Tawaran Aldrich yang menggiurkan jelas tak bisa Stacy tolak lagi. Tentang harta, tahta, koneksi, semua hal itu adalah sesuatu yang dibutuhkan Stacy saat ini.
Namun, apakah dia mampu menghadapi pria licik seperti Aldrich? Ini sama saja seperti Stacy tengah berhadapan dengan iblis yang berwujud manusia. "Jadi, masih tetap ingin melanjutkan?" tanya Aldrich menatap Stacy dengan tatapan yang meremehkan. Stacy sempat menghindari sorot mata Aldrich untuk sejenak. Dia berusaha berpikir dengan baik. Masalahnya, bukan hanya tentang tawaran yang luar biasa, tapi juga soal ancaman Aldrich padanya. Meski jelas, Stacy juga harus mengorbankan banyak hal dari dirinya untuk Aldrich. Dengan kata lain, Stacy memang harus tunduk pada pria itu. "Tidak dengan anak!" Seru Stacy kemudian. Dia sudah memikirkannya berkali-kali. Tapi, untuk anak, jawabannya akan tetap tidak. Dia tidak bisa jika harus melibatkan seorang anak di antara mereka. "Okay! Tapi, jangan salahkan aku jika aku menikah lagi dan memiliki anak dari wanita lain." Stacy berhasil menatap tak percaya pada Aldrich. Sungguh, dia begitu tak percaya dengan apa yang pria itu katakan. "Kalau memang niatmu menikahi wanita lain, kenapa tidak ceraikan saja aku dan cari wanita lain yang lebih bisa memberikan segalanya untukmu!" Kesal Stacy. Dia benar-benar tak mengerti lagi isi kepala Aldrich. Kenapa juga dia harus repot menawarkan ini dan itu, serta memberikan ancaman pada Stacy, jika memang dia bisa mendapatkannya dari wanita lain. Aldrich terkekeh. "Tenang, aku hanya bercanda," ujar Aldrich santai. Stacy menghela nafasnya, berusaha menahan diri agar tidak terlalu tenggelam dalam amarahnya. "Kau benar-benar tak waras?" Bukannya tersinggung karena apa yang dikatakan Stacy, Aldrich justru malah menyunggingkan senyumnya pada wanita itu. "Mungkin. Aku gila. Gila karenamu, Stacy. Aku tak sabar ingin mengetahui sesempurna apa kau saat menjalani peranmu sebagai istriku!" Ya, rasanya Stacy semakin yakin kalau Aldrich memang sudah gila. Isi kepalanya sudah tak bisa ditebak lagi dengan baik. Semua hal yang pria itu lakukan benar-benar gila dengan segala kelicikan di dalamnya. "Hari ini ikut ke kantor bersamaku!" ajak Aldrich kemudian. Raut wajahnya sudah berubah, kali ini dia terlihat begitu serius. "Kenapa aku harus ikut?" tanya Stacy dengan kedua alis yang hampir tertaut. "Aku ingin memamerkan istriku yang cantik ini," ucap Aldrich dengan satu sentuhan jemarinya pada dagu Stacy. Membuat Stacy dengan cepat menepis tangan Aldrich di sana. Menghindari sentuhan yang dia berikan padanya. Stacy ingin menolak. Tapi, dia tahu jelas Aldrich tak akan membiarkan Stacy memberikan sebuah penolakan atas apa yang pria itu inginkan. Dia tahu bagaimana pria seperti Aldrich akan bertindak. Kalau tidak memaksa, pasti memberikan sebuah ancaman. "Biarkan aku mengganti pakaianku dulu," ujar Stacy pada akhirnya. Aldrich tersenyum penuh kemenangan. Dengan sebuah anggukan tanda setuju yang dia tunjukan pada Stacy. "Jangan terlalu lama. Kau cantik menggunakan apapun, apalagi kalau tidak mengenakan apapun!" Seru Aldrich pada Stacy yang sudah bangkit dari duduknya. Lantas Stacy lebih memilih untuk mengabaikannya. Dengan mata yang sudah memutar dengan malas mendengar ocehan