"Jadilah istriku dan aku akan membantumu untuk terbebas dari hukuman." "Itu adalah harga yang pas untuk kau bayar, Stacy. Aku harap, kau akan menjadi istri yang sempurna. Istri yang bisa membuatku merasa puas di atas bisnisku dan juga di atas ranjang ku." "Be my wife. My perfect hot wife!" _______ Stacylia Frey tiba-tiba di hadapkan dengan pilihan yang sulit. Di mana dia harus menjalani hukuman sebagai pembunuh atau menikahi seorang pria yang misterius bernama Christian Aldrich Devoire. Sebuah pernikahan yang dipilih Stacy pada akhirnya membawanya ke dalam kehidupan baru yang dipenuhi kemewahan. Tidak hanya itu, Stacy dituntut untuk menjadi seorang istri yang sempurna untuk Aldrich. Tanpa dia tahu, banyak sekali rahasia yang disembunyikan Aldrich darinya. Bisakah Stacy menuruti permintaan pria penuh gairah itu? Atau bahkan, membongkar segala rahasia yang ada di dalam diri Aldrich?
View More"Ohh! Aku ... membunuhnya?"
Stacylia Frey lantas terdiam saat seorang pria yang bersimbah darah berbaring di hadapannya. Matanya bergetar, begitu pula dengan tubuhnya. Kakinya melangkah mundur dengan perlahan, begitu kaku layaknya sebuah robot. "Stacy?" Seseorang memanggil namanya. Teriakan yang menjadi samar di telinga Stacy. Sebab, saat ini telinganya seperti tengah berdengung, hingga pendengarannya menjadi tak begitu normal. "A–aku membunuhnya ... Aku membunuh dia," ucap Stacy lirih. Tangannya terangkat, sebilah pisau yang berada di genggaman tangannya lantas dia jatuhkan. Tangannya bergetar hebat, rasa takutnya semakin menjadi saat dia baru saja teringat telah menghunuskan pisau itu pada perut pria di hadapannya. Pria yang terbaring dengan genangan darah, pria yang tak sadarkan diri, pria yang dibunuhnya. "No, Stacy. Ayo, kau harus ikut bersamaku." Pria yang juga terlihat terkejut melihat Stacy dengan pisau berdarah itu lantas menarik tangan Stacy. Membawa Stacy setengah berlari, dengan genggaman tangan erat pada wanita di sampingnya. Tak perduli jika darah di tangan Stacy juga akan mengotori tangannya. Yang dia tahu, sekarang dia hanya perlu membawa wanita ini sejauh mungkin. "Tenangkan dirimu, everything's gonna be okay, now." Stacy menatap pria di sampingnya. Pria yang pada akhirnya membawa dirinya ke dalam sebuah mobil civic yang sudah melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. "Aldrich, bagaimana aku bisa tenang saat aku baru saja membunuh seseorang?" "Tidak. Kau tidak membunuhnya, Stacy. Bukan kau yang membunuhnya. Ingat itu!" Stacy tak begitu paham dengan maksud Aldrich di sana. Bagaimana mungkin pria itu berkata demikian, saat Stacy sendiri sadar kalau dia yang menghunuskan pisau itu pada tubuh pria tersebut. Apa Aldrich bermaksud membuat Stacy berpura-pura tak melakukannya? Beranggapan demikian? Menanamkan pemikiran tersebut sebagai sebuah fakta? "Kemana kita pergi sekarang? Seharusnya kau tidak membawaku. Kau bisa terkena masalah karena membawaku pergi, Aldrich." Menyingkirkan sejenak pemikiran tentang pembunuhan itu, Stacy menatap Aldrich bingung dengan sorot mata yang begitu sendu. Dia tak ingin pria itu terlibat masalah, apalagi jika ini karena dirinya sendiri. Aldrich nampak menggelengkan kepalanya sendiri. "Tidak. Tidak akan ada masalah. Kau akan ikut bersamaku. Aku akan membawamu pergi." Di sana, Stacy menyadari satu hal. Bahwa Aldrich tengah membawanya pergi ke tempat yang jauh. Melarikan diri dari masalah yang telah terjadi sebelumnya. Aldrich, benar-benar