Share

Part 4. Keluarga baru

Jena begitu riang saat sampai ke rumah megah bak istana itu dengan nuansa eropa yang kental. Parkiran serta halaman yang luas, membuat ia terkesima. Terakhir, setahun lalu, kira-kira, ia masih tak begitu takjub seperti sekarang. Rumah bak istana milik keluarga Maden Hamilton sang penguasa perbankan begitu menakjubkan. Lima mobil mewah berjajar di depan halaman rumah, Jena dan Maden turun dari mobil, mengucap betapa ia terkesima dengan istana itu. Maden hanya terkekeh seraya berjalan dan membukakan pintu besar itu dan meminta Jena masuk terlebih dahulu.

"Wow ... Maden, rumah kalian, sungguh luar biasa," Jena menatap sekeliling. Maden menyuruh asisten rumah tangganya untuk mengambil belanjaan di mobilnya dan membawa ke area dapur. Jena berjalan dengan Maden yang sudah membawanya masuk ke dalam rumah megah itu. Interior serba sentuhan Eropa, tak tertandingi. Selera Valery, ibu dari Maden begitu tinggi memang. 

Suara hak sepatu bersentuhan dengan lantai marmer terdengar, Maden berjalan menghampiri dan menyambut wanuta cantik itu. 

"Mom," sapa Maden. Valery mencium pipi putranya itu, lalu netra matanya menatap pada gadis yang tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah nyonya rumah. 

"Apa kabar nyonya Valery," sapa Jena sambil menundukkan kepala memberikan penghormatan kepadanya. Valery terkikik, wanita itu berjalan menghampiri dan memeluk hangat Jena. 

"Kau masih tak berubah Jena, selalu menyapaku seakan aku ratu kerajaan," pelukan terlepas. Kedua wanita itu tertawa bersama. "So, apa yang membawamu ke rumah ini, Jena?" Valery mengusap kedua lengan Jena dengan tangannya. 

"Jena akan menjadi juru masak kita, Mom, mulai hari ini, dia akan memasak untuk keluarga kita, jadi, kita tidak perlu memesan makanan di restoran mahal terus. Atau, makan terpisah, Jena akan menghidangkan masakan terenaknya untuk kita," Maden bersedekap. Valery membelalakan kedua matanya. Ia terkejut sekaligus senang, Valery tau, jika teman putranya itu bisa dan ahli memasak, tak heran, jika Maden membawa Jena bekerja di rumahnya. 

"Dan, kau akan tinggal di sini, bukan? Aku akan meminta Maid, menyiapkan kam-" 

"Tidak nyonya, aku akan pulang ke apartemenku, aku tidak akan tinggal di sini," Jena tersenyum. 

"Why? Aku akan senang kau di sini Jena, keluarga ini sudah mengenal lama dirimu, sang penyelamat Maden dari perundungan di sekolah dulu, ah... bukan, di kampusnya," Valery tersenyum. Jena ikut tersenyum dan tetap menolak untuk tinggal di rumah mewah itu. 

"Well, kalau begitu, selamat datang di rumah kami, nona cantik. Selamat memasak dan hidangkan kami makanan yang luar biasa ya, Maden ...," toleh Valery menatap putranya yang tertegun melihat Jena. 

"Maden .... " panggil Valery dengan nada menekan. Ia berusaha menyadarkan sikap putranya itu. Jena menepuk tangannya di hadapan wajah Maden. Sontak pria itu terkejut dan terkekeh. 

"Mommy harus kembali ke kantor, Daddy san adikmu akan kembali sore nanti, kita makan malam bersama, 'kan?" Tatap Valery. 

"Yes. Sure Mom, kita makan malam keluarga, bersama, menikmati hidangan yang dimasak Jena," Maden tersenyum. Jena tertawa renyab yang mampu membuat debaran jantung Maden begitu luar biasa berdegup kencang. 

***

Jena langsung bekerja di dapur megah itu, tanpa banyak bicara dan tak mau dibantu siapapun, Jena langsung mempersiapkan hidangan makan malam untuk keluarga Maden. Ayah Maden, bernama James yang merupakan senior bankir terkenal dan CEO salah satu properti ternama di NewYork, beberapa gedung perkantoran ada apartemen mewah berada dalam pengelolaannya. 

Potongan daging sudah ia bumbui dan sedang dimarinasi, ia simpan di lemari es supaya suhunya terjaga baik. Sementaranitu, ia berganti ke hidangan lainnya dan menu kudapan. Ia begitu lincah beraksi di dapur, dua Maid yang tak sengaja mengawasi membuat Jena terkejut dan hampir melemlar spatula dari tangannya. 

"Ya Tuhan. Sedang apa kalian," tanya Jena sambil tersenyum. 

"Maaf nona, kami hanya terkesima melihat nona bekerja di dapur ini dengan cekatan. Bahkan, tak kaku menggunakan semua peralatan di sini, yang, cukup lama tak tersentuh," ujar salah satu Maid. Jena terkekeh, ia memanggil kedua Maid yang berusia di bawahnya itu supaya mendekat ke arahnya. 

"Apa kalian sudah menyelesaikan pekerjaan kalian?" tanya Jena berbisik. Kedua gadisnitu mengangguk. 

"Kalau begitu, duduklah, dan cicipi masakanku ya, ingat, cicipi, bukan membantu, aku masih bisa menghandle semua sendirian," Jena kembali mengaduk adonan berwarna krem itu di baskom bening berbahan kaca tebal. 

