Sang dokter tercengang bukan main. Dari sana mereka berdua mulai berpikir kalau itu hanya bulu harimau tua yang tinggal lama di dalam hutan.
“Tidak mungkin, mana ada Rubah hidup di sini?” keluh si dokter.
“Kami juga terkejut bukan main, Dok. Rasanya mustahil melihat ini,” sahut si wanita itu merunduk.
Sang dokter semakin berpikir, sedangkan si perawat semakin tak percaya, “Aneh sekali, bukan?” keluhnya menggerutu.
***
Kampus Arkeologi yang masih disibukkan dengan gosip yang mulai beredar, sedangkan masalah perubahan sifat dan kelakuan Nevan berbanding seribu.
Perubahan itu membuat orang lain merundung kecemasan membuas di antara pemikiran mereka.
“Kurasa dia sudah dirasuki oleh iblis yang tinggal dalam hutan kemarin,” bisik dari salah satu gadis bersama dengan para kawan-kawannya.
“Kurasa benar,” sahut kawannya.
Nevan masih melewati para wanita yang berbisik demikian, sedangkan mereka yang berdiri sambil menatap dirinya malah menjauhi Nevan sambil mengucilnya dengan ketus.
“Dasar manusia aneh!”
“Kerasukan setan hutan kali!”
Sambung menyambung dari para wanita penggosip sedikit membuat ia semakin menggeram.
Namun, naluri jiwa lemahnya mencoba meredam demi kenyamanan untuk tinggal. Nevan yang tak kuasa menahan rasa malu sekaligus risih, ia pun memasuki ruang perpustakaan yang ada di sebelah jalannya.
Melihat para orang-orang yang sibuk membaca buku, mereka pun sontak menghindar dirinya tanpa memasang wajah ramah.
Salah satu pria sengaja menabraknya dengan kuat.
Brak!
Tubuh Nevan tersenggol, tetapi malah beralih ke lain arah.
“Eh, sangaja!” ketus si pemuda itu.
Nevan meliriknya dengan tatapan tajam, pria yang menabraknya adalah orang yang sama saat ia berada di luar.
“Hemm, huuft!” dengusnya sambil menatap punggung si pemuda gangster kampus itu.
Sembari menyingkirkan diri di dalam ruang perpustakaan yang mulai agak sepi. Felix dan Bellona mengikuti jalannya hingga bersembunyi di balik lemari buku-buku.
Gerak-gerik mereka mulai mengacaukan indera penciumannya.
Akan tetapi, Felix dan Bellona sempat bernapas lega di balik dinding lemari tinggi. Nevan menaikkan alisnya, lalu menyelinap dengan cepat ke arah keduanya bersembunyi.
“Haaa, kok Nevan nakutin banget sih? Apa iya dia kesambet gitu?” keluh Bellona membungkuk.
“Ah, entahlah! Yang penting kita cari tahu dulu,” putus Felix.
Sontak mata Bellona terkinjat akibat sosok Nevan sudah di depan matanya.
“Hah?!!” sergahnya.
“Apa? Apa?” tanya Felix kebingungan.
Telunjuk Bellona menunjuk ke arah belakang punggung Felix yang sudah berdiri dengan tegak.
“Nevan,” sebutnya.
“Hah?!”
Felix membalikkan badannya, sedangkan Bellona mulai menegakkan pandangannya.
“Nevan??” sapa Felix terheran.
Nevan masih terdiam dengan tatapan dingin, “Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya mengernyitkan dahi.
“Ka-kami hanya ingin melihat keadaanmu,” keluh Bellona sedikit gelisah.
Nevan menyipitkan matanya. Segera ia meraih pipi Bellona dengan kuat, lalu menatapnya dengan sorotan mata yang begitu tajam. Felix terpelangah dengan aksi berani Nevan seakan memperlihatkan sisi kasarnya.
“Ha, Nevan, lu ngapain??” cegah Felix memegang tangan Nevan.
Nevan melempar tangan yang sempat mengenai lengannya, ia pun menepis tangan Felix dengan kasar. Tubuh Felix terlempar ke badan lemari, “Aw!” keluhnya.
