Share

Awal Kisahku

Penulis: Queen Li
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-14 11:46:27

Berada di puncak tidak akan terasa baik saat kau tidak menemukan ketenangan dalam dirimu.

Aku akan menemukan kebahagiaanku bagaimanapun caranya.

- Jihan Azzahra -

•☆☆☆•

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 saat Jihan tiba di rumahnya.

Sesampainya di rumah, Jihan langsung disambut oleh Anita dan Anton yang tengah duduk di ruang tamu. Mereka sedang membicarakan hal yang serius dan sepertinya hal itu adalah kabar baik.

"Sepertinya ada hal baik?" tanya Jihan setelah menyampaikan salam dan mencium tangan kedua orang tuanya itu.

Anton meminta puterinya untuk duduk bersamanya.

"Ayah punya kabar baik."

Jihan mendengarkan dengan seksama.

"Karena Ayah dipindahtugaskan, maka kita akan pindah ke Banten." lanjut Anton.

"Wait, what?? Ayah, aku masih punya banyak pekerjaan yang harus kulakukan di sini. Bagaimana bisa aku pergi begitu saja?"

"Lagi pula aku tidak pernah tinggal di luar Jakarta, bagaimana bisa aku beradaptasi di sana? Aku begitu sulit beradaptasi dengan lingkungan baru." lanjutnya.

Seolah tak menghiraukan rengekan anaknya, Anton hanya tersenyum tipis melihat puterinya yang sedang cemberut sambil terus menatap tajam padanya saat itu.

"Lalu, apa kabar baiknya?"

Anita memberikan sebuah brosur pada Jihan.

'SMA Nurul Iman' adalah nama sekolah yang tercantum di halaman terdepan brosur tersebut.

SMA swasta berbasis agama yang sudah menjuarai berbagai perlombaan nasional itu adalah 'kabar baik' selanjutnya dari Anton.

"Aku bukanlah seorang bad girl yang tak menyukai hal-hal tentang agama, tapi itu akan sulit untukku yang tidak terbiasa."

"Kamu akan mendalami ilmu agama dengan lebih baik di sekolah ini." kata Anton sembari menyeruput teh di cangkir keramiknya.

Jihan mengehal nafas dalam sebelum akhirnya menyampaikan nota keberatannya dalam sekali tarikan nafas.

"Ayah, aku bisa saja setuju dengan idemu untuk pindah ke kota kecil itu. Meski dengan begitu aku tidak lagi bisa bersama dengan teman-temanku. Tapi, apa? Sekolah di sekolah berbasis agama? Ayah, mereka bilang sekolah di sana sangatlah tidak nyaman. Kau harus menghafal kitab suci dan hadist sejak jam tiga pagi. Bahkan kau tahu? Tak boleh ada ponsel! Astaga. Kau tahu aku tak bisa hidup tanpa ponselku, Ayah"

Anita memberikan segelas air minum pada anaknya yang masih berapi-api setelah memberikan pendapatnya yang cukup panjang itu. Jihan pun menenggak minuman itu dengan cepat.

Tatapannya masih terfokus pada ayahnya, menunggu jawaban atas keberatan yang baru saja disampaikannya.

Anton meletakkan cangkir tehnya di atas meja. Sembari melipat kedua telapak tangannya, pria paruh baya itu mulai menjelaskan dengan rinci maksud dari keputusannya yang bisa dibilang cukup mendadak bagi Jihan.

"Pertama, kau tidak harus bangun jam tiga pagi untuk melakukan hal-hal yang kau sebutkan tadi dan kau juga tak akan kehilangan ponselmu. Karena kau tidak akan tinggal di asrama. Kau hanya akan pergi kesana untuk bersekolah lalu pulang ke rumah. Sama seperti saat kau bersekolah di sini."

"Bagus, lalu yang kedua?" Tanya Jihan.

Anita menggeleng pelan "Kalian benar-benar serasi."

Kedua ayah dan anak yang sedang meeting mengenai hal serius itu pun menoleh dengan tatapan serius juga pada Anita. Seolah berkata bahwa tak boleh ada yang menyela percakapan penting mereka. Anita hanya memiringkan sedikit kepalanya, mengerti dengan isyarat kedua orang di hadapannya itu.