Aldrich di sana. *** Berjalan dengan tangan yang menggandeng lengan Aldrich. Kedatangan Stacy dengan suaminya itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang sedang berada di lobi. Semua orang di sana berdecak kagum pada keduanya. Pasalnya, kabar pernikahan mereka juga sudah diketahui publik. Seorang pengusaha kaya raya, Presdir Joyce Company, Christian Aldrich Devoire yang menikah dengan Stacylia Frey, mantan model terkenal sekaligus anak ke dua dari pemilik Flow Publisher. Pernikahan mengejutkan yang begitu luar biasa. "Kau, benar-benar presdir di sini?" tanya Stacy setengah berbisik pada Aldrich. Jujur saja, seperti yang selalu di katakan bahwa Stacy tak begitu mengenal Aldrich. Dia hanya tahu pria itu memang pengusaha terkenal. Tapi, hanya sebatas itu yang Stacy ketahui. Dimana dia juga masih cukup terkejut jika Aldrich adalah Presdir dari Joyce Company. "Apa semua bukti di depan matamu ini masih kurang, Stacy?" Stacy menggelengkan kepalanya perlahan. Apa yang dia lihat sudah lebih dari cukup. Tentang bagaimana orang-orang di sana memberi hormat pada Aldrich. Sekarang, Stacy pun mengerti kenapa Aldrich sampai selalu diikuti bodyguard untuk menjaganya. "Good morning, Mr and Mrs Devoire." Seseorang yang berada tak jauh dari mereka menyapa dengan senyumnya. Stacy pun melihat id card yang menggantung di leher wanita tersebut. Dimana di sana tertulis jika dia adalah salah satu karyawan di sana. Membuat Stacy sedikit menundukkan kepalanya untuk membalas sapaan wanita itu dan menunjukan senyuman tipis padanya. "Jangan lakukan itu," tegas Aldrich. Bersamaan dengan itu, Aldrich juga sudah membawa Stacy ke dalam lift khusus untuk Aldrich. Bahkan, dua bodyguard yang sempat mengekor tak jauh di belakang mereka pun tidak ikut masuk ke dalam sana. Menunjukan jika lift tersebut memang benar-benar dikhususkan untuk Aldrich. "Jangan apa?" tanya Stacy penasaran dengan larangan yang ditegaskan Aldrich. "Angkat dagumu dan tetap tunjukan tatapan yang tajam. Jangan pernah mencoba mudah sekali tersenyum seperti itu pada sembarang orang, tunjukan saja sikap angkuhmu," jelas Aldrich. Aldrich juga sudah mengulurkan tangannya untuk meraih dagu Stacy. Sedikit mengangkatnya agar Stacy menunjukan sedikit keangkuhannya di sana. Stacy paham. Aldrich tengah membuat Stacy terlihat seperti dirinya. "Kenapa harus seperti itu?" tanya Stacy penasaran. "Agar orang-orang tak berlaku seenaknya. Kau harus menunjukan keangkuhan agar mereka paham kau seseorang yang sulit untuk dijatuhkan." Jujur, Stacy suka dengan jawaban itu. Menjadi angkuh, satu hal yang menarik untuk Stacy di sana. "Kalau begitu, aku juga akan menunjukan keangkuhanku di hadapanmu!" Seru Stacy dengan senyuman yang dia tunjukan untuk Aldrich. Aldrich malah tersenyum miring karenanya. Tangannya bergerak untuk membelai rambut Stacy dengan lembut. "Tidak dengan diriku, Stacy. Justru sebaliknya, kau harus tunduk padaku. Jangan samakan aku dengan mereka, sebab aku yang memiliki dirimu," ucap Aldrich penuh penekanan tepat di hadapan Stacy. Menatap sorot mata Aldrich padanya, Stacy menjadi gugup sendiri. Dirinya seperti haru saja dibuat tak bisa melawan Aldrich lagi. "Tetaplah menjadi gadis yang baik untukku, Stacy. Jika kau memang benar-benar hidupmu berjalan mulus tanpa ada lagi hambatan," bisik Aldrich tepat di telinga Stacy. Bisikan yang memberikan embusan nafas Aldrich yang berhasil membuat Stacy merasa geli. Embusan nafas yang hampir membuat Stacy terbuai karenanya. 