Share

1

Neraka. Itulah yang dapat menggambarkan ruangan gelap nan sempit ini. Ditambah lagi dengan kehadiran seseorang yang sejujurnya sangat cocok jika dijuluki malaikat maut. Langkah kaki yang terdengar dari arah pintu masuk, membuat sang wanita yang duduk di sana gemetar ketakutan. 

Saat pintu terbuka, cahaya lampu dari luar menyorot tajam ke arah wajah wanita tersebut. Terlihat wajahnya yang kotor karena debu dan air mata yang terus mengalir dari mata sipitnya. 

"To -- Tolong saya. Biarkan saya hidup, Tuan," ucap wanita itu sambil terbata-bata. Ia sudah merasa lemas lantaran tidak makan seharian dan berada di ruangan yang tidak memiliki ventilasi udara. Seolah olah, ingin membuatnya mati perlahan.

"Hahahaha .... " Tawa jahat itu melengking ke seluruh penjuru ruangan. Pria pemilik suara itu pun berjalan mendekati wanita yang duduk ketakutan di sana. Ia mengenakan pakaian yang serba hitam, serta topi dan masker. Bahkan ia mengenakan sarung tangan lateks di kedua tangannya. 

"Saya bukan pribadi yang suka memberi kesempatan kedua ...." Ia lalu membelai pipi wanita tersebut perlahan lahan tetapi kemudian ia malah mencengkram kuat pipinya.

"Saya menyelamatkanmu dari jalanan yang kumuh itu dan saya yang membuatmu hidup kaya raya dengan laki laki itu. Kenapa kamu malah kabur?"

Wanita itu hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Ia terlalu takut untuk membantah. 

"Jangan munafik, Cantik." Ia lalu melepaskan cengkramannya, dan berjalan menjauh perlahan-lahan. 

"Kamu itu punya badan yang bagus, seksi! Pakailah badanmu itu untuk membuatmu kaya raya. Walaupun kamu hanya hidup sebagai boneka seks nantinya, toh kamu akan hidup enak? Gak akan kelaparan lagi di jalanan," lanjutnya. 

Pria ini kembali mengeluarkan tawanya yang semakin lama semakin tidak nyaman didengar. Ia terdiam sejenak, mengeluarkan sebilah pisau dari kantung jaketnya, lalu kembali berjalan ke arah wanita yang sudah lemas tidak berdaya. 

Ia lalu menggoreskan pisau itu dengan dalam ke arah paha sang wanita. 

"AAAAKKHHHHHHHHHHHH ...." Wanita itu langsung berteriak kesakitan. Cairan berwarna merah pekat pun mulai mengalir dan membanjiri celana jeans yang ia kenakan. 

"Jangan bunuh saya ... Tolong ...." 

Pria itu malah menampar sang wanita hingga tersungkur ke lantai. Perih. 

"GARA-GARA ULAH KAMU, SAYA DIRENDAHKAN OLEH KAKEK TUA JELEK ITU!!!" Pria itu mulai terlihat marah. Tetapi kemudian berubah menjadi tawa lagi. Psikopat! 

"Hari ini, kamu akan menanggung semua akibat kecerobohan yang kamu buat," lanjutnya. 

Wanita tadi hanya bisa pasrah. Jika ia harus mati hari ini, ia sangat siap. Ia hanya tidak tahu sampai kapan ia akan disiksa seperti ini. Mengapa? Mengapa ia harus hidup dalam semua penderitaan ini? Ia hanya bisa menangis menahan rasa sakitnya yang mulai menjalar ke seluruh tubuh. 

Ia melihat pria itu sedang mengelap pisau yang ia gunakan tadi dengan sapu tangan. 

Tuhan, tolong cabut nyawaku sekarang. Harap wanita itu di dalam hati. Dan sepertinya akan segera terkabul. Pria misterius itu mendapat panggilan dari Earpiece yang ia kenakan. 

"Lo harus cepat pergi dari situ, gue tunggu di pintu belakang," ucap seseorang di seberang sana. 

"Polisi?" jawabnya. 

"Wolf Eagle."

Ia sedikit terkejut mendengarnya. Wolf Eagle? Mengapa mereka disini? 

"Baiklah." Ia langsung mematikan lagi alat itu. 

