Suara gamelan terdengar dari rumah Mpu Geger. Hari bahagia yang dinanti-nantikan telah tiba. Beberapa waga desa berjalan beriringan menuju tempat hajatan, sementara itu Mpu Geger sebagai tuan rumah telah menyambut kedatangan mereka dengan jamuan dan pertunjukan tari yang ia datangkan langsung dari Blambangan. Pesta itu tergolong mewah jika dibandingkan dengan pernikahan yang pernah digelar oleh warga desa lainnya. Sebagai orang terpandang di desanya, tentu Mpu Geger tak akan mengadakan pesta yang biasa-biasa saja. Apalagi ini adalah pernikahan Utari, putri bungsu kesayangannya.
Damar dan Utari tampak sibuk menyalami tamu yang datang. Utari terlihat cantik dalam balutan busana indah hasil rancangannya sendiri. Semua orang tahu kemampuan Utari dalam membatik, maka ia ingin membuat dirinya istimewa dalam pernikahannya ini lewat karya yang ia buat sendiri. Selendang berwarna hijau semakin menambah sempurna penampilannya di hari bahagia itu. Akhirnya ia dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi putri kerajaan walau hanya semalam saja.
Parwan menatap Damar dari kejauhan. Ia tahu betul dibalik senyum Damar tersimpan beban berat yang harus ia pikul. Parwan mengingat kembali beberapa hari sebelum pernikahan, Damar seperti orang linglung yang kehilangan arah. Ia lebih banyak diam termenung seolah segan melanjutkan hidup. Mulut Damar bisa berkata baik-baik saja, tapi Parwan tahu sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja. Memang, membahagiakan Utari bukanlah perkara yang mudah selama tak ada rasa cinta di hatinya.
Di tengah riuhnya acara, datanglah rombongan berkuda dengan beberapa kereta berbendera kerajaan. Damar terhenyat, apa pun yang berhubungan dengan kerajaan membuat jantungnya berdebar. Apalagi beberapa hari sebelumnya seorang utusan kerajaan datang menyampaikan kabar bahwa putri akan menghadiri pernikahan itu. Damar sangat gugup, ia terus memperhatikan satu per satu orang dalam rombongan itu, namun putri tak kunjung terlihat. Damar tak tahu harus sedih atau bahagia setelah tahu putri tak ada di antara rombongan.
Mpu Geger menyambut para utusan itu dengan bahagia. Ia merasa sangat terhormat karena telah mendapatkan perhatian yang begitu besar dari istana, tak sembarang orang dapat merasakan perhatian macam itu.
"Kami mewakili kerajaan mengucapkan selamat untuk pernikahan putri Anda, Mpu," kata seorang utusan.
"Terimakasih. Sungguh ini suatu kehormatan bagi kami."
"Ini adalah hadiah yang sangat istimewa karena Gusti Putri Sekar Ayu secara pribadi menghadiahkannya untuk putri Anda," kata utusan itu menyodorkan sebuah kotak dengan ukiran emas.
Damar yang sedari tadi hanya diam, langsung terhenyat saat utusan itu menyebut nama Putri Sekar Ayu.
"Putriku sungguh sangat beruntung," jawab Mpu Geger.
"Gusti Putri menitipkan permohonan maaf karena beliau urung hadir."
"Sungguh sangat mulia hati beliau karena begitu memperhatikan rakyat jelata sepeti kami. Tolong sampaikan ucapan terimakasihku untuk Gusti Putri," timpal Utari merasa sangat tersanjung mendapatkan hadiah itu.
"Baiklah. Kalau begitu kami mohon pamit."
"Mari kuantar ke depan," kata Mpu Geger nampak sangat bahagia.
Malam telat larut,
Seluruh rangkaian acara pernikahan telah selesai dilaksanakan. Suara merdu gamelan masih terdengar samar di luar rumah, menemani beberapa warga yang masih menikmati pesta hingga pagi. Damar dan Utari duduk di ranjang pengantin yang telah dihias dengan bunga-bunga dan wewangian seperti kamar pengantin pada umumnya. Keduanya hanya diam, mereka masih sama-sama canggung dan tak tahu harus bagaimana mengawali malam pertama mereka sebagai sepasang suami istri. Walaupun sudah sah menjadi istrinya, Damar masih ragu untuk menyentuh Utari. Sedangkan Utari masih terus menunggu, dalam hatinya bertanya-tanya mengapa Damar hanya diam. Mengapa Damar tak juga menyentuhnya.
