Share

Diki Gone

"Jangan kaget, Kak. Dia memang begitu, wanita cantik paling horor dikampus ... dulu hingga sekarang."

Leon menaikkan salah satu alisnya, dulu hingga sekarang?

"Dia itu mahasiswi Universitas A, satu tingkat sama aku, tapi dia udah lulus lebih dulu hampir satu tahun lalu."

"Pinter dong," sahut Leon.

"Ya, denger-denger sih memang pinter banget. Banyak juga dosen yang muji otaknya." Jane meminum jus miliknya.

"Yang begitu cocok untuk dijadikan teman, siapa tahu pinternya nular kekamu, Jane." Jane terbatuk mendengar ucapan Leon, teman? Yang benar saja.

"Meski beruntung jika menjadi teman dekatnya uhukk, tapi gak ah, serem!" seru Jane disela batuknya.

Serem?

"Serem apanya?" tanya Leon penasaran.

"Ya serem aja. Kalo udah marah, seisi cafe ini bisa abis gak bersisa."

Leon tampak berfikir. Entah apa yang pria itu fikirkan tapi jika dilihat dari raut wajahnya, ada sesuatu yang serius yang tidak orang lain ketahui. Leon menarik sedikit salah satu sudut bibirnya.

......

Didalam mobil dalam perjalanan pulang, Lula memikirkan perkataan wanita dicafe tadi. Ia tak habis fikir, anak kuliahan yang katanya berpendidikan bisa tega membuli dan melukai fisik seseorang yang tak memiliki kesalahan apapun pada mereka.

Lula melajukan kendaraannya menuju rumah Diki. Diperjalanan, tiba-tiba Lula teringat sesuatu. Wanita itu, wanita yang sama yang ada didalam cctv. Ya, Lula baru ingat jika Jane adalah satu-satunya wanita yang berani menolong Diki dari segala macam bulian dikampus. Meski wanita itu tidak melawan para mahasiswa itu, setidaknya Jane patut diberi jempol atas niat baiknya.

Setibanya dirumah Diki, Lula langsung masuk kedalam rumah. Ia tak segan untuk masuk kesana tanpa mengetuk pintu, namun ia masih mengucapkan salam agar orang yang ada didalam tahu bahwa dirinya hadir.

Karena hampir jam makan siang, meja makan sudah terhidang beberapa masakan yang menggugah selera Lula, namun tak ada satupun keluarga Diki disana, hanya ada dua orang pembantu rumah tangga.

Lula mendudukkan tubuhnya dikursi meja makan dibaris kedua setelah meja utama. Ia sadar diri bahwa kursi itu milik tuan rumah. Baru meneguk beberapa tegukan air putih, Diki terlihat berlari menuruni anak tangga setelah mendapat pesan dari Lula yang mengatakan bahwa ia ada dimeja makan.

Tak lama disusul Mami dan Papi Diki berjalan dari arah belakang punggungnya. Mereka makan dengan lahap, terlebih Lula yang sangat menikmati masakan rumahan ini. Meski yang masak bukan Mami Diki, tapi makanan ini sangat enak dilidahnya.

Lula sangat menginginkan bisa merasakan masakan seorang Ibu, Mamanya tak pernah sekalipun memasak untuknya. Mama dan Papanya hanya sibuk dengan semua usahanya, jika tidak Inah yang memasak, mungkin ia akan makan diluar.

Hanya dirumah Diki, Lula bisa merasakan bagaimana rasanya masakan seorang Ibu saat Mami Diki memasak. Meski Mami Diki tak serajin Ibu-Ibu pada umumnya yang memasak setiap hari, tapi setidaknya satu minggu sekali Diki masih bisa merasakan masakan Maminya.

"Kamu dari mana, La?" tanya Mami Diki.

"Kampus, Mi." jawab Lula masih disela kunyahannya.

"Ngapain?" tanya Diki dan Mamanya kompak.

Lula menghentikan aksi makannya, ia mendongak menatap kedua orang itu bergantian. "Main." jawabnya singkat.

Diki beserta orang tuanya kaget, bukankah Lula tak punya teman selain Diki? Main sama siapa, fikir mereka.

Namun Diki sedikit tersadar, ia lupa bahwa temannya satu ini adalah orang yang memiliki emosi yang tak bisa ditahan. Apakah  Lula membuat onar dikampus? Karena sejak kedatangan Lula ke kampus beberapa hari lalu, wanita ini terlihat menahan emosi namun tak sampai melampiaskannya. Tidak mungkin bukan, jika hampir tiga bulan diluar negeri wanita ini bisa memiliki sedikit stok sabar? Impossible!

Lula melanjutkan makannya tanpa meladeni tatapan bingung ketiga orang yang ada disekitarnya. Setelah makan, Lula dan Diki beranjak menuju ruang tamu, Diki sudah tak sabar untuk menanyakan tentang keberadaan Lula dikampus hari ini.

"Kamu ke kampus ....." Diki tak melanjutkan ucapannya, dan Lula hanya menganggukkan kepalanya mengerti pertanyaan Diki yanh hanya sepotong itu.

"La, please. Aku takut kamu masuk penjara, kalo sampe ada yang menuntut kamu gimana coba?" seru Diki dengan wajah anehnya. Mulai deh, lebay!

Lula ya Lula, tak akan perduli perkataan orang lain meski itu sahabatnya sendiri, lagi pula ini demi kebaikan Diki, agar anak ini tidak mendapatkan bulian lagi.

Sepulang dari rumah Diki, Lula mampir kesalah satu mini market yang ada dipinggir jalan. Halaman parkir yang cukup luas membuat Lula tak berfikir dua kali untuk membelokkan mobilnya.

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Lula keluar dan hendak pulang. Namun ada yang aneh dengan mobilnya, setahunya tadi ia tidak mengunci mobilnya, tapi kenapa pintunya tidak bisa dibuka?

Lula mencoba membuka kembali namun tetap tak bisa. Tidak mungkin 'kan ada yang masuk kedalam? Mobil Lula sudah dimodifnya seprivat mungkin. Hanya sidik jarinya saja yang bisa membuka jika tidak ada kunci. Kunci ada didalam mobil tapi sidik jarinya juga tak dapat membuka pintu mobil.

Ehheemm...

Deheman seseorang membuat Lula membalikkan badannya. Pria yang sama dengan yang ada dicafe tadi, pria yang menyapanya. Leonard Alison.

"Kamu ngapain dimobil saya? Mau mencuri?" tanya pria itu lancar dalam bahasa Indonesia namun dengan logat barat yang kental.

"Mobil kamu?" tanya Lula balik memastikan.

Leon menekan alarm yang ada ditangannya, dan ya, mobil itu mengeluarkan bunyi 'bip' sebanyak dua kali, pertanda pintu mobil telah unlock.

Lula lantas mengedarkan pandangannya keseluruh halaman parkir. Dan benar saja, ternyata mobilnya ada dibalik sebuah mobil sedan hitam. Astaga, yang benar saja!

"Sorry, Sir."

Lula melenggang setelah mengucapkan kata maafnya. Ya, Lula tak sungkan mengucapkan kata maaf jika dia memang bersalah. Namun Lula tetapla Lula, tak ada hangat-hangatnya dalam berucap maupun berekspresi.

Sedangkan Leon yang melihat Lula pergi menuju mobilnya yang ternyata sangat mirip dengan mobilnya hanya tersenyum memperhatikan cara berjalan wanita itu. Tegap, tak ada ekspresi, tak ada pula kesombongan diwajahnya.

"Heh, menarik."

Lula yang telah berada didalam mobil hanya bisa mengumpati dirinya sendiri, kenapa juga dia bisa salah mobil. Bukankah seharusnya dia melihat nomor plat nya setelah pintu mobil tak bisa terbuka?

"Dasar bodoh," umpatnya seraya menggelengkan kepala.

Lula melesatkan kendaraan rosa duanya menuju rumahnya dengan cepat.

..........

Tiga minggu lagi Lula akan mulai berkuliah di Universitas A untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Lula sedikit gelisah meninggalkan Diki sendirian dikampus. Meski sudah memberi peringatan pada para mahasiswa disana, tapi tidak ada yang menjamin keamanan pria lugu nan cupu itu. Untuk saat ini hidup Lula hanya penuh dengan Diki.

Tepat malam ini, orang tua Diki mendatangi rumahnya dalam keadaan menyedihkan. Mereka menangis sembari berteriak didepan pintu rumahnya. Betapa mengejutkan saat mengetahui bahwa Diki tidak pulang kerumah dalam dua hari ini. Bagaimana bisa? Diki tak punya teman selain dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status