Taman belakang markas Obsidian
Adrius sedang duduk ditaman menikmati kopi hangat dan semilir angin sore, dia mengenang Alcie, wanita yang sanggup memporakporandakan hatinya, dia tidak menyangka akan jatuh cinta begitu dalam kepada gadis dingin itu, sebelum dia bisa mengungkapkan perasaannya, Alcie telah tiada. Beribu penyesalan bersarang di hatinya.
Alcie dingin namun selalu memperhatikan keselamatan tim nya, dia rela menderita demi menjamin keselamatan dan keamanan rekan timnya, di balik datar ekspresi wajahnya, tersembunyi perhatian besar kepada semua anggota timnya.
Alcie selalu mengingat bahkan memberikan hadiah manis saat ulang tahun rekan rekan satu timnya. Walaupun tidak diberikan langsung dan pasti hanya digantungkan di gagang pintu.
Perhatian dan sikapnya yang bijaksana menjadikannya sebagai Kapten kesayangan kami, walau aku akui, aku yang sering dan berbeda pendapat dengannya, dia sangat keras kepala, namun entah mengapa aku semakin terperosok ke dalam pesonanya.
Suatu waktu aku sakit, Alcie dengan sabar menunggui dan merawatku, walau dengan wajah datar dan ucapan pedasnya, dia merawatku hingga pagi, dia berkilah sudah menjadi tanggung jawabnya merawat rekan setim yang sakit, padahal di sana ada perawat yang menungguku.
Dia pernah menghalangi peluru yang akan bersarang di dadaku, beruntung dengan gerakan cepatnya menyelamatkanku, akhirnya dia yang terkena serempetan peluru di perutnya.
Saat misi Drump, Aku dan Alcie harus melakukan pengintaian berbahaya di distrik Jeolom, distrik yang sangat berbahaya, sarang pelaku kriminal. Varro berhasil mengalihkan perhatian penjaga di sebuah club di Jeolom.
Brian sang sniper memantau keadaan dari atas gedung dan bersiap dengan senjatanya, Gerrald standby dimarkas dengan peralatan elektroniknya, Aku dan Alcie masuk ke dalam klub, kami menyamar menjadi 2 orang pria.
Aku memakai kacamata yang dilengkapi dengan kamera agar memudahkan Gerrald mengarahkan kami.
Setelah berhasil memasang penyadap. Kami mengincar kunci yang menggantung di leher seorang pimpinan gembong narkoba, menurut informasi yang dipercaya, kunci itu adalah satu-satunya yang dapat membuka brankas berisi bukti-bukti dan jaringan narkoba di negeri ini.
Pimpinan gembong narkoba adalah seorang homoseksual, Alcie menyarankanku untuk menggoda sang pimpinan, tentu saja aku tolak mentah-mentah, namun apa mau dikata semua suara bulat memilihku menjalankan misi dengan peran lelaki penggoda.
Aku dekati pimpinan gembong narkoba itu dengan perasaan jijik, dengan senyuman mautku, pimpinan itu langsung bertekuk lutut. Pada saat aku berhasil mencuri kunci itu, si lelaki jahanam gembong narkoba ini berusaha menciumku, saat mendekatkan mulut kotornya ke arah bibirku, dia melihat ada kamera di kacamataku, tentu saja dia murka, saat dia bersiap memaki dan berteriak dengan gerakan kilat, Alcie memukul tengkuk lelaki jahanam itu hingga pingsan.
Gerakannya sangat natural sehingga dari jauh terlihat Alcie hanya sedang menepuk pundak sang gembong narkoba, dan dengan sigap kurengkuh tubuhnya, sehingga terlihat kami sedang berpelukan, bodyguard yang sedang berjaga tidak merasa curiga sedikitpun.
Aku menelungkupkan tubuh pimpinan gembong mafia itu di atas meja bar. Sayangnya salah satu bodyguard menyadari ada sesuatu yang salah, sehingga aku tertangkap basah membuat pingsan sang pimpinan.
Aku melarikan diri tunggang langgang bersama Alcie, bodyguard sang pimpinan sangat banyak, kami tidak bisa melewati gerbang depan, sehingga Brian tidak banyak membantu, kami kabur lewat pintu belakang.