"Kakang, apa kau lelah ?" tanya Utari berusaha untuk mencairkan suasana.
"Ah, iya sedikit," jawab Damar canggung.
"Kalau begitu tidurlah." Utari berusaha terlihat baik-baik saja di depan suaminya.
Damar melihat kekecewaan di raut wajah Utari. Setiap wanita pasti menginginkan malam pertama yang istimewa. Bagaimana pun juga Utari telah menjadi istrinya, ia berhak mendapatkan haknya sebagai seorang istri. Sungguh Damar merasa sangat bersalah karena telah mematahkan hati Utari seperti itu. Inilah yang sebenarnya ia maksud, ia bisa menikahi Utari namun tak bisa membahagiannya.
"Utari ..." Damar menghampiri Utari yang tidur membelakanginya.
"Iya, Kakang," jawab Utari yang memang belum memejamkan matanya sedari tadi.
Damar mendekatkan tubuhnya pada Utari, sekuat tenaga ia berusaha melawan perasaannya, memaksa raganya untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami. Walau berat, Utari harus tetap mendapatkan haknya malam itu, begitu pikir Damar. Namun kenyataannya Damar benar-benar tak bisa.
"Ada apa, Kakang ?" tanya Utari saat Damar tiba-tiba bangkit duduk di tepian kasur.
"Utari, jujur saat ini aku masih terlalu canggung. Aku mengenalmu dari kecil. Kau sudah seperti adikku sendiri. Dan pernikahan ini ..." kata Damar menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. Ia benar-benar takut menyinggung perasaan Utari.
"Maukah kau memberiku sedikit waktu lagi ?" tutup Damar.
"Aku mengerti, Kakang. Aku pun demikian," jawab Utari berusaha menutupi rasa kecewanya. Akhirnya ia tertidur setelah beberapa kali menyeka air matanya diam-diam.
Malam semakin larut, Damar tak kunjung bisa memejamkan matanya. Matanya menyapu ke seluruh bagian kamar, tiba-tiba pandangannya berhenti pada satu benda yang sebenarnya sedari tadi telah menyita perhatiannya, yaitu kotak hadiah yang diberikan oleh Putri Sekar Ayu. Ia penasaran kira-kira apa yang dihadiahkan oleh putri untuk pernikahannya. Diam-diam ia membuka kotak itu saat Utari telah tertidur lelap. Setelah ia buka ternyata isinya adalah selembar kain sutra yang indah. Dari kain itu Damar dapat mencium aroma wewangian khas Putri Sekar Ayu. Ia mengingat betul wangi itu karena belum pernah ada wewangian yang dapat merasuk ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Tiba-tiba Damar berangan, andai wanita yang dinikahinya hari ini adalah Putri Sekar Ayu.
"Akulah yang kau cari, Utari," kata Ratu berdiri di hadapan Utari sambil memegangi dadanya. Walau telah siuman, namun efek racun di dalam tubuhnya tak bisa secepat itu hilang. Para tabib telah berusaha memintanya untuk pergi menyelamatkan diri, namun ratu justru lebih memilih untuk menyelesaikan masalahnya dengan Utari. "Bedebah !! Baiklah, aku tak akan bermain-main lagi denganmu !!" teriak Utari marah mengetahui kesembuhan ratu. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung mengayunkan pedangnya ke arah ratu. Dua wanita itu bertarung, keadaan ratu yang belum pulih sepenuhnya membuatnya kuwalahan menghadapi Utari. Damar berusaha bangkit karena begitu mengkhawatirkan keadaan ratu, namun ia tak berdaya karena luka di tubuhnya dan juga hadangan dari anak buah Utari. Tak butuh waktu lama, Utari pun berhasil mengakhiri perlawanan Ratu Sekar Ayu. Ratu terkulai dengan cucuran darah dari mulut dan hidungnya, ia tak berdaya di bawah ancaman pedang Utari. "Kau suda
