“Kasih mau adek cewek, apa cowok?”
Pertanyaan tersebut, Harry cetuskan ketika mereka bertiga beristirahat untuk makan siang. Ia harus memanfaatkan waktu yang ada saat ini, untuk bisa mengambil hati sang istri. Bagaimanapun juga, mereka tidak boleh bercerai karena akan ada banyak hal yang dipertaruhkan nantinya.
“Cowok!” jawab Kasih dengan pasti. “Biar kayak Mami sama om Gilang! Rame!”
Saat melihat Elok meletakkan tangan di atas meja, Harry tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Dengan cepat, Harry meraih tangan kanan Elok yang duduk di depannya dan menggenggamnya erat. Harry tahu, Elok tidak akan menolaknya kali ini karena mereka tengah berada di depan Kasih.
“Tapi kalau nanti adeknya cewek, gimana?” lanjut Harry guna mencairkan suasana. Sejak mereka meninggalkan kediaman Lukito, Elok hanya mau membuka mulut untuk menanggapi Kasih. Namun, Elok lebih memilih untuk berdiam diri, jika Harry yang melempar obrolan di tengah-tengah mereka.
“Yaaa …” Kasih menggulirkan bola matanya untuk berpikir sejenak. “Ya, nggak papa juga. Tapi aku maunya cowok.”
Tepat di saat Kasih menyelesaikan jawabannya, Elok melambaikan tangannya ke arah pintu masuk restoran. Dengan senyum lebar nan hangatnya, Elok kemudian berdiri sambil menarik tangan dari genggaman Harry.
“Om Gilang datang juga!” ujar Elok sambil mengusap puncak kepala putrinya.
“Om Gilang!”
Kasih pun menoleh ke arah pintu masuk. Begitu melihat Gilang yang melambai dan tersenyum lebar ke arahnya, Kasih segera berdiri dan berlari untuk menghampiri pria itu.
Sementara Harry, sontak tersenyum masam ketika memandang ke arah Gilang. Sepertinya, Elok telah meminta Gilang untuk datang pada jam makan siang. Pengacau itu, benar-benar akan merusak suasana dan rencana Harry jika seperti sekarang. Acara keluarga kecil yang telah direncanakan Harry untuk menyentuh sisi hati Elok, bisa berakhir sia-sia.
“El—”
“Kasih ikut Gilang pulang habis makan siang.” Elok memotong ucapan Harry dengan cepat, sambil terus tersenyum pada Gilang yang berjalan ke meja mereka sambil menggandeng Kasih. “Dia nginap di rumah papaku mulai malam ini. Dan kita, tetap ke Singapur untuk full medical check up, bukan honeymoon.”
“El, sekali lagi aku mohon pikirkan perasaan Kasih,” ujar Harry masih duduk dan menatap putrinya yang sibuk bercerita pada Gilang. Harry yakin, Kasih sedang bercerita mengenai rencana Harry pergi ke Singapura untuk bulan madu bersama Elok. Setelah ini, kabar tersebut pasti akan sampai ke telinga keluarga Mahardika.
Elok menatap Harry dengan senyum tipis yang masih terpajang di wajah. “Mau ikut aku ke Firma Sagara habis ini? Kita bisa sekalian bicarakan semuanya dengan mas Lex. Aku sudah buat janji dengan dia jam dua nanti.”
Rahang Harry mengeras. Tidak pernah menduga, jika Elok tidak memakai pengacara keluarga Mahardika yang biasa mengurus segala sesuatunya. Mengapa, Elok mendadak mengganti dan beralih menggunakan pengacara dari firma hukum lain?
Akan tetapi, Harry tidak bisa berucap sepatah kata pun mengingat Gilang dan Kasih sudah berada di meja mereka. Harry segera berdiri, menjabat tangan Gilang lalu memeluk singkat sang adik ipar.
“Lagi nggak sibuk, Lang?” Pertanyaan tersebut, hanyalah untuk berbasa-basi.
“Lagi nggak banyak event.” Entah mengapa, Gilang yakin jika telah terjadi sesuatu di antara Harry dan kakak perempuannya. “Seriusan kalian mau honeymoon besok?” tanyanya setelah mendengar sekelumit cerita dari satu-satunya keponakan yang Gilang miliki.
Saat Harry mengangguk, tatapan Gilang yang baru saja duduk itu langsung tertuju pada Elok. Kakak perempuannya itu hanya tersenyum kecil, tapi tidak memberi jawaban sama sekali. Elok tidak membuka mulut, ataupun memberi balasan lewat gestur tubuhnya.
“Honeymoon tipis-tipis, Lang,” timpal Harry cepat karena tidak melihat tanggapan Elok. “Sudah lama kami nggak liburan berdua.”
Gilang menendang pelan kaki Elok di bawah meja, dan dengan cepat tendangan itu langsung mendapat balasan. Jika Elok langsung memberi respons, itu artinya kakak perempuannya sedang tidak baik-baik saja. Mungkin, ini ada kaitannya dengan permintaan Elok untuk membawa Kasih ke kediaman Mahardika, setelah mereka makan siang nanti.
“Jadi, Kasih nginap di rumah Opa nanti malam?” tanya Gilang sudah bisa mengambil kesimpulan sendiri.
Elok kembali mengulurkan tangan, untuk mengusap puncak kepala Kasih yang sudah duduk di tempat semula. “Terserah Kasih. Aku nggak akan ngelarang dia mau nginap di mana pun, asal bukan di tempat orang asing.”
Tatapan Elok langsung tertuju tajam pada Harry. Hingga detik ini, pikiran dan hati Elok masih tidak bisa percaya jika hubungan Harry dan Sandra sudah berakhir.
“Oia Sayang.” Elok beralih pada putrinya. “Habis makan, Kasih ikut om Gilang ke rumah Opa, ya. Papa ada meeting mendadak, terus Mama juga harus ketemu orang.”
Wajah Kasih langsung berubah cemberut. Bukannya sang papa mengatakan, bahwa mereka akan bermain seharian? Mengapa tiba-tiba Kasih harus pulang bersama Gilang?
“Kok pulang?” protes Kasih menatap Harry terlebih dahulu. “Kata Papa, kita mau jalan seharian! Kok ada meeting?”
“Ya udah, ya udah!” Gilang buru-buru menengahi, karena sudah merasa ada yang tidak beres. “Habis makan, jalan-jalan sama Om seharian! Gimana, mau?”
“Tapi, Om! Papa itu sudah janji!” Kasih bersedekap sambil menghempas tubuhnya untuk bersandar pada punggung kursi. Kecewa, karena kedua orang tuanya tidak bisa menepati kata-kata mereka sendiri.
“Kasih … Sayang.” Elok menggeser kursinya ke arah Kasih untuk mengatakan sesuatu. “Jumat depan, Kasih mau ikut Mama ke Singapur? Nanti, pulangnya hari minggu, mau?”
Sorot mata Kasih memicing tajam pada sang mama. “Sama papa juga?”
“Sayang—”
Mendengar satu kesempatan lagi terbuka di depan mata, Harry dengan cepat memotong ucapan Elok. “Iya, sama Papa juga,” sambar Harry buru-buru. “Jadi, minggu ini Papa sama Mama dulu ke Singapurnya, terus minggu depan kita bertiga. Gimana?”
Tatapan tajam itu, segera Kasih alihkan pada sang papa. “Janji?”
“Papa janji!”
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..
Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap
“Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan
Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat
“Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang
“Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak