“Kalau kamu masih memikirkan yang bernama Raze bangsat itu, lihat saja apa yang bisa kuperbuat padamu! Dan kalau sampai dia datang untuk membawamu pergi, lihat saja apa yang bisa kuperbuat padanya!”“Mulai sekarang, kamu tidak boleh ke mana-mana kecuali bersamaku, Little Rabbit! Dan kamu tidak boleh lagi kembali ke panti asuhan sialanmu itu! Di sana, kamu mengenang dia, ‘kan? Kamu mengingat semua hal indah yang dia lakukan untukmu, bukan? Fucking shit!”Kembali menyeringai lebih menyeramkan, ultimatum dibuat dengan sangat jelas. “Jangan bermain denganku! Berani melanggar perintahku, kamu akan kubuat sangat menyesal seumur hidup!”Cekikannya pada leher Hanae dilepas, lalu berdiri terengah-engah. Tatap melihat wanita cantik itu menangis sesenggukan sambil memegangi leher yang baru saja ia sakiti. Gemuruh di dada Xavion bak tornado melanda perkebunan, sangat bising. Tak berkata apa-apa lagi, ia keluar kamar sambil membanting pintu. Menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, rasa cemb
Fanty dan Deasy sudah berada di dalam mobil dan mengikuti taksi yang dinaiki Hanae. “Sekarang, kita lihat ke mana dia? Apa kembali ke panti asuhan, atau mungkin dia ke hotel dan menaiki tubuh lelaki hidung belang demi sebuah tas Gucci? Hahaha!” gelak Fanty mencibir.Deasy tentu saja tidak mau ketingalan mencemooh. “Pelacur seperti Hanae harus kita bongkar kedoknya! Dia selalu sok terlihat polos dan tidak bersalah. Dia berhasil menipu Ezra dan Xavion sehingga kita berdua terus yang disalahkan!”“Setelah kita mendapat bukti bahwa dia tidak lebih dari wanita yang suka menjual diri, maka seluruh lelaki di kantor akan memandang rendah padanya! Xavion dan Ezra tidak akan membelanya lagi sampai kapan pun!”Kendaraan terus berjalan. Hanae yang sedang membaca bagaimana cara menjadi nakal bagi pasangan di atas ranjang terus tersenyum berdebar. Meski selisih usia antara dia dan Xavion kurang lebih mendekati 15 tahun, tetapi tentu saja itu bukan masalah. Seandainya saja dia tahu kalau Fanty dan
"M-maafkan aku! Sungguh! Aku tidak sengaja membakar mobilmu!" pekik Hanae Liason Tan. Wanita itu terduduk di atas kedua lutut yang menyentuh tanah kotor berlumpur. Seluruh tubuhnya sudah dipenuhi kotoran tanah, sisa permainan menjijikkan dari para senior. Sementara ia memohon, seorang Jaksa Penuntut Umum pemilik mobil yang kini sudah dilahap jago merah berdiri menatap tajam. Bak elang sedang mengincar anak ayam, begitu pula otaknya bekerja.Xavion Young, lelaki dewasa dengan birahi seperti anak remaja. Tubuhnya gagah, menjulang dengan tinggi yang nyaris mencapai 190cm. Wajah angkuh menyebalkan, tetapi entah kenapa sekaligus menawan. Mungkin ini yang dinamakan aura gila-gilaan? "Gadis bodoh! Sejak pertama yang kamu lakukan hanyalah merusak barang orang! Yang kamu lakukan hanyalah kecerobohan!" dengkus pemilik sebuah mobil tua yang sedang terbakar hebat.Mobil itu memiliki kenangan yang tak akan bisa diganti dengan uang sejumlah apa pun. Ada memori ayah Xavion yang telah meninggal d