membawanya pergi. Jauh, bersama dengan semua memori Stacy yang dipaksa ditinggalkan. *** Merasa tegang dengan suasana yang saat ini dia rasakan di tempat itu, Stacy tak ada hentinya menatap pria yang saat ini tengah mondar mandir sembari menelpon seseorang melalui ponselnya. Stacy tak begitu mengerti jelas dengan apa yang tengah pria itu katakan, sebab beberapa kali pria itu terdengar berbicara dengan bahasa asing, seperti bahasa Rusia atau semacamnya. Selain itu, Stacy juga tak paham sebab dia tengah sibuk dengan isi pikirannya sendiri. Hingga tak fokus memperhatikannya. "Okay, I'll call you latter. Spasibo (Terima kasih)" Kalimat itu menjadi akhir pembicaraan pria itu, sebelum akhirnya kembali menatap Stacy yang masih terduduk dengan kedua tangan yang ditautkan begitu erat. Menunjukan betapa gugup dan gelisahnya dia saat ini. "Hey, jangan khawatir. Aku sudah membereskan semuanya. Kau tidak harus menakutkan apa pun lagi, Stacy." Mendengar kalimat itu, Stacy lantas menatap pria yang kini sudah mengambil tempat untuk duduk di sampingnya. Dengan tangan yang bergerak, berusaha untuk menggenggam tangan Stacy di sana. Stacy memperhatikan wajah pria itu, berusaha mencari kesungguhan. Mencari kebenaran dari apa yang baru saja dikatakannya. Sebab, dia juga tak begitu mengenalnya dengan baik. Satu hal yang dia tahu hanyalah, pria di sampingnya ini adalah Christian Aldrich Devoire, seorang pengusaha yang baru dikenalnya selama beberapa minggu ini. "B–bagaimana kalau aku dipenjara? Aku tidak—" "Kau tidak melakukannya. Sudah aku katakan sebelumnya kalau kau tidak melakukannya," potong Aldrich di sana. Senyuman ditunjukan Aldrich pada wanita itu. Entah apa dia hanya mencoba menenangkan Stacy atau bagaimana, hingga berkata demikian. Sebab, Stacy masih mengingat dengan jelas saat dia sendiri menghunuskan pisau pada tubuh pria itu. Bahkan sisa-sisa bercak darah masih menempel di gaun biru muda yang saat ini tengah dia kenakan. "Aldrich, bagaimana bisa? Aku benar-benar melakukannya. Aku ... Aku ...." Stacy tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya. Sebuah fakta jika dia baru saja membunuh seseorang membuatnya kembali merasa takut. Lantas, melihat kegelisahan Stacy di sana, Aldrich segera menyentuh wajah Stacy. Dia membuat wanita itu segera menghadap untuk melihat padanya, dengan ibu jari yang bergerak mengusap pipi wanita itu di sana. "Aku akan membantumu, Stacy. Maka, mulai sekarang percaya padaku, ingat dalam kepalamu kalau kau tidak melakukanya. Mengerti? Kau bersamaku semalaman ini, kau menghabiskan waktu di sini, kau hanya datang ke pesta itu selama beberapa menit saja. Mengerti, Stacy?" Stacy terdiam menatap Aldrich di sana. Seperti dia baru saja di distraksi oleh pria itu. Sehingga pada akhirnya, Stacy mengangguk dengan perlahan. Dia berniat mengikuti semua yang dikatakan Aldrich. Semuanya. "Sekarang, ganti pakaianmu itu dan biarkan sekretaris ku yang mengurus sisanya," ucap Aldrich yang lantas menunjuk pada seorang pria yang tengah berdiri tak jauh dari mereka. Stacy sadar, Aldrich jelas bukan hanya sekadar pengusaha biasa. Bahkan, pria ini memiliki banyak saham di beberapa perusahaan, dia juga seringkali menjadi investor untuk perusahaan besar. Selain itu, melihat pria itu yang selalu di jaga oleh dua bodyguard berbadan besar dan kekar saja sudah menunjukan betapa banyak harta yang dia miliki, hingga keamanannya di jaga seperti itu. Atau, karena Aldrich justru