Utari berhasil memasuki istana Welirang. Istana yang sedang kosong ditinggal para penghuninya berperang di medan peperangan dengan mudah berhasil diobrak abrik oleh Utari dan pasukannya. Tujuannya sudah jelas, menemukan keberadaan Ratu Sekar Ayu. "Katakan dimana ratu kalian ??" teriak Utari sambil mengancam para dayang di istana. Mereka yang ketakutan pun akhirnya dengan berat hati menunjukkan keberadaan Ratu Sekar Ayu. Saat Utari mendobrak pintu, Ratu Sekar Ayu masih terbujur di atas ranjangnya. Tubuhmya masih membiru dengan aroma busuk yang mulai keluar dari luka di lengannya. Utari tersenyum puas menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya upas sewu bekerja pada tubuh ratu. "Lihatlah dirimu sekarang. Apa yang ingin kau sombongkan dariku ?" kata Utari sambil memainkan pedangnya di wajah ratu. "Ini semua tak seberapa. Kau tahu betapa sengsaranya aku selama ini ?? Kematianmu pun tak cukup untuk menghapus luka batinku." Utari menatap ratu dengan penuh kebenc
Pertempuran antara pasukan Welirang dan pasukan Jagalan akhirnya pecah. Pertumpahan darah yang ditakutkan oleh banyak orang pun akhirnya terjadi juga. Saat itu medan perang dipenuhi riuhnya suara pedang, lesatan anak panah dan teriakan para prajurit yang berjuang membela pasukannya masing-masing.Di sela-sela ayunan pedangnya, Raja Widharma tampak mencari-cari keberadaan Pangeran Wiguna. Perang sudah berlalu cukup lama, namun ia tak juga melihat keberadaan putranya itu.Raja Widharma semakin merangsek masuk membelah pasukan lawan, berharap bisa segera menemukan keberadaan Pangeran Wiguna. Ia ingin sekali menghukum putranya itu karena tak mengindahkan larangannya untuk memberontak. Bukannya Pangeran Wiguna, Raja Widharma justru bertemu dengan Utari. Ia sedikit terkejut karena ternyata pasukan itu dipimpin oleh seorang wanita alih-alih Pangeran Wiguna. Raja Widharma ingin beranjak pergi namun Utari memaksanya untuk tetap berada di sana.Utari dan Raja Widharma sal
Keesokan harinya tanpa ada yang tahu peristiwa yang menimpa Pangeran Wiguna,Utari berjalan keluar dari kadipaten dengan baju zirah lengkap dengan senjata di kedua tangannya. Ribuan pasukan Jagalan telah bersiap di depan kadipaten setelah mendapatkan perintah perang dari Utari. Utari berdalih Pangeran Wiguna telah ada di perbatasan menunggu mereka bergabung dengan pasukan sekutu. Para prajurit yang tak tahu apa-apa menurut saja apa kata Utari yang katanya telah ditunjuk untuk memimpin pasukan Jagalan.Utari tak ingin membuang waktu, ia dan ribuan pasukannya segera bergerak menuju Welirang. Hentakan kaki kuda dan sorot tajam matanya sudah cukup menggambarkan betapa siapnya ia untuk bertempur melawan pasukan kerajaan. Ia sangat yakin dapat memporak-porandakan Welirang dengan ribuan prajurit yang telah dilatih dan dipersiapkan oleh ibu suri selama ini menggunakan dana gelap kerajaan Welirang. Sokongan dari pasukan sekutu pun sudah lebih dari cukup dan membuatnya semakin p
Damar dihajar habis-habisan oleh Nyi Gandaruhi. Pertarungan yang tak seimbang itu membuat Damar babak belur. Sementara itu, fajar sudah mulai terlihat di ufuk timur, sinar yang terpancar dari bunga Geniri pun mulai meredup. Satu per satu kelopaknya mulai menutup, bunga itu harus segera dipetik sebelum menutup sepenuhnya. Jika malam itu menjadi malam terakhir ia mekar, maka hilang sudah kesempatan mereka untuk menyelamatkan nyawa Ratu Sekar Ayu. Nyi Gandaruhi nampaknya tahu betul akan hal itu sehingga ia terus berusaha menghalangi Damar agar tak sampai menyentuh bunga itu. Damar tak mau menyerah, dengan sisa kekuatan yang ada, ia kembali bangkit dan berusaha melawan Nyi Gandaruhi. Ratu Sekar Ayu sedang menunggunya, bagaimanapun caranya ia harus bisa mendapatkan bunga itu. Tak apa jika raganya harus hancur di tangan Nyi Gandaruhi, asalkan ia dapat membawa pulang penawar racun itu. Semua orang sedang menggantungkan haparan besar padanya, ia tak mau mematahkan harapan itu.