Hari yang panas di kota Los Angeles. Sebuah mobil Bentley mewah berhenti di lapangan parkir depan gedung kehakiman kota ramai penduduk tersebut. Sekian pasang mata sontak menoleh pada kendaraan roda empat berwarna hitam legam. Semua tahu siapa pemiliknya.Mereka yang berjenis kelamin wanita sontak tersenyum sambil berbisik-bisik pada teman di sebelah, sementara mereka yang berjenis kelamin laki-laki sontak memancarkan aura iri pada pemilik Bentley yang kini mulai menapakkan kaki turun dari mobil.Jasnya berwarna abu-abu tua. Hem lengan panjang di dalam berwarna hitam dengan dasi perak gelap. Tingginya sekitar 185 sentimeter ke atas dengan rambut hitam barusan disugar menggunakan beberapa jari. Lelaki berkelas itu melirik namanya yang terletak di depan bumper mobil. Menandakan space parkir ini adalah khusus untuknya. Xavion Young – Prosecutor Senior.Nama serta jabatan tertera sangat rapi di plang tersebut. Usianya baru 35 tahun, tetapi sudah menggapai jabatan Jaksa Penuntut Umum Sen
“Apa katamu!” engah Xavion menatap tak percaya pada teman satu timnya. “Dia ... aku akan menjadi bosnya?”Fanty mengangguk, “Iya, dia akan menjadi anak buahmu. Dia sedang magang selama tiga bulan di sini dan ditugaskan di tempat kita.”Wanita cantik yang terlihat berpendidikan tersebut melirik malas pada Hanae. Ia terkekeh sambil mengejek, “Aku juga tidak tahu kenapa kita sungguh sial sampai diberi pekerja magang seperti dia!”“Lihat saja! Penampilannya bagai orang yang baru saja keluar dari mesin waktu 500 tahun lalu!” gelaknya mencibir gaya pakaian Hanae yang memang tidak up to date.Yang sedang diejek hanya menunduk sambil meremat jemari sendiri. Selain panas dan melepuh tipis, hatinya pun ikut panas karena ditertawakan oleh Fanty. Akan tetapi, apa yang bisa dia perbuat?Xavion menggeleng, “Aku tidak ada waktu untuk ini! Aku ada sidang pagi ini dan ... fuck! Dan sekarang aku harus berganti pakaian dengan yang baru!”Ia menatap tajam pada Hanae, “Kalau sampai aku kalah di sidang pag
Xavion meregangkan tangan ke atas. Sekujur tubuh dirasa sangat lelah setelah seharian menghdiri dua persidangan dan tiga rapat bersama para petinggi di gedung kehakiman untuk tiga urusan yang berbeda. Mengusap tengkuk, lalu ia menekuk leher ke kanan dan ke kiri. Melemaskan urat serta otot. Memandang jam tangan, sudah pukul sebelas malam. Waktunya untuk pulang. Cukup bekerja hari ini, saatnya mendatangi ranjang di rumah.“Aaah, fuck! Aku benar-benar lupa!” desisnya saat mengangkat ponsel dan melihat sebuah chat dari wanita bernama Pixie.[Lain kalau kalau memang tidak bisa datang tolong kabari aku, ya? Aku seperti orang tolol menantimu sendiri di sini.]Xavion mengurut kening. Bagaimana mungkin dia lupa ada janji untuk bertemu di pub dengan wanita seseksi dan secantik Pixie. Apalagi, ketika mereka berada di atas ranjang maka seisi dunia adalah tempat yang jauh lebih baik. “Aku harus membelikannya barang mahal besok supaya dia mau memaafkanku. Shit, aku ingin merasakan goyangannya kem
Sadar kalau telah dikerjai dan dibodohi, Hanae menunduk. Ia tidak menjawab apa-apa. Bibir dikulum ke dalam menahan sebuah emosi yang tengah membungkus sekujur batin perihnya. Xavion menggeleng jengah seraya berkata, “Jadi orang itu yang pintar! Aku tidak suka punya karyawan bodoh meski dia hanya sekadar magang! Mengerti?”Tak ada suara, Hanae hanya mengangguk.Merasa perbincangan mereka sudah cukup, Xavion segera melangkah keluar. “Jangan lupa matikan komputer dan lampu setelah selesai! Aku tidak mau bagian umum memarahiku lagi karena masalah komputer dan lampu yang tidak dimatikan selesai bekerja!”Tetap tak ada suara, Hanae lagi-lagi mengangguk dalam diam. Setelah bosnya keluar dari ruangan, barulah ia mulai bersuara.Bukan berkata apa-apa, hanya terisak. Sedih karena sampai jam sebelas malam ternyata hanya mengerjakan sesuatu yang tak berguna. Sedih karena sejak di bangku sekolah hingga bekerja diri selalu mengalami perundungan akibat tidak berasal dari keluarga terhormat.Lebih d