Sepertinya sang pimpinan narkoba mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari kami. Kami merasa buntu, sambungan komunikasi kami terputus karena kami berlari begitu cepat dan harus melumpuhkan beberapa bodyguard, yang tersisa hanya kacamata berkamera. Kami sangat mengandalkan Gerrald agar mengetahui posisi kami dan menyuruh Varro menjemput kami.
Nafas kami hampir putus, karena kami memiliki kunci brankas. Bodyguard sang pimpinan tidak akan dengan mudah melepaskan kami, mereka akan mencari kami hingga ke lubang semut bahkan mungkin sampai esok hari.
Kami bersembunyi di sebuah gang sempit, mungkin lebarnya hanya 1,5 meter di sebelah kami ada tempat pembuangan baju bekas, banyak pula kucing liar berkeliaran di gang tersebut.
“Apakah kau masih sanggup berlari?” Tanya Alcie.
“Maaf Kapten aku minum terlalu banyak tadi” Keluhku, saat menggoda pimpinan tadi aku minum berapa sloki vodka untuk merebut perhatiannya. Dan sekarang aku berlari marathon, ditambah harus melumpuhkan beberapa bodyguard.
“Lemah” Ucap Alcie pedas.
Lalu Alcie mengacak-acak tempat pembuangan baju bekas, dia membawa mantel wanita berwarna marun yang masih layak pakai dan sebuah coat pria berwarna coklat terang. Aku hanya memperhatikan dan menunggu apa yang akan dia lakukan.
“Buka bajumu” Perintah Alcie.
“Apa?” Ucapku terkejut.
Saat dia menyerahkan coat coklat baru aku paham, cepat-cepat kuganti bajuku dengan coat, dia pun membuka bajunya dan menggantinya dengan mantel marun, lalu membuang baju kami ke tempat pembuangan baju bekas, kulihat dia memoleskan lipstik merah di bibirnya.“Kapten, kau membawa lipstick saat misi seperti ini?” Racauku.Entahlah mungkin aku sedikit mabuk, sehingga menanyakan hal tidak penting kepada Alcie.Alcie membuka bagian bawah lipstick tersebut, terdapat suatu alat, sepertinya bisa dijadikan alat kejut, aku mengangguk-angguk paham.Beberapa bodyguard menghampiri kami, mereka melangkah memasuki gang. Alcie menjadi pucat, walaupun mereka telah mengganti baju, namun bisa saja mereka mengenalku, karena wajahku pasti terekam CCTV , sedangkan Alcie telah berub
Misi dijalankan dengan sukses, tim Obsidian merayakan hal tersebut dengan minum-minum dan makan malam dengan daging panggang ala-ala BBQ.Alcie mengacuhkanku, setelah insiden ciuman kami, dia tidak berbicara padaku satu patah kata pun, sedangkan dengan yang lainnya, dia bergurau seperti biasanya, memuji pekerjaan mereka, karena bekerja dengan sangat bagus. Namun Adrius tidak mendapatkan itu.Alcie mohon izin untuk tidur terlebih dahulu, tinggal Aku, Brian, Varro dan Gerrald yang ada di atap menyelesaikan BBQ kami sambil mengobrol ringan.“Kulihat Kapten mendiamkanmu Ardius.” Selidik Brian.Brian memang sangat peka.“Apa kau membuat kesalahan yang besar?” Tanyanya lagi.
Kediaman keluarga AlexJenny POVAku tertelungkup di kasur yang nyaman, tanganku memegang sebuah balpoin, kutuliskan memori-memori asing yang bermunculan di kepalaku. Kutuliskan semua itu dalam buku berwarna biru, diary pink yang kumiliki sebelum hilang ingatan, tak pernah kusentuh, entahlah aku merasa tidak berhak menambahkan sesuatu di buku itu.Pistol, darah, pisau, lautan, gunung es, penyekapan, bergelantungan di atas gedung dan Adrius. Adalah kata-kata yang kutulis di buku diaryku.Aku bangun lalu menatap pantulan diriku di cermin.“Siapa kau? Apakah benar kau adalah Jenny? Kalau bukan Jenny, lantas siapa dirimu? Apakah kau siap menerima kenyataan jika kau memang bukan Jenny? Apa kau siap kehilangan Mom, Dad, sahabat dan kehidu
Keesokan harinya.“Hei Jenny, tumben sekali kau tidak terlambat. Apakah matahari terbit dari barat?” Sindir Anastasia.Stefany hanya diam tidak ikut menimpali, karena dia pun sering terlambat bila ada kuliah pagi.Kami sedang duduk di lorong, menunggu kelas dimulai.“Mata kuliah kebangsaan akan diajar oleh Profesor dari luar kampus, aku berharap dia tampan dan rupawan” aku tersenyum sambil membayangkan bila mendapatkan Profesor yang tampan rupawan.“Jangan berharap terlalu tinggi, setahuku seorang Profesor pasti sudah tua” Ucap Stefany.“Masih ada harapan pada asistennya” ucapku penuh k
Kantin Kampus“Dosen kita sangat tampan!” Ujarku bersemangat.“Setuju” Anastasia menyetujui.“Ya, dia memang tampan” Aku Stefany.“Wow, biasanya kalian akan menghinaku apabila aku menyebut seorang laki-laki tampan” Ejekku.“Sepertinya hanya orang dengan gangguan penglihatan yang menyebut Profesor Adrius jelek” kekeh Anastasia.“Saat pertama bertemu dengannya, aku yakin dia adalah jodohku” Ucapku sambil tersenyum.Anastasia dan Stefany menatapku jengah, setiap melihat laki laki tampan Jenny selalu bersemangat mengejarnya, namun bila laki-laki itu sudah meny
Keesokan harinya di kampus“Hari ini jadwal aku mengajar di kelas Jenny, awas saja kalau gadis itu tidak mirip dengan Alcie” Ancam Varro untuk Gerrald.“Buktikan saja sendiri, kalau gadis itu mirip dengan Alcie, kau harus membeli sarapan selama sebulan kedepan” Tantang Gerrald.“Baik” Ucap Varro menyetujui taruhan.“Kau tidak membeli sarapan untuk kita?” Tanya Brian.“ID Card-ku tertinggal di ruang dosen, bila membeli tanpa kartu itu, kau tidak akan mendapatkan diskon” Gerrald beralasan.“Lihatlah ke depan saat berjalan,
Satu bulan telah berlalu semenjak penolakan dari Adrius, namun aku masih saja terus mengejarnya tanpa rasa lelah.Bukankah pribahasa mengatakan sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan retak juga, para pujangga juga berkata cinta bisa datang karena terbiasa. Dua kalimat itulah yang menjadi penyemangatku masih mengejar Adrius.*Kediaman Keluarga AlexBesok adalah hari senin, ada kuis untuk mata kuliah Kebangsaan, dan sialnya weekend kemarin Mom mengajakku glamping, aku tak sempat belajar untuk kuisku, saat di kelas pun aku hanya sibuk memandang wajah sempurna milik Adrius.Adrius, dia seperti candu untukku, dalam sehari bila tidak melihatnya aku akan sakau. Berlebihan seka
Aku tak tahu alasan Emelly membenciku, seingatku aku tak pernah merebut apapun miliknya. Sepertinya Emelly adalah salah satu gadis yang cemburu padaku, selain kalah cantik dan kaya, semua laki laki yang menjadi incarannya malah mendekatiku. Namun sama seperti yang lainya dia tidak pernah berani menggangguku, mungkin dia pikir, ini saat yang tepat untuk menindasku. Emelly adalah murid penerima beasiswa seperti Anastasia, seharusnya dia termasuk mahasiswa kurang mampu, namun kulihat pakaian dan aksesoris yang dipakainya selalu merek terkenal. Aku tidak pernah memikirkannya, selama dia tidak meminta uang padaku untuk membeli baju, untuk apa aku peduli. “Aku sungguh tidak sengaja Emelly” Aku meyakinkan Emelly. “Emelly, kulihat kau tidak terluka, cepatlah ganti bajumu” Stefany membelaku.