Utari tersenyum puas saat menerima laporan dari orang suruhannya perihal keadaan Ratu Sekar Ayu. Walau bidikannya tak tepat sasaran, namun ternyata sedikit luka di tubuh ratu sudah cukup untuk menumbangkannya. Untuk beberapa saat ratu masih bisa memperpanjang napas, namun Utari yakin itu tak akan lama karena usaha Damar akan sia-sia belaka, Nyi Gandaruhi tak akan semudah itu dikalahkan. Tak disangka ternyata bidikannya akan mengenai dua mangsa sekaligus, karena pergi ke hutan Larangan sama saja dengan bunuh diri."Damar, sampai saat inipun kau masih memihaknya," gumam Utari sambil melumat habis bunga di tangannya. Tak bisa dipungkiri rasa cemburu itu masih ada. Melihat Damar rela mengorbankan nyawa demi ratu membuat kebencian di dalam dirinya kian bergejolak. Ia semakin berambisi untuk menghancurkan Ratu Sekar Ayu dan kerajaannya.Setelah menerima kabar soal kondisi ratu, Utari segera menemui Pangeran Wiguna untuk membicarakan rencana besar yang akan ia jal
Damar berangkat menuju Hutan Larangan dengan beberapa prajurit bersamanya.Perjalanan panjang melelahkan serta berbagai halangan yang menghadang tak menggoyahkan langkah Damar demi mendapatkan penawar racun itu. Tiga hari perjalanan yang biasanya ditempuh oleh kebanyakan orang, berhasil ia persingkat. Ia mengambil resiko besar mempertaruhkan diri membelah lebatnya hutan yang belum banyak terjamah oleh manusia. Bukan tanpa hambatan, sepanjang perjalanan mereka banyak menemui hal-hal ganjil yang tak masuk di nalar manusia. Mereka sempat melihat manusia berbadan ular, terkadang pasar di tengah hutan, bahkan istana emas dengan dayang-dayang cantik yang hampir saja menyilaukan mata para prajuritnya. Beruntung Damar dapat menyadarkan para prajurit sebelum mereka terjerumus ke dalam dunia mereka.Setelah melalui banyak rintangan, akhirnya Damar dan pasukannya sampai di lereng Hutan Larangan. Mereka segera memeriksa, menyebar ke berbagai arah untuk menemukan Bunga Geniri. Seki
Hari sudah menjelang petang saat Damar tiba di depan gerbang istana Welirang. Ia langsung dihadang oleh para penjaga yang sedang bertugas saat itu. Para penjaga sangat terkejut, setelah bertahun-tahun tak diketahui keberadaannya Damar tiba-tiba berdiri di hadapan mereka. Mereka semakin kaget saat mendapati Ratu Sekar Ayu terkulai lemah di atas kuda yang Damar naiki. Mereka menyangka Damar sedang menyandera ratu untuk tujuan tertentu. Kepala penjaga segera memerintahkan para prajurit untuk segera menyelamatkan ratu."Tunggu !! Ratu sedang membutuhkan pertolongan," teriak Damar, namun tetap tak digubris oleh para prajurit.Damar benar-benar kehilangan kesabaran, ia akhirnya nekat mendobrak gerbang istana lalu menerobos masuk ke dalam istana. Tak ada gunanya berdebat dengan para penjaga, keselamatan ratu jauh lebih penting baginya.Kuda itu terus melaju memasuki istana. Para penjaga pun tak tinggal diam, mereka mengejar Damar sehingga menimbulkan keributan di dalam
Ratu berjalan keluar dari pendopo kadipaten, langkahnya tiba-tiba terhenti, wajahnya sangat terkejut saat ia tanpa sengaja mendapati Utari berdiri di ambang pintu. Setelah bertahun-tahun menghilang tanpa jejak, bagaimana bisa ia bertemu dengannya lagi di Kadipaten Jagalan. Ratu benar-benar membeku melihat Utari berdiri di hadapannya.Tak hanya ratu, Utari pun sempat membeku beberapa saat. Jantungnya bergetar hebat saat berhadapan langsung dengan Ratu Sekar Ayu. Setelah sekian waktu berlalu, ratu masih tetap terlihat sama, wajah itu mengingatkannya kembali pada luka masa lalu, mengingatkan kembali pengkhianatan Damar dan semua penderitaannya. Utari semakin dengki melihat kecantikan Ratu Sekar Ayu, ingin rasanya ia cabik-cabik wajah orang yang sedang berdiri di hadapannya itu.Utari sebenarnya tak berniat menampakkan diri sebelum ambisinya terpenuhi. Ia ingin menjadikan dirinya sebagai kejutan terbesar saat ia berhasil membalas dendam pada ratu, namun karena kebencian ya