Share

Chapter 8

"Aku ... aku tidak memiliki teman di sana," jawab Nuvaca lirih.

"Baiklah, lupakan jika itu menyakitimu. Aku akan membuat hari ini menjadi hari paling bahagia untukmu." Levy mencoba menghibur, Nuvaca mengangguk dalam pelukan Levy.

Menyembunyikan raut wajah dinginnya dari pria bersuai putih itu, entah apa yang terjadi sepertinya Nuvaca sangat tidak suka mengenai sekolah khusus perempuannya itu.

"Baiklah, aku juga ingin mengajakmu ke tempat lain. Bagaimana?" ajak Levy dan Nuvaca mengangguk dengan antusias.

"Navier," panggil Levy.

"Baiklah, aku tidak akan mengganggu kalian dengan jarak seratus meter. Itu jarak terjauhku untuk melindungimu, Levy," jawab Navier dengan wajah serius.

"Kau bisa menjagaku dengan jarak dua kilometer jika kau mau, Navier. Untuk kali ini aku tidak ingin kau berada di jarak pandangku," balas Levy dan Navier hanya bisa berdecak.

"Baiklah, lima ratus meter dan tidak ada bantahan," jawab Navier sambil menepikan gondola.

"Levy, biarkan Navier melakukan tugasnya. Jika kau terluka Papa yang akan membunuh Navier, kau paham bukan?" Nuvaca menengahi.

"Baiklah jika kau yang meminta." Levy dengan senyum yang mengembang.

"Ayo." Levy menggandeng tangan Nuvaca dengan lembut dan berjalan ke tempat tujuan berikutnya.

Levy mengajak Nuvaca berkeliling resort yang begitu luas, terdapat swimming pool, night club, karaoke, restoran, dan hiburan lainnya yang membuat Nuvaca terpukau akan kemegahan resort milik Levy.

Restaurant yang sudah dikosongkan Levy itu sengaja didekorasi dengan pernak pernik kesukaan Nuvaca, dengan di setiap sudut ruangan terdapat mawar hitam, dan apa pun yang berada di sana berwarna ungu. Dengan menyajikan suasana sunset yang sebenarnya masih pukul 12 siang itu membuat Nuvacaterkagum-kagum. Saat makan siang Nuvaca mengingat baru saja mengingat Dante.

"Nuva, aku tahu kau memikirkan Dante," ujar Levy, Nuvaca mendongak ke arah Levy dan tersenyum miris.

"Baru saja aku mengingatnya, sedari tadi aku sama sekali lupa akan dirinya," jawab Nuvaca sedikit bergumam, tetapi Levy dapat mendengarnya.

"Wright memberitahuku jika ponsel miliknya telah hancur, karena itu ia tidak menghubungimu," jelas Levy dan Nuvaca mengangguk mengerti.

"Pasti dia sangat kesal, sejak dulu ia tidak menyukaiku jika mendekatimu hanya karena menurutnya aku seorang orang gila," lanjut Levy dengan senyum miring.

"Karena itu aku kesal dengannya, mengapa ia tidak menyukaimu hanya karena kau seperti orang gila. Padahal dirinya pun sama saja denganmu," gerutu Nuvaca, Levy tersenyum diam-diam.

"Tapi, apa kau suka?"

"Aku menyukaimu," jawab Nuvaca sambil tersenyum.

Jantung Levy berdetak begitu cepat, ia tidak menyangka bisa mendengar itu dari bibir gadis yang ia cintai selama ini. Mereka semua tahu Dante adalah cinta pertama Nuvaca. Karena itu pula, Dante selalu semena-mena dan mengatur kehidupan Nuvaca, tetapi kali ini Nuvaca memberontak dari Dante yang tandanya Nuvaca sudah bosan dengan aturan Dante. Levy merasa senang dengan peluang mendapatkan hati Nuvaca sangatlah tinggi.

"Kau ingin menghubungi Wright?" tawar Levy, Nuvaca menaikkan satu alisnya.

"Untuk?"

"Menghubungi Dante, mungkin besok atau lusa ia akan mendapatkan ponsel terbarunya," jawab Levy, Nuvaca menggeleng kepalanya pelan.

"Tidak perlu, aku tidak ingin mendengar ocehannya saat ini," jawab Nuvaca tanpa ekapresi.

"Kau serius?" Levy menatap curiga pada Nuvaca.

"Ya, kenapa? Kau lebih suka jika aku terus memikirkannya?"

"Bu-bukan begitu, hanya saja terasa aneh. Kau sering kali lebih mementingkan Dante." Nuvaca meletakkan sendok dan garpunya perlahan.

"Aku tidak mementingkannya, alasanku bersikap seperti itu hanya karena ia tidak bersama kita. Hanya sebatas itu," jawab Nuvaca tenang.

"Bukankah dia cinta pertamamu?"

"Dia memang pertama, selanjutnya Lucas, si bodoh Alves lalu dirimu," jawab Nuvaca enteng.