Bellona kini berada pada genggaman kuat Nevan, “Jangan mengintaiku!” cegahnya.
Tiba-tiba, Nevan melepaskan genggamannya dari pipi Bellona, menyilaukan matanya hingga membuatnya tersungkur lepas dari hadapan Bellona. Nevan menutupi matanya dengan lengan kiri sembari mencoba melawan namun gagal.
Bellona merasa bingung akibat tingkah Nevan yang begitu aneh, hingga ia mencoba mendekati Nevan untuk memegangi lengannya. Namun, Felix menghentikan aksi liar Bellona yang begitu berani.
“Jangan!” cegah Felix merampas lengan Bellona.
Nevan tersudut sambil menahan silau lagi sakit setelah menyakiti Bellona. Akhirnya, dengan gesit ia pun pergi meninggalkan lokasi ruang perpustakaan. Pelariannya sedikit melambat hingga ke luar dari pintu.
“Kenapa sih dia?” pikir Bellona bingung.
“Kayaknya ada yang aneh darinya, kita harus cari tahu,” putus Felix menatap Bellona.
“Ya, lu benar! Kita harus cari tahu apa yang udah ngerasuk dirinya,” tegas Bellona.
Keduanya saling memegang janji untuk berusaha mendekati Nevan agar mengetahui apa yang merasuki tubuhnya, sehingga membuat suatu perbedaan yang sangat menyimpang dari sifat aslinya.
***
Dari ujung lorong kampus, Nevan berlari dengan seorang diri sambil memegangi kepala kirinya. Masih terasa hangat sekaligus menyilaukan ketika ia mengingat kejadian untuk menyakiti Bellona dengan kasar.
“Ada apa dengannya?” gumam Nevan, yang sebenarnya sosok Cho Ye Joon berbicara.
Namun, langkahnya berhenti ketika kawanan gangster berdiri di depannya dengan membawa beberapa alat pemukul besi dan kayu. Kelima pemuda berdiri saling berdampingan untuk menghadang jalannya Nevan.
Nevan menghentikan langkahnya sambil mendongakkan dagu ke depan dengan mata mendelik lebar.
“Hahaha, akhirnya lu nggak bisa kabur!” sebut salah satu pria yang ada di depan.
Pria yang sama saat menyerangnya, seorang ketua geng kampus yang paling berkuasa. Selangkah demi selangkah, Nevan mulai menjulurkan telapak tangannya ke depan.
“Berhenti!” ucap Nevan, merunduk lalu mendongak perlahan ke depan.
“Heh! Lu pikir bakal kabur habis ini?!”
“Serang, Bro!” perintah si ketua geng.
Berwajah nakal lagi bengis, para pemuda garang itu memajukan langkahnya untuk menyerang Nevan dengan sadis tanpa aba-aba berikutnya.
Nevan mendelik terkejut, segera menyorotkan matanya ke masing-masing para geng satu persatu.
Gerakan seakan mulai cepat, pandangannya fokus lalu menghindar dari penyerangan kelima pemuda gangster tersebut.
Nevan meraih satu persatu pentungan kayu dan besi dengan memutar badannya, lalu melemparinya ke atas lantai. Sontak, semua terheran kepadanya setelah alat pemukul telah dirampas cepat oleh Nevan.
“Hah??!”
“Makhluk apa tu?!” ucap dari salah kawannya.
Keempat pria itu pun melarikan diri, meninggalkan ketua seorang diri. Nevan memajukan langkahnya sembari memperlihatkan mata merah, lalu menatap si ketua geng dengan tajam dan lurus ke dua bola matanya.
Sontak, si ketua geng terdiam mematung seakan tak menyadari apa yang sedang terjadi. Nevan pun menghindari dirinya tanpa harus melawan si ketua.
Setelah melewati si ketua, pemuda itu terkinjat dan mulai menyadari seakan lupa apa yang harus ia lakukan. Nevan melirik dari balik punggungnya dengan segaris senyuman licik lagi nakal.
“Lho, kenapa gue di sini?!”
Pemuda itu menggusar-gusar kepalanya secara kebingungan.