Hanae meronta sekencang yang ia bisa meski tubuh dicengkeram oleh lima lelaki kampungan yang ingin menodainya. Sudah lelah bekerja 12 jam tanpa makan siang, tanpa makan malam, di penghujung hari justru ia hendak dinodai.Wanita berusia 22 tahun itu masih suci. Hidup di panti asuhan dan memakai berbagai barang bekas dari sumbangan membuat tak ada lelaki ingin mendekatinya. Tidak usah lelaki, wanita saja enggan bersahabat dengannya. Sejak dulu dia hanya berkawan dengan diri sendiri, fokus pada pendidikan beasiswa dan mencoba mengubah nasibnya tanpa bergantung pada siapa pun. Jeritannya sudah dibungkam, jari-jari kotor sudah mulai memasuki balik rok spannya. Ia terus diseret, digeret, dan dijambak paksa menuju pojok jalan yang gelap. Tepat sebelum para lelaki biadab itu menghilang di belokan jalan menuju gang sempit tempat mereka berniat melancarkan aksi mesumnya ....Sebuah Bentley berwarna hitam legam mendekat. Bunyi ban berdecit mencakar aspal terdengar akibat rem yang diinjak sang
Fanty dan Deasy sudah berada di dalam mobil dan mengikuti taksi yang dinaiki Hanae. “Sekarang, kita lihat ke mana dia? Apa kembali ke panti asuhan, atau mungkin dia ke hotel dan menaiki tubuh lelaki hidung belang demi sebuah tas Gucci? Hahaha!” gelak Fanty mencibir.Deasy tentu saja tidak mau ketingalan mencemooh. “Pelacur seperti Hanae harus kita bongkar kedoknya! Dia selalu sok terlihat polos dan tidak bersalah. Dia berhasil menipu Ezra dan Xavion sehingga kita berdua terus yang disalahkan!”“Setelah kita mendapat bukti bahwa dia tidak lebih dari wanita yang suka menjual diri, maka seluruh lelaki di kantor akan memandang rendah padanya! Xavion dan Ezra tidak akan membelanya lagi sampai kapan pun!”Kendaraan terus berjalan. Hanae yang sedang membaca bagaimana cara menjadi nakal bagi pasangan di atas ranjang terus tersenyum berdebar. Meski selisih usia antara dia dan Xavion kurang lebih mendekati 15 tahun, tetapi tentu saja itu bukan masalah. Seandainya saja dia tahu kalau Fanty dan
“Kalau kamu masih memikirkan yang bernama Raze bangsat itu, lihat saja apa yang bisa kuperbuat padamu! Dan kalau sampai dia datang untuk membawamu pergi, lihat saja apa yang bisa kuperbuat padanya!”“Mulai sekarang, kamu tidak boleh ke mana-mana kecuali bersamaku, Little Rabbit! Dan kamu tidak boleh lagi kembali ke panti asuhan sialanmu itu! Di sana, kamu mengenang dia, ‘kan? Kamu mengingat semua hal indah yang dia lakukan untukmu, bukan? Fucking shit!”Kembali menyeringai lebih menyeramkan, ultimatum dibuat dengan sangat jelas. “Jangan bermain denganku! Berani melanggar perintahku, kamu akan kubuat sangat menyesal seumur hidup!”Cekikannya pada leher Hanae dilepas, lalu berdiri terengah-engah. Tatap melihat wanita cantik itu menangis sesenggukan sambil memegangi leher yang baru saja ia sakiti. Gemuruh di dada Xavion bak tornado melanda perkebunan, sangat bising. Tak berkata apa-apa lagi, ia keluar kamar sambil membanting pintu. Menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, rasa cemb