"Kau yakin, Nona?" Tampak keraguan daru wajah kedua Maid itu. Jena mengangguk. 

"Duduklah, untuk daging, memang harus menunggu menjelang makan malam nanti jam tujuh, tapi, untuk lainnya, kalian bisa mencobanya, beri aku waktu, mmm ...," Jena melihat ke jam tangannya. "Sepuluh menjt, bagaimana?" Kekehan Jena membuat dua Maid itu ikut terkekeh dan mengangguk. 

Maden, tadi pamit ke Jena untuk kembali ke kantor, ia tak mungkin izin tak berkerja hahya untuk menatap Jena yang membuatnya begitu jatuh cinta, tapi, ia memilih diam dan menjadi pengagum rahasia Jena sejak beberapa tahun terakhir. Sifat tertutup dan pemalu dimasa malu, masih membawanya ke keadaan tak berani memulai secara terang-terangan mendekati Jena yang bak angsa putih yang begitu anggun. 

***

Makan malam pun tiba. 

Jena menyiapkan piring saji di meja makan, kali ini ia membiarkan dua Maid yang sudah tampak kenyang membantu menata piring, sementara ia kembali ke dapur untuk melihat daging bakar yang ia panggang dengan bumbu khas timur tengah. Seperti steik, tapi bumbu rempah menjadi senjatanya. 

"Nona, aku tak yakin, Tuan besar daj Nyonya akan suka makanan timur tengah ini," wajah salah satu Maid begitu tak yakin. Jena terkekeh. 

"Aku justru yakin, kalau mereka akan merasa kekenyangan dengan masakanku. Mm, aku bisa minta tolong padamu?" Tunjuk Jena kepada salah satu Maid. 

"Tentu, nona," jawab gadia itu. 

"Bawa empat porsi untuk dua supir, tukang kebun, dan penjaga gerbang di depan ya, mereka juga harus makan, 'kan?" 

Wajah kedua Maid sumringah, dan terkejut, karena mereka pikir, Jena tak akan membagi masakannya kepada para pekerja di rumah itu. Jelas, Jena akan dengan senang hati membaginya. 

Meja makan sudah terisi semua anggota keluarga Maden, adik perempuan Maden bahkan begitu senang saat tahu jika Jena menjadi juru masak di rumahnya. Makanan sudah tersaji, James, sang kepala rumah tangga tampak mengerutkan keningnya saat menatap makanan yang Jena hidangkan. 

"Selamat menikmati, malam ini, aku memasak nasi khas timur tengah dan daging bakar," ujar Jena yang menatap seluruh anggota keluarga satu persatu. 

Maden meminta Jena ikut makan bersama, tapi Jena menolak, ia akan makan setelah semua anggota keluarga makan malam. Ia tak ingin di anggap sama oleh Maden dan keluarganya, ia tetap profesional. 

"Jena, apa ini, pedas?" tanya James yang merasa tak yakin akan memakan masakan Jena. 

"Cobalah tuan James," Jena membuat James mau tak mau mencoba masakannya. Valery, Maden dan adik perempuan Maden pun mulai memakannya. 

Jena berdiri di sudut meja makan. Memperhatikan seksama wajah yang sedang menikmati hidangannya. 

"Tidak pedas Jena, ini ... enak," kedua bola mata James terbuka lebar. Ia dengan semangat melanjutkan makan dan tersenyum. Maden mengangguk, menyetujui pendapat Ayahnya, Valery bahkan begitu menikmati. Apalagi, kelembutan daging itu sungguh tak diragukan. 

"Apa para Maid dan para pekerha juta kau hidangkan masakan ini, Jena?" tanya Valery sambil menatap. Jena mengangguk. Vakery tersenyum. 

"Maden, kau benar-benar membuat keputuzan yang tepat," ucap Ayah sambil terus menikmati makanannya. Maden tersenyum. 

'Aku mana mungkin salah, Yah, dia wanita ku, dia yang membuat ku bersemangat setiap harinya, aku menganggumi begitu luar biasa.' 

Ucap Maden dalam hati. Jena kembali ke dapur, ia segera menyiapkan pencuci mulur, puding Almond dengan potongan buah segar dan saus fla yang begitu tercium aroma vanilanya, karena Jena menggunakan batang vanila asli sebagai bahannya. 

***

"Terima kasih, Jena, kau membuat semua anggota keluargaku begitu puas menyantap makan malam kami," Maden berjalan bersama Jena ke pintu gerbang, wanita itu akan pulang dengan taksi yang sudah dipesankan Maden. 

"Sama-sama, Maden, besok pagi, aku aka  datang dan pergi ke pasar untuk berbelanja buah dan sayur, aku tak suka jika memakai dua bahan itu yang tidak segar," 

"Ya, tentu. Kau bisa menyetir mobil 'kan, pakailah satu mobil kami, kunci bisa kau minta ke salah satu Maid,"

"Ok. Terima kasih Maden, kau menyelamatkan ku dari krisis, kau sungguh, malaikat tanpa sayap untukku," Jena menggenggam jemari tangan Maden. Membuat pria itu gugup dan salah tingkah. 

"Ah, sudah datang taksiku, terima kasih ya Maden, selamat malam," Jena masuk ke dalam taksi dan menutup pintu. Mobil kuning itu berlalu. Maden masih menatap kepergian taksi yang semakin menjauh. 

"Selamat malam, cantik," lirih Maden. Ia memegang dada kirinya yang begitu berdebar hebat. Lalu berjalan kembali masuk ke pekarangan rumahnya. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
syukurlah Jena bisa diselamatkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status