'Tidak, Stacy. Sadarkan dirimu dan jangan sampai tenggelam dalam buaian pria itu,' batin Stacy berusaha menyadarkan dirinya sendiri. "Biarkan aku bertanya sesuatu padamu sebelum itu," ujar Stacy dengan sorot mata yang sudah mulai memberanikan diri menatap Aldrich. Aldrich mengangkat satu alisnya menatap Stacy. Dia mempersilahkan Stacy untuk bertanya. "Siapa wanita yang berbicara berdua denganmu di malam pernikahan kita?""Perkenalkan, ini istriku, Stacylia Frey. Dia yang akan menjadi Presdir sementara untuk menggantikan Pak Yovi."Itulah bagaimana Aldrich memperkenalkan Stacy pada beberapa orang yang sudah duduk di kursinya masing-masing. Sebuah perkenalan yang lantas membuat Stacy harus bersikap elegan sembari tersenyum dan memperkenalkan dirinya sendiri. Seperti yang diinginkan oleh Aldrich, Stacy sedang berusaha untuk menjadi seorang istri yang sempurna, untuk bisnisnya."Duduklah," ucap Aldrich pada Stacy.Stacy mengangguk dengan lembut. Dia pada akhirnya duduk tepat di samping Aldrich. Dan sekali lagi, Stacy tengah berusaha bersikap baik dengan segala manner yang dia miliki. Tak lupa, Stacy juga mencoba untuk terlihat angkuh.Membutuhkan waktu beberapa puluh menit untuk mereka semua membahas beberapa hal tentang perusahaan dan semacamnya. Stacy tak begitu tahu banyak hal tentang itu. Tapi, sedikitnya dia yang sudah paham dengan bisnis sedikit menger
"Karena dengan menjadi istriku, keamananmu adalah nomor satu. Kau tak pernah tahu bahaya yang mungkin akan datang saat menjadi bagian dari diriku."Bisikan yang diberikan Aldrich di telinganya jelas membuat Stacy tidak bisa tenang begitu saja. Jelas yang dikatakan pria itu mampu membuat kecemasan dalam dirinya bangkit. Tidak mungkin Stacy tidak khawatir kalau Aldrich mengatakannya dengan begitu serius.Sebab, di sisi lain, Stacy juga tak pernah benar-benar mengenal bagaimana Aldrich sebenarnya. Bagaimana pria itu menjalani kehidupannya. Meski lelah dengan hidupnya, tapi Stacy juga tidak mau kalau dia harus mati konyol hanya karena telah menjadi istri seorang Christian Aldrich Devoire.Stacy menelan ludahnya sendiri. "Apa orang-orang mencoba memburumu atau semacamnya?" tanya Stacy pada akhirnya.Rasa penasaran dalam dirinya tak bisa dielakkan lagi.Bukannya menjawab, Aldrich justru malah tersenyum dan mengangkat kedua bahunya."Ay
Cukup memalukan untuk Stacy saat Levin berucap demikian. Dimana itu berarti, Levin benar-benar mengetahui apa yang terjadi semalam. Tentang apa yang dia lakukan bersama Aldrich di dalam kamar hingga membuat Stacy melenguh dan mendesah dengan begitu keras. Nyaris seperti jeritan, tepat dengan yang dikatakan oleh Levin.Pun begitu, Stacy sudah mendapati Levin pergi dari mereka. Pria itu sudah berlalu meninggalkan Stacy dan Aldrich di sana. Bahkan, membuat Aldrich bisa merasakan bahunya sengaja ditabrakkan oleh tubuh Levin. Membuat Aldrich ingin sekali memberikan pukulan pada Levin, jika saja Stacy tidak mengalihkan fokusnya."Dari mana? Kenapa tidak mengatakan akan pergi?" tanya Stacy penasaran pada Aldrich.Nyatanya, wanita itu lebih memilih untuk memberikan pertanyaan, daripada membahas apa yang sebelumnya dikatakan oleh Levin."Ada urusan," jawab Aldrich singkat."Kenapa tidak membangunkan aku? Kau malah meninggalkan aku sendiri," ujar S
Stacy cukup terkejut saat dia telah berjalan keluar kamar pagi ini. Dimana dia yang tengah mencari Aldrich yang entah kemana sejak pagi buta, malah menemukan suasana Mansion itu yang sudah rapi. Dengan beberapa pelayan yang ada di sana. Padahal, sebelumnya suasana di sana begitu ramai dan dapat dipastikan jika pagi ini tempat itu akan begitu berantakan.Mungkin, karena memang Aldrich atau entah siapa yang mengurus tempat itu telah mengerahkan puluhan pekerja untuk membereskan semua itu. Hingga akhirnya, semuanya cepat beres dalam waktu singkat. Saat waktu baru menunjukan pukul tujuh pagi."Selamat pagi, Nona Stacy."Sapaan itu terus terdengar selama Stacy berjalan ke sana kemari untuk mencari Aldrich. Ya, itu adalah sapaan dari beberapa pelayan yang berpapasan dengannya selagi dia menyusuri beberapa tempat yang ada di sana."Ya. Apa kau melihat Suamiku?" tanya Stacy saat dia mulai merasa lelah mencari Aldrich ke sana kemari."Ah, Tuan Ald
"Jangan melakukan hal lain selain dengan menuruti perintahku dan menjadi istri yang baik untukku, Stacy. Atau kau, akan terluka. Lebih buruknya, kau mungkin akan mati."Kalau sudah seperti ini, jelas Stacy sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia hanya bisa menjadi seorang wanita yang telah patuh pada suaminya. Ah, atau mungkin lebih tepatnya itu adalah tuannya.Karena Stacy sendiri sadar kalau Aldrich tak benar-benar menganggapnya sebagai istri saja. Nyatanya pria itu juga menganggapnya sebagai seseorang yang bisa dia perbudak di antara bisnis dan urusan ranjangnya."Aku ingin beristirahat," ucap Stacy kemudian. Dia berusaha menghindari Aldrich di sana dengan bangkit dari duduknya.Aldrich malah menunjukan senyumnya pada Stacy yang sudah berdiri dari sampingnya."Memangnya siapa yang mengizinkanmu untuk beristirahat, sayang? Kau bahkan sudah menghabiskan beberapa waktu mu untuk tertidur di kamar Levin," ucap Aldrich dengan jari telunjuk yang sudah bergerak menggaruk pelipisnya yan
Tidak seperti Stacy yang terlihat begitu gelisah mendengar suara Aldrich di luar sana. Levin justru terlihat santai dan tenang-tenang saja, seolah kehadiran Aldrich bukanlah hal yang akan menjadi masalah untuk dirinya. Padahal dari suaranya saja terdengar jelas jika Aldrich tengah berada di dalam sebuah amarah."Tenang saja, jangan khawatirkan apapun. Biar aku yang menjelaskan pada pria itu," ucap Levin saat melihat kekhawatiran Stacy.Dia juga sudah berjalan melewati Stacy di sana. Dimana dia kini telah membukakan pintu kamar tersebut.'Levin, benar-benar tidak merasa takut untuk berhadapan dengan Aldrich?' tanya Stacy dalam hati.Menghela nafasnya dalam, Stacy sempat memejamkan matanya untuk beberapa detik. Dia mempersiapkan diri jika saja Aldrich memarahi dan melemparkan makian padanya."Hai! Lama tidak bertemu, Aldrich. Kakakku!"Stacy kembali dikejutkan dengan hal lain. Kakak, katanya? Stacy sampai harus berpikir dengan baik, dia takut jika memang telinganya salah mendengar Levin