"Yang kedua, tentu saja ini kabar baik. Kau harus mulai mendalami ilmu agama. Ayah tidak ingin kau tenggelam lebih jauh lagi di tengah era milenial yang tak bisa ditebak alurnya. Aku tak ingin kau menjadi seperti Ayah dan Ibumu ini, hingga kami terlambat menyadari pentingnya ilmu agama bahkan untuk puteri kami sendiri." Lanjut Anton.

"Tapi aku bisa mempelajarinya di sekolah biasa, mereka juga memiliki mata pelajaran agama Islam" jawab Jihan, pelan.

"Di sekolah biasa, hanya seminggu sekali mereka mengajarkan pelajaran agama. Sementara di sekolah ini, setiap harimu akan disisipkan pelajaran agama. Sehingga hal itu akan tertanam dalam dirimu. Tak ada kata terlambat untuk memulainya sekarang, mungkin awalnya akan sulit. Tapi kami akan selalu ada di belakangmu." Anita mencoba untuk memberi pengertian pada puteri semata wayangnya.

"Nak, seorang anak adalah amanah dari Allah untuk orang tuanya. Jika anaknya membuat kesalahan, maka orang tualah yang akan bertanggung jawab atas hal itu di akhirat nanti karena kami tidak bisa membimbingmu ke jalan Allah dengan benar. Dan jika kelak orang tua dipanggil Tuhan, maka doa anak-anak yang soleh dan solehahlah yang akan membantu kami di akhirat nanti. Jadi Ayah mohon, jika kau tidak bisa melakukannya demi dirimu sendiri, maka lakukanlah demi orang tuamu." jelas Anton.

Jihan hanya mengangguk pelan. Tak ada yang bisa Ia lakukan lagi untuk menolak permintaan kedua orang tuanya itu. Dalam pikirannya terus terbayang hal-hal yang akan sangat sulit Ia terima.

"Tenang saja, Ayah sudah mengurus semuanya untukmu." Kata Anita.

Anton mengangguk setuju "Anak dari salah satu teman Ayah juga lulusan dari sekolah itu. Namanya Annisa, dia adalah gadis yang sangat cantik dan memiliki kepribadian yang baik. Suatu hari Ayah berharap kau akan bertemu dengannya."

Setelah berbincang cukup lama, Jihan memutuskan untuk setuju dengan pendapat orang tuanya. Di kamarnya, Jihan hanya terus scrolling beranda Instagramnya.

Namun kekhawatiran itu mulai memudar ketika Ia menyadari bahwa semua hal yang dilakukannya selalu mendapat respon yang baik dari para penggemarnya.

"Kurasa ini tak akan sesulit yang aku bayangkan. Aku adalah G-Ace.

Siapa yang tidak mengenalku? Dengan cepat aku akan mendapatkan teman baru dan akan dengan mudah beradaptasi karena semua orang menyukaiku. Kehidupan selalu berjalan sebaik ini ~" gumamnya dalam hati.

Dua minggu berlalu dengan cepat.

Waktu selalu tak terasa lama saat sesuatu yang tidak kau inginkan akan tiba. Ini adalah hari terakhir Jihan tampil bersama The Gold

sebelum kepindahannya ke Banten.

"Mari kita selesaikan ini dengan cepat dan hebat." ucapnya dalam hati ketika berada di depan cermin meja riasnya.

Seorang pembawa acara sedang berdiri di atas panggung dan bersiap untuk mengumumkan penampilan selanjutnya.

"Terkadang kau mendaki begitu keras untuk menuju sebuah puncak kebahagiaan, tanpa kau sadari bahwa kebahagiaan sesungguhnya ada di dalam dirimu sendiri jika kau mau sedikit saja lebih memahami dirimu. Itulah sebuah pesan dari Rosé di lagu terbarunya. Hey Mangga Dua Square! Inilah The Gold

dengan 'On The Ground' by Rosé"

Suara riuh penonton mengiringi tiap langkah Jihan ke atas panggung.

Terdengar mereka terus memanggil namanya.

"Go G-Ace! Go G-Ace Go!"

My life's been magic, seems fantastic

I used to have a hole in the wall with a mattress

Funny when you want it, suddenly you have it

You find out that your gold's just plastic

I worked my whole life

Just to get right, just to be like

"Look at me, I'm never coming down"

I worked my whole life

Just to get high, just to realize

Everything I need is on the ground

Di sela-sela tariannya, fokus Jihan teralih pada setiap penggalan lirik dari lagu yang sedang diputar malam itu.

Seolah lagu itu menceritakan tentang kisahnya sendiri.

Memori masa lalu seolah memutar sebuah film dokumenter di hadapannya.

Hari-hari dimana Ia hidup sebagai seorang puteri raja yang dimanjakan oleh kedua orang tuanya juga hari dimana pertama kali Ia mendapatkan sebuah impian, yaitu impian menjadi seorang penari yang hebat.

Jihan juga teringat akan sahabat masa kecilnya, Ardhy.

Ardhy yang selalu ada untuk membantunya bahkan Ardhy jugalah yang mendaftarkan Jihan dalam perlombaan menari saat itu.

Itu adalah kompetisi pertama yang diikuti Jihan. Namun saat untuk pertama kalinya Jihan akan menampilkan tariannya di atas panggung, Ardhy tidak pernah datang. Anita dan Anton yang saat itu mengantarkan Jihan untuk berkompetisi menyadari bahwa anak mereka mulai patah semangat saat mengetahui sahabatnya tak hadir hari itu.

"Ibu akan merekamnya sehingga Ardhy bisa melihatnya nanti." ucap Anita.

"Lakukanlah dengan baik dan buktikan kemampuanmu." Anton meyakinkan puterinya.

Mendengar hal itu, Jihan bertekad untuk membuktikan kemampuannya pada semua orang. Hingga saat ini, Ia berhasil membuktikan kemampuannya dan berada di puncak karirnya. Namun hingga saat ini pula, Ardhy tak pernah terlihat. Anak itu menghilang bersama keluarganya. Tak pernah ada yang tahu dimana keberadaan mereka.

Waktu berlalu, lagu yang diputarkan sebagai backsound dari pertunjukkan malam itu telah selesai. Suara tepuk tangan dan riuh penonton menjadi satu dengan yel-yel pendukung Jihan.

Gadis itu tersenyum puas dengan penampilannya hari ini.

- To Be Continued -

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Hijabi Dancer   The Guardian Angel

    Tak perlu selalu bersama untuk bisa melindungi.Bahkan meski aku tidak di sini, aku tetap akan bersamamu. - Ardhy Wijaya - •☆☆☆• Seketika Ardhy menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur setibanya Ia di kamarnya yang bernuansa warna putih dan hitam itu.Tangannya menggapai sebuah remote control dan ketika Ia menekan salah satu tombol di sana, tirai yang menutup atap kamar tersebut terbuka secara otomatis.Terlihatlah pemandangan langit malam yang begitu indah dari atap yang terbuat dari kaca tebal tersebut. Bulan sabit terlihat begitu tenang duduk di tempatnya ditemani sebuah bintang paling terang yang berada di sisinya. "Apa kalian mengejekku? Ya, benar dia tidak menepati janjinya, tapi buk

  • The Hijabi Dancer   Janji Tak Terlihat

    "Hai, aku rasa aku telah menyinggungmu dengan sikapku tadi. Aku bersalah, maafkan aku yah?"Jihan melatih dirinya di depan kamera ponsel untuk meminta maaf atas sikapnya yang kasar pada Dini.Gadis itu memiliki rasa gengsi yang terlalu tinggi untuk meminta maaf terlebih dahulu meski itu adalah kesalahannya sendiri.Namun, jika Ia mau memperbaiki semuanya, Jihan tahu bahwa Ia harus menyingkirkan rasa gengsi itu terlebih dahulu."Kau baik-baik saja?" Indah menegur temannya yang sedang bicara sendiri di bangkunya itu.Jihan mengangguk mengiyakan. Namun ketika Ia melihat Dini berjalan memasuki kelas, tiba-tiba Ia merasa gugup dan segera mengemasi tasnya dan memindahkannya ke meja tempat Jay belajar."Aku rasa akan lebih nyaman jika aku kembali duduk di sini."Indah menatapnya, heran."Jay sudah kembali, ada hal yang ingin kutanyakan padanya hehe" kekehnya dengan gari

  • The Hijabi Dancer   Boneka Yang Bernyawa

    "Jangan merubah dirimu demi orang lain, lakukan itu demi dirimu sendiri. Maka kau tak akan merasa terbebani. Dirimu berhak untuk tidak merasa terkekang." - M. Ardhy Wijaya -•☆☆☆•Jihan terus mengomel di sela-sela langkah kakinya yang dihentakkan dengan keras kala menaiki satu persatu anak tangga menuju rooftop sekolah."Seolah mengejekku adalah passion mereka dan ketika memiliki kesempatan itu, mereka menggunakannya sebaik mungkin.""Lagipula apa salahku jika aku tidak bisa mengaji? Toh jika nanti aku sudah dewasa, mengaji bukanlah prioritas utama untuk diterima bekerja di dalam sebuah perusahaan."Ketika Jihan hendak membuka pintu, sebuah tangan kekar muncul dari belakang dan membukakan pintu itu hingga gadis itu cukup terkejut dengannya.

  • The Hijabi Dancer   Tertampar Rasa Malu

    Setengah jam berlalu.Lagi-lagi Jihan terjebak di satu-satunya mata pelajaran yang selalu membuatnya merasa keringat dingin."Intinya adalah pelajaran agama Islam, tapi kenapa mereka membaginya ke dalam beberapa materi? Seolah sekolah ini begitu berniat untuk memojokkanku"Bukannya fokus pada mata pelajaran, gadis itu justru tengah fokus pada layar obrolannya dengan Clara.Meski dirinya juga sedang sibuk mempersiapkan materi kuliahnya, Clara tetap saja meladeni sahabatnya yang sedang meracau tak jelas di laman pesannya."Al-Qur'an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak dan Bahasa Arab. Bisakah kau membayangkannya? Aku bahkan hanya bisa membaca Iqro'." lanjutnya.Sembari mengetikkan begitu banyak kata di keyboard komputernya guna menyelesaikan tugas kuliahnya, Clara mengirimkan pesan suara pada sahabatnya itu."My dear Ji, tentang semua itu ... aku tidak mengetahui apa

  • The Hijabi Dancer   Kpop Haram?

    Tak ada waktu istirahat dalam mengejar mimpi.- Ardhy Wijaya -•☆☆☆•"Kuharap hari ini akan berlalu dengan mudah." ucap Jihan ketika Ia melangkahkan salah satu kakinya melewati pintu kelas saat itu.Hanya ada tiga orang siswa di sana termasuk dirinya. Tentu saja, itu karena Jihan datang terlalu awal hari ini dibanding biasanya.Menurut jadwal, kelas baru akan dimulai dalam 2 jam lagi.Gadis itu memeriksa sosial medianya sebentar lalu melihat daftar pesan yang Ia terima. Merasa tak ada yang begitu penting, Jihan memutuskan untuk menonton vidio-vidio di Youtube yang menampilkan pertunjukkan dari TVXQ.TVXQ adalah grup idola favorit Jihan.Dia begitu mengagum

  • The Hijabi Dancer   Gadis Berkerudung Putih

    Dengan mengenakan pakaian muslim berwarna putih bersih lengkap dengan kerudungnya yang panjang, gadis itu terlihat sangat cantik di antara indahnya pemandangan di sebuah tempat dengan hamparan bunga yang begitu cantik di atas sebuah bukit tak dikenal. Langkahnya begitu ringan seolah tak ada yang membebani pikiran dan jiwanya. Semilir angin yang sejuk menyambut setiap alunan langkahnya yang ringan. Angin lembut yang membelai wajah dan menerbangkan kerudung yang dipakainya itu seolah menandakan bahwa alam begitu memanjakannya saat itu. Sungguh itu adalah hal yang sangat kudambakan selama ini, sebuah kedamaian yang belum pernah kurasakan.Dari belakang, kuikuti setiap langkah yang diambilnya. Berharap ada secercah kedamaian miliknya yang akan menular padaku. Berharap sebuah kegundahan tak berujung ini a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status