Pria itu lalu mengeluarkan sebuah pistol dan pereda suara yang dipasangkan di ujung pistolnya. "Ternyata nasib mu sangat baik ya. Kamu mati ditangan saya, dalam keadaan tubuh yang masih menyatu," ucapnya. Ngeri! Wanita itu lalu memejamkan matanya, karena sudah mengetahui apa yang akan terjadi padanya setelah ini. 

"Selamat tinggal." 

DOORRR 

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, pria itu langsung pergi dari TKP secepat mungkin melalui pintu belakang, meninggalkan seorang wanita yang telah mati dengan kepala berlubang.

Darah terus mengalir yang semakin lama semakin membanjiri lantai. Tak butuh waktu lama, pasukan dari Wolf Eagle pun datang dan betapa terkejutnya meraka melihat pemandangan dihadapannya. 

Arkana Bimantara -- Pemimpin sekaligus pemilik organisasi rahasia Wolf Eagle ini merasa sedikit lemas. Ia menyesal mengapa ia datang terlambat. 

Ia kemudian sedikit mendekat, untuk mencari apakah ada petunjuk yang dapat memudahkan ia mencari targetnya ini. 

Nihil. 

Bima kemudian menghela nafasnya dengan gusar. "Panggil polisi dan tim forensik sekarang juga."

Salah satu anak buahnya, yang menggunakan pakaian hitam formal langsung menghubungi kepolisian. 

Bima kemudian menghampiri Arthur -- Salah satu pasukan Wolf Eagle dan orang kepercayaan Bima. 

"Udah gue bilang, Thur. Lawan kita kali ini gak main-main. Bahkan dia berani membunuh orang. Dia bukan anonim sembarangan," ucap Bima. 

Arthur hanya terdiam. Pasalnya, ia pun merasa syok dengan kasus baru yang ia tangani ini. Ia tidak menyangka akan menghadapi seorang pembunuh.

"Kepolisian dan ambulans dari tim forensik sedang menuju kesini, Tuan," ucap anggotanya. 

Bima mengangguk.

Traannggggg 

Terdengar suara, seperti kaleng cat jatuh. Tanpa aba-aba, Bima langsung berlari menghampiri sumber suara itu. Ia berpikir bahwa sang pelaku masih berada di sekitar sini. Diikuti oleh Arthur yang juga mengikuti Bima. 

Rumah kecil ini berada di daerah yang sangat sepi dan jauh dari jalan raya. Bahkan jarang penduduk yang tinggal di daerah ini. Kemungkinan besar ia adalah sang pelaku. Seperti itu pikir Bima. 

Saat keluar dari rumah, Bima melihat seseorang berpakaian hitam berlari seperti berusaha kabur darinya. 

Tentu saja, dengan sangat cepat Bima pun berlari untuk menangkapnya.

Tetapi, tak kalah cepat dengan Bima. Seseorang itu pun berlari dengan sangat cepat, bahkan lincah.

Jalan buntu. Bima tersenyum kecil saat melihat itu. 

Tak menyerah begitu saja, seseorang yang misterius ini berusaha membuat alas untuk memanjat melompati tembok besar yang menutup jalannya. 

Melihat itu Bima langsung mengeluarkan pistolnya, tetapi ia tidak menembak. Ia melemparkan pistol itu kearah punggungnya sehingga ia lengah dan sulit menggapai ujung tembok. 

Bima langsung menghampiri dan menarik pakaiannya agar dia terjatuh ke bawah. Ia kemudian menginjak pergelangan kakinya, hingga ia menjerit kesakitan. 

Tunggu! Suara wanita? 

Bima langsung membuka masker yang menutupi setengah wajah sang pemilik. 

Benar saja. Ia seorang wanita. Mengapa ia ada disini? 

Wanita itu hanya diam saja, karena merasa kesakitan dengan kakinya yang terkilir. 

Tunggu! Bima seperti tidak asing dengan wajah yang ia lihat. 

"Lo ... Lo polisi yang ada di jalan itu?!" tanya Bima. 

Benar. Ia sangat mengingat wajahnya. Ia benar benar wanita yang ia lihat di jalan dua hari yang lalu. Apa yang ia cari disini? Apakah polisi sudah mengetahui tentang ini semua? 

-bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status