Sepulang dari panti asuhan menjenguk Ma’am Lilac, Hanae memasuki kamar tidur pertamanya. Disebut kamar tidur pertama karena sejak ia menyatu dengan Xavion, mereka tidur bersama setiap hari, tidak terpisah seperti sebelumnya.Suara Ezra tadi siang terngiang di telinga, “Kalau kakak angkatmu itu yang meminta kamu pergi dari Xavion, apa kamu mau melakukannya?”Tersenyum pedih, ia keluarkan sebuah surat usang ditulis 15 tahun lalu. Ditulis sebelum seorang remaja lelaki tampan bermata sipit seperti dirinya bernama Raze dijemput oleh orang tua angkat menggunakan mobil mewah. Hanae membacanya kembali dengan mata berkaca-kaca. Kelebatan memori berjalan begitu saja. Saat Raze selalu melindunginya dari siapa pun yang berniat menyakiti. Remaja lelaki yang diaku sebagai kakak angkat Hanae begitu menyayanginya. Tak jarang pula Raze memberikan sebagian makanannya kepada Hanae jika ada donatur yang datang dan memberi sumbangan berupa kue atau makanan lezat lainnya bagi anak-anak panti asuhan.“Kam
Menaiki taksi online menuju rumah panti asuhannya, Hanae tidak tahu kalau ada satu mobil sedan berwarna merah tua mengikuti dari belakang. Sejak menjadi kesayangannya Xavion, ke mana-mana dia menaiki taksi dan bukan lagi bus seperti dulu. Uang bukan lagi masalah baginya setelah sebuah kartu hitam diberikan padanya. Ah, bagaimana tidak cinta kalau sudah begini? Tampan, gagah, mapan, posesif sekaligus perhatian. Di luar semua keangkuhan dan keras kepala serta kekasarannya, Xavion memang nampak sedemikian sempurna untuk dimiliki, bukan?Ia turun dari taksi dan berjalan masuk tanpa menoleh ke belakang. Tanpa tahu ada dua wanita di dalam mobil sedan merah tua mengambil beberapa foto dari jarak jauh menggunakan ponsel. “Panti Asuhan Blessed Mother Marry,” gumam Fanty mengetik nama dari panti asuhan tersebut di ponselnya. Ia kirim gambar yang sudah diambil berkali-kali ke seorang wanita.Jessica menerima laporan itu. Ponselnya berbunyi, segera ia buka, lalu mengerutkan kening. Dalam hati
“Mungkin saja!” kekeh Hanae sambil menghapus air mata yang ia tidak mau lagi teteskan. Tidak mau membuat Ezra lebih khawatir lagi padanya. “Aku selalu menurut pada kakak angkatku itu sejak kecil. Kalau dia yang memintaku pergi dari Xavion, mungkin aku akan menurut.”Ucapan Hanae sebenarnya hanyalah gurauan biasa, asal terlontar karena dia sama sekali tak berpikir kakak angkatnya akan datang untuk memintanya menjauhi Xavion. Akan tetapi, tidak demikian dengan Ezra yang terus menatap dengan napas terengah, bahkan tangan terkepal di bawah meja. Jelas ada emosi tertentu yang sedang dia tahan agar tidak meledak keluar. “Sudah waktunya kembali ke kantor. Sebentar lagi jam makan siang berakhir,” ucap Hanae, meneguk minumannya hingga habis, kemudian berdiri.Ezra pun berdiri, hendak menjejeri dan bersama kembali ke kantor. Ada beberapa karyawan kejaksaan lain menyapa mereka. Rupanya tempat makan itu sudah biasa didatangi oleh orang-orang dari kejaksaan.Namun, ponselnya berbunyi dengan sang
Hanae sedang makan siang sendirian di sebuah kedai kecil berjarak beberapa ratus meter dari kantor. Ia sengaja menghindari pertemuan dengan Jessica setelah apa yang terjadi terakhir kali. Ada perih di hati mengetahui Xavion akan bertemu dengan seorang wanita dan memilih gaun pengantin. Tahu dia hanyalah kekasih gelap yang diberi janji akan menjadi satu-satunya suatu hari nanti. Dan oleh karena itu dia tidak berhak untuk menuntut lebih. Namun, sebagai seorang wanita biasa, apalagi yang baru saja merasakan cinta ... pedihnya kenapa sangat mengiris kalbu?‘Bagaimana ini? Kenapa aku justru merasa seperti menjadi wanita perusak rumah tangga orang? Tapi, benar kata Xavion, aku tidak merusak siapa pun. Dia ditunangkan dengan Jessica juga bukan atas inisiatifnya sendiri, dia dipaksa.’Dengan bodohnya, Hanae jusrtu googling gaun pengantin dan berpikir kira-kira model apa yang akan dipilih oleh Jessica? Dan apakah wanita itu memilih sendiri atau Xavion akan turut memilihkan?Membayangkan kedu
