Share

Part 5. Dia

Tepati janji, Jena sudah sampai di rumah megah Maden di jam setengah enam pagi, ia meminta kunci mobil kepada salah satu Maid dan segera berangkat menuju ke pasar grosir. Ia tak mau ke supermarket, karena kualitas kesegaran sayur dan buah terjamin di pasar grosir itu. Tiga puluh menit kemudian, Jena sampai di lokasi pasar. Ia berjalan sambil meminum sisa kopi dan roti yang ia beli diperjalanan tadi. 

Matanya melirik ke nama toko yang sudah ia hafal betul. King fruits, toko buah-buahan milik Leon, seorang kenalan lama dirinya semenjak pindah ke Newyork. Sapaan hangat diterima Jena dari Leon yang tampak semakin tua dengan waena silver di rambutnya. 

"Apa kabar gadis cantik," sapa Leon sambil menepuk bahu Jena. 

"Baik Paman, Bibi mana? Aku lama tidak ke sini, maafkan aku Paman," Jena mengambil keranjang dan memasukan buah-buahan yang sudah ia catat di dalam kepalanya. 

"Kau sibuk Jena, Paman dan Bibi tau, tak mudah menutup Cafemu itu, semoga kerugianmu bisa tertutupi dengan cepat ya,"

Jena menoleh sambil tersenyum. "Sudah ada gantinya, aku sekarang bekerja sebagai juru masak keluarga kaya raya, untuk itu, aku butuh buah-buahan segar Paman," Jena mengedipkan sebelah matanya. Leon tertawa. 

"Ambilah, pilih, kau bisa terus percaya dengan kualitas buah di sini, Jena sayang," Leon melempar buah pisang ke arah Jena yang ia tangkap dengan tepat, tak meleset. 

"Tentu, terima kasih, ini gratis 'kan?" Jena mengangkat buah pisang di tangannya ke arah Leon. Anggukan Leon menjadi jawabannya. 

"Paman, apa pesanan ku sudah bisa ku ambil?" Jena menoleh, suara bariton seorang pria membuatnya penasaran. Namun, rasa penasaran itu menguap setelah ia melihat sosok pemilik suara itu. 

'Dia! Oh Tuhan,' 

Jena menunduk sambil memasukan tiga kotam strawbery ke dalam keranjang. Lalu melipir ke aeah lain, mengjindar kontak mata dengan pria tersebut. Drew, koki terkenal itu dengan wajah dan pembawaan angkuh luar biasa. 

"Ah! Sudah siap tuan Dew. Biar anak buah kami yabg membawa ke mobilmu, apa kau butuu buah lain? Tampaknya, kau begitu kacau,"

"Tidak. Cukup buah yang kupesan. Dan, ya, kacau sedikit. Ada gadis yang mengacak-ngacak makananku dan membuatku terus berfikir di mana letak kesalahanku. Aku pergi, teri.a kasih, kirim gagihan ke restoranku, Paman." Dengan ketus Drew berbigata kepada Leon. Pria tua itu seakan sudah paham, ia lalu melambaikan tangan dan beralih ke Jena lagi. 

"Sudah kau pilih, Jen?" Leon menghampiri. Jena mengangguk. 

"Paman, apa kau kenal pria tadi?" tanya Jena dengan suara pelan. Leon mengangguk. 

"Apa dia semenyeramkan itu?" Kedua mata Jena menelisik. Leon mengangguk. 

"Jika yabg kau maksud angkuh dan sombong. Jelas. Lihat saja cara ia bernicara, berjalan, dan menatap. Bahkan, semut pun enggan mendekat, tapi, dia pelanggan tetapku, jadi, tetap ku layani dengan ramah,"

Jena menganghuk paham. Ia lalu menyerahkan keranjang dan membayar belanjaannya. Lokasi lain masih harus ia telurusi, kali ini toko sayuran, Jena harua membeli beberapa bahan penting saja, yang memang harus segar saat dimasak. 

Dengan perlahan Jena membawa dua kantung besar berisi belanjaannya hingga ke parkiran mobil, ia menatap sekeliling, berharap tak melihat atau bertemu dengan Drew. Ia bisa mati kutu jika sampai bertemu dengan pria itu. Membayangkan aura dinginnya saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Bagaimana jika berhadapan langsung. 

Jena memasukan belanjaannya di jok belakang, sementara ia harus kembali lagi ke dalam area pasar untuk membeli bahan membuat kue dan puding. 

"Aw!" Jena memekik. Ia melihat ke pergelangan tangan kirinya. Lalu kedua bola matanya berjalan ke arah tangan kekar dan merambat hingga ke kedua netra gelap itu. 

