Share

Bab. 7

Setelah diizinkan, Lula masuk dan duduk dikursi penumpang bersama seorang pria oriental yang sudah setengah mabuk. Pria itu menatap tubuh Lula yang hanya berbalut kain tipis pun kini tak bisa menahan diri. Baru saja ingin menyentuh kulit mulus Lula, pria itu sudah pingsan lebih dulu. Ternyata Lula menyuntikkan sebuah obat bius pada pria itu. Ya, Lula sudah menyiapkan sebuah suntikan sebelum ia menaiki mobil itu.

 

 

 

Lula mendorong tubuh pria yang pingsan itu agar bersandar pada punggung kursi.

 

 

 

"Nona, apa kau mau ikut kami?" tanya pria disamping si pengemudi.

 

 

 

"Terimakasih, mungkin besok-besok saja," jawab Lula lembut seraya tersenyum manis.

 

 

 

"Come on, Nona. Kau tidak akan menyesal sudah ikut dengan kita, kita akan bersenang-senang. Ku jamin kau akan menyukainya." Si pengemudi pun ikut menimpali ucapan temannya sembari tersenyum penuh makna.

 

Lula sangat faham maksud kedua pria itu, namun ia berusaha untuk tetap tenang agar tak menimbulkan kecurigaan ataupun keributan nantinya.

 

 

 

"Maaf tuan-tuan yang tampan, malam ini aku sudah menjadi milik orang lain. Mungkin kita akan bersenang-senang besok?" Lula berucap seraya mengerlingkan matanya.

 

 

 

Kedua pria itu saling tatap kemudian mereka tertawa terbahak-bahak. "Oh, Nona. Kau sangat menggemaskan sekali."

 

 

 

Setelah mendekati tempat tujuannya, Lula meminta mereka untuk menghentikan mobilnya. Setelah mobil itu berhenti tepat didepan sebuah bangunan tua yang masih berpenghuni, Lula segera keluar dan tak lupa mengucapkan terimakasih.

 

 

 

Kedua pria itu terheran saat Lula meminta berhenti didepan rumah kumuh. "Nona apa ini tujuanmu? Kau sedang tidak membohongi kami, kan?" tanya pria yang ada disamping pengemudi.

 

 

 

"Tentu tidak, kau tidak lihat jika penampilanku sudah sangat sempurna?" Lula menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum aneh.

 

 

 

Kedua pria itu melihat senyum Lula sedikit aneh. Wanita itu terlihat cantik, sexy, dan manis, tapi ada aura lain dalam dirinya yang tak mereka ketahui. Kedua pria itu menelan ludahnya, mereka memilih percaya pada Lula sebelum melajukan kendaraannya meninggalkan Lula sendirian dalam gelapnya malam.

 

 

 

Setelah mobil itu hilang dari pandangannya, Lula segera membuka tas kecilnya dan memakai kembali pakaian hitam serta penutup wajahnya. Setelah semua terlihat sempurna, Lula berjalan menuju tempat yang ia tuju. Lula sengaja berhenti sekitar seratus meter dari tempat tujuannya agar bisa mengganti pakaian dan menghindari kecurigaan dua pria tadi.

 

 

 

Sama halnya saat ia melompati tembok pagar rumahnya, Lula kini harus melompati tembok pagar kembali. Kali ini ia harus melempati tembok pagar Universiras A yang tidak jauh lebih tinggi dari tembok pagar rumahnya.

 

 

 

Ya, Lula pergi ke Universitas A demi mendapatkan sebuah benda yang telah ia simpan didalam dan luar area kampus. Benda kecil yang akan membawanya pada Diki. Semoga saja begitu!

 

 

 

Tepat di depan ruang fakultas kedokteran, Lula segera membuka pintu salah satu kelas yang terkunci dengan menggunakan jepit rambut yang berbentuk hampir menyerupai jarum. Tak lupa Lula selalu menengok kanan dan kirinya agar ia tidak kecolongan jika saja ada petugas yang sedang berjaga melihatnya.

 

 

 

 

Setelah memasuki kelas kedokteran, Lula membuka jendela yang mengarah pada jalanan depan Universitas. Dengan penuh kehati-hatian dan waspada, Lula menaiki jendela yang telah terbuka itu, ia meraih sebuah benda berbentuk bulat persis seperti kancing baju lalu meletakkannya didalam saku kain yang ada dipergelangan tangannya.

 

 

 

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Lula pergi dari kampus menuju rumahnya. Lagi-lagi Lula harus dibuat bingung, bagaimana caranya pulang? Jalan kaki kah? Oh, no!

 

 

 

Hampir satu kilometer Lula berlari, setitik kecil cahaya dari kejauhan yang ia yakini bahwa cara itu berasal dari sebuah mobil yang sedang melaju membuat Lula tersenyum samar. 

 

 

 

Dengan gerakan kilat, Lula membuka seluruh kain hitam yang ada ditubuhnya kemudian membakarnya. Lula membakar kain itu tepat didepan pagar kayu rumah seorang warga. Cukup lima detik untuk membuat kain itu hilang dari pandangannya, tak ada jejak bakar sedikitpun disana karena Lula menggunakan sebuah kartu sulap yang bisa membakar sesuatu tanpa asap dan bekas. Lula mendapatkan kartu sulap itu dari seorang pria paruh baya di Amerika saat ia sedang liburan dua tahun lalu.

 

 

Benar saja, cahaya yang ia lihat memang berasal dari sebuah mobil. Sebuah MPV hitam melaju semakin melambat saat mendekatinya. Tanpa harus berteriak dan berdiri ditengah jalan, mobil itu sudah berhenti dengan sendirinya tepat disamping Lula.

 

 

 

Saat kaca pintu mobil terbuka, Lula bisa melihat jelas seorang pria tampan yang tak asing. Oh, shit! Itu adalah pria yang pernah menjadi perhatian anak kampus beberapa waktu silam, dan pria itu juga yang menghampirinya saat ia sedang mendengarkan penjelasan dari seorang wanita penolong Diki saat Diki diperlakukan tidak adil di kampus. Ya, dia adalah Leonard Alison.

 

 

 

"Ayo masuk," seru pria tersebut.

 

 

 

Lula menaikkan salah satu alisnya.

 

 

 

"Kau teman adikku, kan?" tambahnya lagi.

 

 

 

"Oh, ternyata wanita kemarin itu adiknya," batin Lula.

 

 

"Hey, mau masuk atau tidak?" serunya kembali saat Lula hanya menatap kosong kearahnya.

 

 

 

Tanpa membalas semua ucapan pria itu, Lula membuka pintu bagian tengah. Lula lebih memilih duduk dikursi penumpang karena ia merasa tak begitu dekat dengan pria itu hingga harus duduk bersebelahan dengannya.

 

 

 

"Hey, apa kau kira aku supirmu?" tanya Leon.

 

 

 

Lula tak bergeming, ia menatap kearah samping kanan jendela dengan muka datar. Ia memilih untuk menulikan telinga dari pada harus meladeni pria itu.

 

 

 

"Baiklah jika itu maumu, gue nggak akan jalan sampai lo pindah kedepan."

 

 

 

Merasa hanya sebuah ancaman biasa, Lula masih tak bergeming dari tempatnya. Hingga lima belas menit mereka berdiam didalam mobil yang belum menyala tanpa sepatah kata, akhirnya Lula pindah ke kursi depan samping kemudi. Lula tidak keluar dari mobil, ia pindah dengan melangkahi bagian tengah kursi depan.

 

 

 

Leon hanya tersenyum simpul melihat tingkah Lula. Wanita ajaib, fikirnya. Bagaimana seorang wanita yang memiliki hampir kesempurnaan fisik berprilaku sbromo seperti ini? Sangat menarik!

 

 

 

Leon menjalankan kembali mobilnya, namun beberapa detik kemudian, "Stop!"

 

 

 

Leon menghentikan mobilnya, ia menatap Lula dengan salah satu alis dinaikkan.

 

 

 

"Putar balik, rumah gue bukan kearah sana."

 

 

 

Leon hanya menggelengkan kepalanya pelan seraya tersenyum tipis. Ia berulang kali membuka obrolan namun Lula seolah bisu, hingga ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi pun Lula tak bergeming sama sekali. Lula membuka suara hanya pada saat mengarahkan jalan pulang kerumahnya saja, selain itu hanya ada kesunyian disepanjang jalan.

 

 

 

Setelah tiba dibelakang halaman rumahnya, Lula meminta Leon untuk menghentikan lajunya. Seperti halnya ia pergi dengan memanjat tembok pagar rumahnya, begitu juga yang ia lakukan saat kembali. Ia tidak perduli jika Leon melihat aksinya. Antara tidak perduli atau lebih ke percaya, entahlah!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status