Home / Romansa / The Real CEO / Sampai Jumpa Lagi

Share

Sampai Jumpa Lagi

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2022-10-04 23:16:47

“Yang saya tahu, keluarga Mahardika sudah punya pengacara khusus untuk mengurus semua hal terkait masalah yang ada di circle kalian.”

Lex menyilang kaki dengan santai pada arm chairnya. Menatap Elok dengan selidik, dari ujung rambut hingga kaki. Wanita yang selalu terlihat elegan, tapi tegas itu tidak akan mengambil keputusan ceroboh dalam hal apapun. Lex memang tidak pernah mengenal Elok secara pribadi. Namun, dari pemberitaan yang terkadang lewat saat berselancar, cukup bisa membuat Lex bisa menilai wanita itu.

Hanya satu hal yang tidak diketahui Lex saat ini. Yaitu, untuk apa seorang Elok sampai ingin menemuinya seperti sekarang.

“Babe baru pensiun, dan saya masih sangsi kalau harus konsultasi dengan anaknya.”

Lex mengangguk paham, karena alasan Elok cukup masuk akal. Beberapa waktu yang lalu, salah satu pengacara senior yang sangat disegani memang baru saja mengumumkan pengunduran dirinya dari hiruk pikuk dunia hukum. Pria paruh baya itu beralasan, ingin beristirahat dan menikmati sisa hidup dengan tenang tanpa harus memikirkan peliknya kasus yang tiada henti.

Yang Lex tahu, Rasyid atau yang kerap disapa Babe menyerahkan firma hukumnya dalam kendali putra semata wayangnya, yakni Abimanyu.

“Begini Bu Elok, saya bukannya tidak mau menjadi penasihat Ibu,” ujar Lex memberi sedikit pandangan dengan bahasa formal. “Tapi, apa Ibu sudah bicarakan semua ini dengan pihak Abimanyu. Kalau firma lain, mereka pasti menyambut Bu Elok dengan tangan terbuka. Tapi, saya punya prinsip tersendiri untuk tidak mengambil klien orang lain. Kecuali, Bu Elok sudah melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan pihak sana.”

Elok juga mengangguk paham, atas pernyataan pria yang sudah sangat lama menduda itu. Bagi Elok, ini adalah pertemuan pertamanya dengan Lex secara langsung. Selebihnya, Elok hanya mendengar kabar pria itu dari pemberitaan yang sering muncul di media.

“Saya datang ke sini karena urusan pribadi, jadi, bukan untuk urusan keluarga besar Mahardika, atau perusahaan.”

Lex menurunkan kaki, lalu menegakkan tubuh karena mulai merasa tertarik dengan ucapan Elok. Entah mengapa, Lex sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan wanita itu.

“Saya butuh pengacara perceraian,” ujar Elok yang duduk berhadapan dengan Lex tanpa ragu. “Saya butuh konsultasi, karena …” Elok menarik napas panjang sebentar untuk menjeda sesak di dalam dada. Mengingat kembali perselingkuhan sang suami, dada Elok mendadak terasa nyeri. “Suami saya selingkuh.”

Kedua alis Lex tersentak pelan karena tebakannya benar. “Dugaan selingkuh, atau, Bu Elok sudah tahu kalau … mohon maaf, Harry Lukito? Saya benar, kan?”

“Ya.” Elok mengangguk. “Suami saya Harry Lukito. Dia sudah selingkuh dan saya punya beberapa buktinya. Dari CCTV di apartemen selingkuhannya, bukti percakapan mereka di chat, dan suami saya juga sudah mengaku kalau dia selingkuh. Tapi, dia juga bilang kalau hubungan itu sudah selesai sebulan yang lalu.”

“Bagaimana dengan anak?”

“Kami punya satu anak perempuan, tujuh tahun.”

“Sudah pertimbangkan baik dan buruknya?” tanya Lex lagi. “Bagaimana kalau mediasi lebih dulu. Saya bisa memfasilitasi kalian berdua. Bicara dari hati ke hati dan pikirkan lagi matang-matang akibat ke depannya.”