"Kau. Kau wanita itu, 'kan!" ucap Ketus Drew. Jena gelagapan. Ia melepas cengkraman tangan Drew dan berlari keluar pasar. Drew mengejarnya. Terjadilah adegan kejar-kejaran di area pasar, 

"Bukan! Aku bukan orang itu!" Teriak Jena dengan bodohnya. 

"Berhenti kau!" Teriak Drew. Jena berdebar hebat. Ia takut akan dituntut untuk tindakannya karena sudah mengacak-ngacak masakannya. Lari Jena semakin kencang, ia menghindar, hingga sosok Drew tertinggal di belakang. 

Jena mengatur nafasnya, ia memegang dadanya yang berdebar hebat. 

"Hampir saja," Jena lalu membuka pintu mobil. Ia segera masuk dan menutup pintu. Namun gerakannya terhenti saat Drew sudah berdiri di sisi pintu dan menahannya supaya tak tertutup. 

"Penjahat kecil. Turun." Perintah Drew. Jena menggeleng. 

"Untuk apa. Siapa kau! Berani memerintahku!" Jena menolak. Pikirannga kacau, ia hanya ingin segera pergi dari sana. 

Kekehan Drew terdengar. Dengan kuat, ia menarik lengan Jena dan wanita itu keluar dari mobil sambil meringis. Jena menendang tulang kering Drew yang justru membuat Drew hanya tersenyum sinis. 

"Kau. Sudah berani mengacak-ngacak masakanku. Siapa kamu!" Bentaknya. Jena menatap dua netre hitam legam itu, warnanya sama dengan rambut hitam lebat miliknya juga. 

Kekehan sinis Jena membuat Drew menatapnya tajam. 

"Oh. Masakan itu. Well, memang tampak buruk. Asal kau tau tuan koki, rasa masakanmu enak, tapi untuk penyajian, buruk." Pelotot Jena. "Lepas! Aku mau pulang!" Teriak Jena. Drew melepaskan cekalan tengannya pada lengan Jena.wanita itu masuk ke dalam mobil dan dengan cepat pergi dari pasar itu. 

Ia melirik ke spion mobil, menatap Drew yang masih menatap kepergiaannya. "Kau, tampan, sexy dan, panas, tapi, angkuh dan, kasar. Nilaimu terjun bebas dari kriteria pria masa depanku, tuan Drew," Jena menekan oedal gas lebih dalam dan melesat ke arah rumah Maden. Sedangkan Drew, mengambil ponsel dari saku celana jinsnya dan menelfon seseorang. 

"Cari tau wanita yang fotonya ada di ruang kerjaku, dan bawa wanita itu ke hadapanku secepatnya. Akan ku cincang dia seperti daging giling! Wanita sialan! Mengacaukan fokus ku!" Omel Drew sambil memutuskan sambungan telfon sepihak. 

***

"Selamat makan," ucap Jena sambil berlalu menuju ke dapur. Ia menyiapkan hidangan pencuci mulut disaat keluarga Maden sedang makan malam. 

Ponsel Jena berbunyi, nama Reesw terluhat jelas dilayar. Jena tersenyum dan membaca pesan singkat itu. 

Reese : [Jena, kau bekerja di rumah Maden? Wah, aku yakin Maden begitu bahagia] 

Kedua alis mata Jena bertaut. Ia membalas pesan Reese cepat. 

Jena : [haha, ya, uang yang ia tawarkan begitu menggiurkanku. Tugasku pun, hanya memasak]

Lalu pesan selanjutnya masuk. 

Reese : [Ya, ya, ya, Maden tak perlu lagi untuk meluangkan waktunya sekedar menatap dan berbicara denganmu. Apa kau tau inisial M yang selalu mengirimkan mu bunga setiap bulan dengan kata-kata romantisnya?]

Jena : [Maksudmu? Inisial M itu, Maden]

Jena diam, ia menatap layar ponselnya lekat. Lalu balasan Reese membuat Jena terbelalak. 

Reese : [Ya. M itu Maden, si penganggum rahasiamu Jena, seorang pria yang begitu menatap mu bak putri raja]

Jena tak membalas pesan singkat dadi Reese lagi. Ia menoleh, Maden berjalan mendekat dan tersenyum menatap Jena. 

"Kau, makan bersama kami, Jena, ayo," Maden meraih jemari tangan Jena. Membawanya melangkah ke area ruang makan. Jena hanya diam, menatap Maden dari samping yang tampak begitu tampan. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
drew sadis bgt sih wkwkwk....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status