Levy terbatuk-batuk mendengar jawaban Nuvaca yang terkesan datar itu, dengan sigap Nuvaca memberinya air.

"Kau? Mencintaiku? Jangan bercanda." Nuvaca mendengkus kesal.

"Kau tidak suka? Baiklah, aku akan berhenti," balas Nuvaca sambil memalingkan wajahnya.

"Ohh ... Nuva, kau membuatku bahagia. Jangan pernah berhenti mencintaiku," jawab Levy berdiri lalu memeluk Nuvaca dari belakang.

'Dia sangat mudah mengatakannya, apa dia tahu arti dari kata mencintai? Jika pun tidak, aku tidak mempermasalahkannya, karena saat ini aku bahagia bersama dengannya, My Nuva,' batin Levy.

***

Di mansion Juggernaut, LA.

Selama dua hari penuh penyerangan terus terjadi, mafioso keluarga Juggernaut hanya tersisa puluhan orang termasuk Lucas dan Alves.

Lucas yang saat ini tengah duduk di atas tumpukan mayat musuhnya, tersenyum lembut melihat pertempuran di depannya. Terlihat Alves yang juga duduk dengan tenang tak jauh dari Lucas. Mereka berdua tengah beristirahat setelah dua hari penuh melawan ratusan musuh dan hari ini baru saja bala bantuan tiba dan akhirnya mereka berdua dapat beristirahat.

"Bagaimana dengan para mayat ini?" tanya Alves yang kini tengah memakan lasagna kesukaannya.

"Bakar saja, atau kau mau membuat mereka menjadi bahan eksperimenmu?" lanjut Alves.

"Aku hanya membutuhkan yang masih hidup. Jika sudah mati, mereka tidak dapat merasakan sakitnya saat aku membelah tubuh mereka, bukan?" jawab Lucas tersenyum simpul, Alves hanya mengangguk mengerti.

Seseorang dengan berbadan tinggi, bermanik hitam dan bersurai cokelat datang menghampiri mereka berdua

"Maafkan keterlambatan kami, Tuan Lucas dan Tuan Alves," ucap orang itu sambil membungkuk hormat ala bangsawan.

"Xaryus, jika kau tidak datang pun, kami berdua dapat membunuh mereka semua," jawab Alves sambil meletakkan makanannya.

"Alves, jangan berkata seperti itu, kita juga harus menghemat energi kita untuk membereskan sisanya," ujar Lucas.

Lucas membuka topi fedora yang ia kenakan dan mengeluarkan beberapa pisau dari dalam topi itu dengan senyum simpulnya. Dengan gerakan yang sangat cepat Lucas melemparkan pisau miliknya ke belakang Xaryus.

Swiiing

Pisau itu menancap dinding dengan sangat dalam, terlihat sebuah peluru terbelah menjadi dua bagian terjatuh di lantai.

"Hati-hati dengan belakangmu, Xaryus." Lucas memperingati tanpa menghilangkan senyum simpulnya.

"Terima kasih, Tuan. Saya berhutang nyawa pada Anda," jawab Xaryus seraya membungkukkan tubuhnya.

"Kau salah satu anggota Eksekutif menengah yang bekerja langsung di bawah perintah Papa, bukan?" tanya Alves dengan tatapan bodohnya.

"Benar, Tuan Alves," jawab Xaryus masih dengan wajah datarnya.

"Kalau begitu, habisi mereka semua dalam satu jam. Jika tidak, aku yang akan menghabisimu," perintah Alves sambil tersenyum lebar, Lucas hanya menggelengkan kepala mendengarnya.

"Dilaksanakan, Tuan."

Xaryus langsung saja membalikkan tubuhnya dan membereskan sisa-sisa Mafioso yang ada di luar mansion.

"Kau mengetahui kesukaan Xaryus dengan cepat, Alves," ujar Lucas sambil memakai kembali topi fedora miliknya.

"Semua petinggi dari Eksekutif tertinggi, menengah, maupun biasa adalah kumpulan orang gila yang dikumpulkan Papa. Jadi aku tahu kesukaan mereka semua, tetapi yang paling berbahaya hanyalah Levy," jawab Alves sambil kembali memakan lagsananya.

"Ahh! Ya kau benar, Levy-lah yang harus diwaspadai jika ia berkhianat seperti Ivory. Levy dan Dante, manusia dengan mata humanoid. Mereka berdua lebih tepat dikatakan sebagai cyborg dari pada manusia," jawab Lucas dengan wajah seriusnya.

"Baiklah, ini belum satu jam, tetapi suara bising itu tidak terdengar lagi. Sepertinya Xaryus telah menghabisi mereka." Alves beranjak dari duduknya lalu melangkah pergi keluar.

"Haaaa ... aku harus membersihkan semuanya dan membuat mansion terlihat sama seperti sebelumnya," gumam Lucas lalu turun dari tumpukan puluhan mayat itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status