Elok terdiam untuk mencerna perkataan Lex yang serupa dengan Harry. Apa Elok memang harus memikirkan lagi keputusannya untuk bercerai dari Harry? Memberi maaf dan kembali menjalani biduk rumah tangga mereka ke depannya?

“Suami saya itu selingkuh, Mas.” Elok tidak pernah sebimbang ini dalam hidupnya. Ia termasuk tipe wanita yang tegas, dan tidak pernah dilanda keraguan jika sudah mengambil keputusan. Namun, kali ini ada Kasih yang membuat dirinya tidak mampu menetapkan tujuan hidupnya ke depan.

“Saya paham.” Lex tetap bersikap formal, dengan dengan aura arogan dan wibawanya. “Tapi, ada dua hal yang membuat pernikahan tetap bisa dipertahankan. Pertama memaafkan, dan yang kedua, memberi kesempatan. Karena itulah, setiap sidang perceraian selalu ada bagian mediasi untuk pasutri berpikir kembali. Berbicara dari hati, untuk masa depan pernikahan mereka.”

Elok menarik napas, sembari meraih tas yang ada di samping pahanya. “Sepertinya, saya sudah salah datang ke sini,” ujarnya kemudian berdiri lalu menatap datar pada Lex. “Lebih baik saya cari pengacara perempuan, yang benar-benar mengerti bagaimana perasaan istri yang suaminya berkhianat.”

“Bu Elok.” Lex pun ikut berdiri, tapi tidak terpancing dengan ucapan wanita itu. “Saya tidak keberatan sama sekali, kalau Ibu mau mencari pengacara lain. Tapi, sebelum itu silakan pikirkan baik-baik saran dari saya.”

“Mas, gelas yang sudah jatuh dan pecah, nggak akan mungkin bisa kembali tersusun sempurna,” sanggah Elok.

“Tapi hati, tidak bisa disamakan dengan benda mati,” balas Lex tidak setuju dengan pernyataan yang kerap beredar di masyarakat. “Saya paham kalau hati Bu Elok sekarang sedang sakit, dan terluka. Tapi, setiap penyakit dan luka yang ada sekarang, pasti ada obatnya kalau kita mau bersabar.”

Lex segera mengayunkan kaki untuk menyusul Elok yang hanya diam, dan berjalan menuju pintu ruang kerjanya. Dari sikapnya saja, Lex tahu jika Elok sudah tidak ingin mendengar dirinya berceramah panjang lebar. Sebelum tangan Elok sampai memegang handle pintu, Lex lebih dulu meraih benda tersebut.

“Banyak kasus perselingkuhan yang berbuntut perceraian,” kata Lex berdiri tepat di depan Elok. “Tapi, tidak sedikit dari mereka yang bisa intropeksi, dan kembali merajut rumah tangga dengan bahagia. Tolong garis bawahi kata bahagia yang barusan saya sebut. Juga ingat, kata-kata saya tentang memaafkan dan memberi kesempatan. Saya nggak tahu dengan Abimanyu, tapi kalau Bu Elok datang ke Babe dengan kasus seperti ini, percayalah, Babe juga akan memberi saran yang sama dengan saya.”

Elok menatap Lex tajam, dengan penuh emosi yang tidak bisa diungkapkan. Namun, Elok sudah tidak ingin membuang waktu untuk mengemukakan argumennya. Kepala Elok saat ini benar-benar penuh dengan masalah yang harus segera ia urai satu per satu. Elok hanya ingin mencari solusi, daripada harus berdebat dengan Lex yang terlihat membela sesama kaumnya.

“Saya harap, suatu saat Mas nggak akan berada di posisi saya.”

Lex tersenyum tipis, lalu segera membukakan pintu untuk Elok. “Tidak … akan pernah. Karena saya sudah berkomitmen untuk selibat. Dan … hati-hati di jalan Bu Elok, sampai jumpa lagi.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
eh ada mas Lex dsini.. Prass muncul juga g yaaa..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The Real CEO   Giveawaaay ~~

    Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..

  • The Real CEO   Melepaskan Semua

    Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap

  • The Real CEO   Adekku

    “Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan

  • The Real CEO   Tanpa Terkecuali

    Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat

  • The Real CEO   Satu Lagi

    “Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang

  • The Real CEO   Mau

    “Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status