***
Malam gelap mulai menghantui seluruh aura mistis yang menyengat amis darah. Suasana kesunyian mulai membuat Cho Ye Joon mulai beraksi dengan ketangkasannya. Masih berada dalam tubuh Nevan, ia pun berlari dengan cepat menuju sebuah rumah yang ada di tepi jalan.
Terlihat si ketua geng yang masih tertidur lelap. Nevan memasuki ruang kamarnya sembari memiringkan senyuman.
“Heh! Kau akan menerima akibatnya,” gumam Nevan dengan geram.
Mengepalkan tangannya, lalu menghempaskan tubuh si pemuda itu dengan kasar ke ujung dinding kamar.
Bruk!
“Aaaah!!!”
Tubuh si ketua geng itu terhempas keras, hingga melukai dirinya, meninggalkan bercak darah ke dinding bawah.
“Aku harus mencari jalan keluar,” gumam Nevan sambil meninggalkan lokasi kejadian.
Wajib taruh ke dalam rak setelah baca bagian dari cerita ini, karena apa? Semua butuh proses untuk menjadi cerita yang apik dan tertata rapi. Semua yang saya tulis demi kenyaman si pembaca yang utama. Dibutuhkan suatu dukungan dari penambahan kea rah dan juga review tentang isi dari cerita. Maka dari itu, sangatlah diharapkan untuk menjadi bagian terindah untuk kisah ini.
Follow juga I* @Rossy_stories.
Biar kamu bisa mengetahui segala karya milik Rossystories.
Tak lupa kuucapkan kata terima kasih sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan hanya dari membaca cerita recehku ini. Semoga sehat selalu dan berlimpah rezeki!
WAJIB VOTE CERITA INI SETELAH BACA!!!
Karena apa? Untuk kemajuan novel berasal dari jemari kalian dari hanya menekan tombol VOTE PADA CERITA INI.Maka dari itu, sangat dimohonkan untuk memberi VOTE setelah baca, ya.Terima kasih telah menjadi pembaca setia cerita ini, semoga sehat selalu.#Happy reading. Kembali ke kota Depok. Sekumpulan teman bersama-sama kembali. Nevan menduduki kursi paling ujung bersama ketiga rekannya. Di sampingnya, Bellona melirik pelan ke wajahnya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Bellona. Nevan menggelengkan kepalanya. Mereka tiba-tiba turun dengan tanpa rasa sadar kalau perkotaan menjadi gelap kehitaman. Satu per satu menerawang gulungan awan yang menutupi langit kala itu. Nevan mulai melirik Kim Dae Jung dengan sorotan mata aneh lagi curiga. Kemudian cahaya putih terang mendatangi mereka, dimana orang-orang telah menjauh semua karena takut. Namun mereka masih berada di sana. Nevan, Bellona, Felix, dan Kim Dae Jung sendiri. Apsara itu kembali di depan mata. Sosok makhluk kayangan itu berdiri menyambut kepulangan mereka. Menatap lurus mengarah Nevan. “Kau harus melawan musuhmu di malam ini juga. Kita tidak punya waktu, kecuali kau ak
Pelarian mereka setelah menjauh dari ketiga musuh. Nevan dan Kim Dae Jung mulai memberhentikan diri di ujung pemukiman warga. Setelah bertemu banyak orang, mereka tampak lelah sekaligus gelisah. “Sepertinya kita sudah lebih aman,” tutur Nevan. Kim Dae Jung meranggul kepala, sembari melepaskan lengan Felix bersama dengan tindakan Nevan. Bellona dan Felix yang merasakan kelelahan akhirnya membungkuk sambil memegang kuat ransel besar. “Kau tidak kenapa-kenapa kan?” tanya Nevan khawatir. Bellona memegangi lutut sambil meringis kelelahan, tetapi kepalanya menggeleng. “Nggak apa-apa, Van. Aku nggak apa-apa,” sahutnya. Nevan memegangi lengan kekasihnya, membantunya bangkit dengan tegak. “Gimana kalo kita cari kos-an saja?” usul Felix. “Ide bagus!” sahut Nevan. “Kalian pergilah, aku harus membuang aroma tubuh kalian agar Go Jo Woo dan iblis itu tidak bisa menemu
