuk menghapus air mata yang sudah tergenang sedaritadi di pelupuk mata Janu."Jadi, aku hasil anak hamil diluar nikah? Dan Papa pernah gak menginginkan aku di dunia ini?" Tanya Radit dengan tatapan nanar"Papa minta maaf. Papa--""Dan waktu itu Papa dan Mama gak cerai melainkan belum pernah menikah?” Tanya Radit kesal dan memotong pembicaraan Janu."Mas---" Ucap Dila perlahan kepada Radit sembari meletakkan tangannya di bahu Radit.Radit melepaskan tangan Dila dari bahunya dan langsung bergegas berdiri "Maaf, Pa. Aku mau keluar dulu. Aku masih susah untuk mencerna setiap kejadian ini.” Jelas Radit yang langsung pergi meninggalkan Janu, Dila, dan dokter Adrian.Adrian menghela napas setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Kalila, pasiennya. Mengalami hal seperti itu wajar saja jika Kalila me