Berat rasanya dada Tuan Muda Young mendengar ini, tetapi ia harus memainkan kartunya dengan baik. “Hmm, memilih gaun pengantin di mana?”Dengkus kasar meluncur begitu saja dari bibir Hanae. Wajahnya dilanda kecemburuan dan rasa sakit mendengar pertanyaan itu. Kekhawatiran pun muncul tentang apakah ia benar hanya akan menjadi kekasih rahasia entah hingga kapan.“Akan kukabari tempatnya besok. Aku masih merundingkan dengan ibuku dan ibumu,” jawab Jessica dengan senyum tercantik di wajahnya. “Fine, bye,” jawab Xavion, lalu mematikan sambungan. Ia menoleh pada Hanae, lanjut dengan merengkuh jemari lentik. “Jangan cemburu, kamu tahu aku tidak mencintainya.”“Hmm, whatever ....”“Kalau kamu terus cemberut seperti itu, aku terpaksa membuatmu menjerit nikmat saja supaya tidak cemberit lagi, deal?” rajuk sang lelaki, tertawa kecil dan menggoda kekasihnya.Hanae melirik, ingin tertawa, tetapi juga masih kesal sangat. Akan tetapi, ia kemudian berpikir apalah dirinya, siapalah dia jika ingin men
“Kenapa? Kenapa aku harus meninggalkannya? Apa yang sebenarnya terjadi?” geleng Hanae. Tentu saja dia tidak mau meninggalkan lelaki yang baru saja bercinta dengannya untuk pertama kali. Lilac terengah, mata berkaca-kaca, nyaris terisak. Terlihat jelas wanita itu sedang mencari alasan. Lalu, ia berucap sama parau dengan sebelumnya, “Dia bosmu, dan aku melihat kalian datang dengan kendaraan mahal. Dia pasti orang kaya, bukan?”“Orang kaya tidak akan mau berhubungan dengan orang miskin rendahan seperti kita, Hanae! Dia mungkin sedang tergila-gila padamu, tapi keluarganya akan menentangmu! Mereka bahkan bisa saja melakukan semua cara untuk menyingkirkanmu!” Hanae menggeleng tak mau percaya, “Xavion sudah bilang dia akan mencari solusi untuk permasalahan kami. Ibunya memang tidak menyukaiku, kata dia ibunya memang tidak suka dengan orang mis—““TENTU SAJA IBUNYA TIDAK AKAN MENYUKAIMU! SAMPAI MATI DIA TIDAK AKAN MENYUKAIMU!”Mendadak Ma’am Lilac berteriak sangat kencang dan matanya meloto
Hanae menjerit saat Ma’am Lilac mendadak pingsang begitu saja di depan pintu masuk. Ibu angkatnya tersungkur dengan mata terpejam. “Ma’am? Ma’am!” engah Xavion mengguncang tubuh ringkih wanita renta. Hanae menangis kencang, “Tolong lakukan sesuatu!”Xavion mengangkat tubuh Ma’am Lilac dan membawanya masuk ke dalam panti asuhan. Orang-orang yang tinggal di sana mulai berdatangan setelah mendengar teriakan Hanae.Diletakkan di atas sofa ruang tamu, Xavion kemudian mengeluarkan ponselnya. “Aku akan menelepon 911!”Namun, sebelum ia menghubungi panggilan darurat tersebut, mata Ma’am Lilac mengerjap. Detik berikutnya wanita berkulit keriput sudah mendapatkan kesadarannya kembali. “Ma’am? Ya, Tuhan! Aku takut sekali melihat Ma’am Lilac pingsan!” tangis Hanae memeluk kepala panti asuhan.“Ada apa? Kenapa Ma’am Lilac bisa sampai pingsan?” tanya orang-orang ikut khawatir.Terengah, Ma’am Lilac kemudian memaksa diri untuk duduk di sofa walau detak jantungnya masih tidak karuan dan dada teras