Makhluk kayangan itu memperlihatkan dirinya dengan baju putih panjang. Rambut putih dengan mata bersinar cerah. Menatap lurus ke hadapan Nevan yang sekaligus menyatu dengan gumiho dari masa lalu tersebut.“Untuk apa kalian memanggilku kemari?” tanya Apsara mengerutkan kening.“Kami membutuhkan bantuanmu,” pinta Nevan mendongakkan wajahnya.Di balik dua sisi Nevan berada. Bellona dan Felix mulai terpelangah. Ketiganya mulai beranjak setelah berdekam merunduk ke hadapan Apsara tersebut.Malam yang redup ini mempertemukan mereka pada kejutan menakjubkan. Nevan mulai menegakkan tubuhnya, membusungkan dada ke depan pandangan. Tangannya mulai menunjuk dirinya sendiri.“Di dalam tubuhku ini ada dua jiwa yang menyatu,” ungkap Nevan.“Lalu, apa kalian ingin memintaku agar mengeluarkan kalian dari satu tubuh?” tanggap Apsara.Nevan
Sebuah gua yang jauh dari pemukiman warga. Akan tetapi, ditutupi oleh dedaunan menghijau dan lebat. Nevan mulai mendekati mulut gua bersama kedua temannya. Langkah pertama mereka tiba di tempat yang mereka inginkan. “Kita harus nemuin sumber Apsara itu,” putus Nevan. Felix dan Bellona pun mengikuti langkah Nevan memasuki gua tersebut. Di antara kegelapan gua menyelimuti kesepian mereka. Penglihatan mulai meredup. Akhirnya, cahaya senter terbias menyorot ke jalanan gua. “Van, apa lo yakin?” tanya Felix ragu. “Ini bukan keputusan gue, tapi si Cho Ye Joon,” sebut Nevan membalikkan badan. Wajahnya dipenuhi dengan segala rahasia yang segera terbuka. Kembali menelusuri ruangan gua yang gelap. Dipenuhi dengan kelelawar bergelantungan sekaligus berterbangan. Nevan mulai berhenti di sudut dinding ruangan. Tangannya menggenggam lonceng emas diarahkan ke depan pandangan. K
Ransel, sepatu boots hitam mengilap, dua pria menggunakan celana Tactical, satu wanita menggunakan celana denim. Dari arah bawah terlihat langkah saling menyatu dalam kebersamaan mengiringi jalan. Mulai terpampang jelas dari arah balik punggung baju kemeja berwarna kelabu di tengah. Dua pria menutupi posisi wanita di tengah. Menggunakan langkah santai mereka sembari memegangi ransel tebal. Angin melambai pesona anak muda tampan dan cantik. Sampai pada penampilan wajah-wajah mereka bertiga. Bellona melebarkan senyuman mengiringi langkah. Nevan meraih tangan Bellona dan saling menatap. Sementara Felix menari bersamaan langkah mereka. Seruan angin menyentuh pipi secara lembut. Menyentuh lebih hangat melihat pasangan yang saling menjalin hubungan terbaik mereka. Berhenti di penghujung jalan. Tak beberapa lama bus pun berhenti perlahan. Nevan melirik satu per satu orang yang ada di
Suasana yang telah diperlihatkan dengan jelas di depan pandangan batinnya. Nevan melewati malam setelah mengadakan ritual sesaat. Kini, ia pun bergegas perlahan layaknya manusia normal kembali.Nevan berhenti di sudut jalan perkotaan. Terbias lampu jalanan mengiringi langkah menyelinap di antara wajah cerianya.Rona berkilauan gemerlapnya redup malam. Dirinya mengelilingi pandangan ke seluruh pandangan mata. Seisi perkotaan menemaninya pada tujuan yang sudah ditemukan.Kedua tangannya mengepal bulat. “Go Jo Woo, kau memang cerdik dan licik!” geramnya memandangi kegeraman di kala malam menyelimuti.Langkahnya kembali tergerak menuju kepulangan. Di sisi pertemuan yang menjadi kisah akhir dari musuhnya.Senyuman miring dengan tatapan sinisnya. “Heuh! Kau pikir akan menang?” sebutnya meledek. Nadanya terdengar menyeru semangat. Menutupi malam menjadi kesenduan ke