memiliki banyak orang yang mencoba menjatuhkannya. Seperti Rival? Entahlah, yang jelas untuk Stacy sekarang dia hanyalah Aldrich, pria yang bersedia yang membantunya dari jerat hukum. Stacy hendak bangkit dari duduknya. Namun, akhirnya Aldrich malah kembali menarik dirinya. Membuat Stacy kembali terduduk, kali ini bukan lagi pada kursi yang sebelumnya dia duduki. Stacy justru terduduk di atas pangkuan Aldrich. "Kau memang bisa bebas dari segala tuduhan itu, Stacy. Tapi, jangan lupakan dengan apa yang harus kau bayar. Tidak ada yang gratis di dunia ini," bisik Aldrich tepat di telinga Stacy. Dengan satu kecupan yang pria itu berikan tepat di telinganya. "A–apa maksudmu?" Seperti orang bodoh, Stacy tak memahami apa yang dikatakan Aldrich di sana. Aldrich terkekeh atas respon Stacy. Dia mengusapkan jemarinya pada pipi wanita itu. Dengan satu tangan lainnya yang sudah melingkar erat di pinggang Stacy. "Jadilah istriku dan aku akan membantumu untuk terbebas dari hukuman." Aldrich kembali berbisik dengan sensual di telinga Stacy."Perkenalkan, ini istriku, Stacylia Frey. Dia yang akan menjadi Presdir sementara untuk menggantikan Pak Yovi."Itulah bagaimana Aldrich memperkenalkan Stacy pada beberapa orang yang sudah duduk di kursinya masing-masing. Sebuah perkenalan yang lantas membuat Stacy harus bersikap elegan sembari tersenyum dan memperkenalkan dirinya sendiri. Seperti yang diinginkan oleh Aldrich, Stacy sedang berusaha untuk menjadi seorang istri yang sempurna, untuk bisnisnya."Duduklah," ucap Aldrich pada Stacy.Stacy mengangguk dengan lembut. Dia pada akhirnya duduk tepat di samping Aldrich. Dan sekali lagi, Stacy tengah berusaha bersikap baik dengan segala manner yang dia miliki. Tak lupa, Stacy juga mencoba untuk terlihat angkuh.Membutuhkan waktu beberapa puluh menit untuk mereka semua membahas beberapa hal tentang perusahaan dan semacamnya. Stacy tak begitu tahu banyak hal tentang itu. Tapi, sedikitnya dia yang sudah paham dengan bisnis sedikit menger
"Karena dengan menjadi istriku, keamananmu adalah nomor satu. Kau tak pernah tahu bahaya yang mungkin akan datang saat menjadi bagian dari diriku."Bisikan yang diberikan Aldrich di telinganya jelas membuat Stacy tidak bisa tenang begitu saja. Jelas yang dikatakan pria itu mampu membuat kecemasan dalam dirinya bangkit. Tidak mungkin Stacy tidak khawatir kalau Aldrich mengatakannya dengan begitu serius.Sebab, di sisi lain, Stacy juga tak pernah benar-benar mengenal bagaimana Aldrich sebenarnya. Bagaimana pria itu menjalani kehidupannya. Meski lelah dengan hidupnya, tapi Stacy juga tidak mau kalau dia harus mati konyol hanya karena telah menjadi istri seorang Christian Aldrich Devoire.Stacy menelan ludahnya sendiri. "Apa orang-orang mencoba memburumu atau semacamnya?" tanya Stacy pada akhirnya.Rasa penasaran dalam dirinya tak bisa dielakkan lagi.Bukannya menjawab, Aldrich justru malah tersenyum dan mengangkat kedua bahunya."Ay
Cukup memalukan untuk Stacy saat Levin berucap demikian. Dimana itu berarti, Levin benar-benar mengetahui apa yang terjadi semalam. Tentang apa yang dia lakukan bersama Aldrich di dalam kamar hingga membuat Stacy melenguh dan mendesah dengan begitu keras. Nyaris seperti jeritan, tepat dengan yang dikatakan oleh Levin.Pun begitu, Stacy sudah mendapati Levin pergi dari mereka. Pria itu sudah berlalu meninggalkan Stacy dan Aldrich di sana. Bahkan, membuat Aldrich bisa merasakan bahunya sengaja ditabrakkan oleh tubuh Levin. Membuat Aldrich ingin sekali memberikan pukulan pada Levin, jika saja Stacy tidak mengalihkan fokusnya."Dari mana? Kenapa tidak mengatakan akan pergi?" tanya Stacy penasaran pada Aldrich.Nyatanya, wanita itu lebih memilih untuk memberikan pertanyaan, daripada membahas apa yang sebelumnya dikatakan oleh Levin."Ada urusan," jawab Aldrich singkat."Kenapa tidak membangunkan aku? Kau malah meninggalkan aku sendiri," ujar S
Stacy cukup terkejut saat dia telah berjalan keluar kamar pagi ini. Dimana dia yang tengah mencari Aldrich yang entah kemana sejak pagi buta, malah menemukan suasana Mansion itu yang sudah rapi. Dengan beberapa pelayan yang ada di sana. Padahal, sebelumnya suasana di sana begitu ramai dan dapat dipastikan jika pagi ini tempat itu akan begitu berantakan.Mungkin, karena memang Aldrich atau entah siapa yang mengurus tempat itu telah mengerahkan puluhan pekerja untuk membereskan semua itu. Hingga akhirnya, semuanya cepat beres dalam waktu singkat. Saat waktu baru menunjukan pukul tujuh pagi."Selamat pagi, Nona Stacy."Sapaan itu terus terdengar selama Stacy berjalan ke sana kemari untuk mencari Aldrich. Ya, itu adalah sapaan dari beberapa pelayan yang berpapasan dengannya selagi dia menyusuri beberapa tempat yang ada di sana."Ya. Apa kau melihat Suamiku?" tanya Stacy saat dia mulai merasa lelah mencari Aldrich ke sana kemari."Ah, Tuan Ald
"Jangan melakukan hal lain selain dengan menuruti perintahku dan menjadi istri yang baik untukku, Stacy. Atau kau, akan terluka. Lebih buruknya, kau mungkin akan mati."Kalau sudah seperti ini, jelas Stacy sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia hanya bisa menjadi seorang wanita yang telah patuh pada suaminya. Ah, atau mungkin lebih tepatnya itu adalah tuannya.Karena Stacy sendiri sadar kalau Aldrich tak benar-benar menganggapnya sebagai istri saja. Nyatanya pria itu juga menganggapnya sebagai seseorang yang bisa dia perbudak di antara bisnis dan urusan ranjangnya."Aku ingin beristirahat," ucap Stacy kemudian. Dia berusaha menghindari Aldrich di sana dengan bangkit dari duduknya.Aldrich malah menunjukan senyumnya pada Stacy yang sudah berdiri dari sampingnya."Memangnya siapa yang mengizinkanmu untuk beristirahat, sayang? Kau bahkan sudah menghabiskan beberapa waktu mu untuk tertidur di kamar Levin," ucap Aldrich dengan jari telunjuk yang sudah bergerak menggaruk pelipisnya yan
Tidak seperti Stacy yang terlihat begitu gelisah mendengar suara Aldrich di luar sana. Levin justru terlihat santai dan tenang-tenang saja, seolah kehadiran Aldrich bukanlah hal yang akan menjadi masalah untuk dirinya. Padahal dari suaranya saja terdengar jelas jika Aldrich tengah berada di dalam sebuah amarah."Tenang saja, jangan khawatirkan apapun. Biar aku yang menjelaskan pada pria itu," ucap Levin saat melihat kekhawatiran Stacy.Dia juga sudah berjalan melewati Stacy di sana. Dimana dia kini telah membukakan pintu kamar tersebut.'Levin, benar-benar tidak merasa takut untuk berhadapan dengan Aldrich?' tanya Stacy dalam hati.Menghela nafasnya dalam, Stacy sempat memejamkan matanya untuk beberapa detik. Dia mempersiapkan diri jika saja Aldrich memarahi dan melemparkan makian padanya."Hai! Lama tidak bertemu, Aldrich. Kakakku!"Stacy kembali dikejutkan dengan hal lain. Kakak, katanya? Stacy sampai harus berpikir dengan baik, dia takut jika memang telinganya salah mendengar Levin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments