Share

BAB 5 Kemarahan Amor

 "Itu urusanku, sepertinya aku tidak perlu menjelaskan padamu," ucap Ren, namun Amor segera menarikku ke sisinya.

"Urusanmu memang bukan urusanku, tetapi Geana adalah orangku, urasan dia adalah urusanku," ucap Amor. "Cepatlah cari kembali kekuatanmu dan buka segel Geana atau tidak aku akan menghancurkan alammu."

"Aku menyadari kau, Amor Ashilie, calon raja dewa kematian begitu suka mengancam," sindir Ren

Amor tersenyum kembali, aku menyadari setiap senyuman dia begitu mematikan, seperti tidak akan memberikan musuhnya kesempatan untuk hidup. "Aku tidak bercanda denganmu, jika kau tidak bisa membuka segel Geana, aku akan..,"

"Ren," panggil seorang perempuan mengalihkan pembicaraan kami. Wajah perempuan itu begitu asing, dia memakai seragam sekolah yang sama dengan Ren, sepertinya mereka satu sekolah, namun untuk apa mereka datang ke sini. "Ren, kepala sekolah memanggil kita untuk menemuinya."

"Baiklah," balas Ren sambil menyingkirkan tangan Amor darinya, dia pun segera berjalan pergi meninggalkan kami.

Aku terdiam cukup lama, jujur dalam hatiku masih belum bisa menerima apa yang baru terjadi, Ren dia adalah orang yang aku sukai, ternyata menyembunyikan hal sebesar ini selama ini.

"Aku harus pergi mencarinya," gumam Amor, namun aku menahannya.

"Nanti dia akan datang sendiri mencari kita," ucapku meyakinkannya.

"Kamu kenal dekat dengannya?" pertanyaan Amor membuatku terdiam, tanpa basa-basi Amor menarik tanganku. "Sepupu jauh?" Sebuah senyuman meledek mengembang di bibirnya. "Kamu menyukainya."

Aku segera menarik tanganku kembali, lagi-lagi dia membacaku. "Kau keterlaluan!" Aku pun segera berjalan pergi meninggalkannya.

"Dia tidak pantas untukmu, Geana,"

"Diam kau!"

"Kau akan menyesalinya setelah mengingat semuanya," ledek Amor tersenyum senang, dia telihat puas saat mengolokku.

"Itu juga tidak ada urusan denganmu," gumamku kesal.

***

Setelah mengakhiri pelajaran hari ini, aku pun menunggu Ren di lapangan tadi, aku begitu yakin dia akan mencariku.

"Mila," panggil Ren membuatku menoleh.

"Aku Geana," jelasku.

"Bagaimana Amor dapat menemukanmu?"

Ren seperti berubah menjadi seseorang yang tidak kukenal, dia bahkan tidak memerhatikan keadaanku sekarang, dia tidak menanyakan soal kematianku bahkan kenapa aku dapat muncul di sini, yang dia ingin tahu hanyalah soal Amor.

"Kamu masih belum menjelaskan padaku," sela-ku. Aku sungguh ingin tahu bagaimana dia melakukan ini semua, dari menjadi sepupuku, memberikan seluruh perhatiannya di masa kecil, membuatku suka padanya, hingga sebuah rahasia besar di balik itu semua.

"Mila," panggil Ren lagi.

"Geana!" tekanku.

"Baik, kamu tidak boleh berada di sisi Amor, kamu harus mengikutiku kembali ke alam kita." Alam kita? Bumi tempat kita pijak? Atau alam kebahagiaan?

"Alam kita?" tanyaku.

"Iya, alam kebahagiaan, aku ditugaskan ratu untuk menjemputmu pulang." Sebuah penjelasan yang lebih membuatku bingung, ratu katanya, ratu kebahagiaan? Apa hubungan dia denganku?

"Bagaimana caranya? Jika perkataanmu benar, kita juga tidak akan di sini," gumamku mengamparnya dengan kenyataan.

Ren terdiam tidak menjawab. "Seseorang menyegel kekuatanku ketika kita jatuh ke bumi."

"Lalu kenapa kau tidak kehilangan ingatan?" Ini adalah sebuah pertanyaan yang sangat aku ingin tanyakan sejak tadi, kenapa kami sama-sama disegel dan aku tidak bisa mengingat sedikitpun, sedangkan dia masih mengingat segalanya.

"Segel ini berbeda.."

"Jika begitu, kenapa kamu menyegelku?!" tanyaku lagi.

"Melupakan indetitasmu di alam kematian lebih baik, aku ingin kamu memulai hidup baru dan menjadi bahagia."

Penjelasan Ren kali ini cukup membuatku ingin tertawa. "Bahagia katamu? Menurutmu selama tujuh belas tahun ini aku bahagia?!"

Ren terdiam tidak meresponku, mungkin dia tahu menyegel ingatan dan kekuatanku saja tidak ada guna, karena jiwa kesedihan di dalam diriku tidak akan semudah itu ikut tersegel.

"Boleh beritahuku bagaimana membuka segel ini?" tanyaku mengalihkan pembicaraan, aku tidak ingin bergelut soal bahagia dan tidak bahagia dengannya, sejak tahu Ren bukan manusia juga, aku jadi semakin ingin mencari kembali ingatanku, memecahkan misteri-misteri yang semakin membuatku penasaran.

"Aku.. aku harus menemukan siapa yang menyegel kekuatanku dulu."

"Siapa?"

"Tidak tahu, tetapi.., orang..itu tidak mudah," gumam Ren.

Amor tiba-tiba muncul dan memegang kening Ren. "Siapa dia?" Dia mulai membaca ingatan Ren, sepertinya kebiasaan buruk dia yang seperti ini memang sulit diubah.

"Kenapa aura orang itu begitu aneh.., seperti dari alam kematian namun juga bukan," gumam Amor melepaskan tangannya. Dia seperti sudah melihat siapa pelaku yang telah menyegel kekuatan Ren.

"Apa kamu melihat jelas?" tanyaku menghampirinya.

Amor mengeleng pelan. "Aku hanya merasakan auranya."

"Ternyata kekuatan seorang dewa kematian juga sebatas itu?" sindir Ren.

Amor pun tertawa meledek. "Lucukah? Jika kau memiliki kemampuan yang hebat, kau juga tidak akan di sini selama ini," sindir Amor kembali.

Dua laki-laki di depan hadapanku bagaikan musuh berbuyutan yang selalu adu mulut jika bertemu, apakah mereka seperti ini dulunya? Aku pun mengalihkan pembicaraan. "Selain cara menemukan siapa yang menyegelmu masih ada cara lain?" tanyaku, namun Ren hanya terdiam, aku dapat merasakan dari matanya jika dia tahu cara lain.

"Apakah dengan cara membunuhmu baru dapat membuka segel Geana?" Pertanyaan Amor begitu mengejutkan, dia bahkan sudah bersiap membuka pedangnya, aku segera berlari ke depan Ren dan menahan Amor.

"Dia punya," sela-ku cepat sebelum Amor melakukan hal yang tidak kuinginkan.

"Oh yakah?"

"Ren cepat katakan!" ucapku di tengah menahan Amor. Aku tentu berharap Amor tidak benaran ingin membunuh Ren.

"Aku tidak akan mengatakannya!" bentak Ren. Dia begitu keras kepala.

"Sangat baik." Amor memakai kekuatannya meminggirkanku, dia bahkan mengunciku di tempat, dia mengeluarkan pedangnya dan ingin membunuh Ren.

"Tidak!" teriakku. Tubuhku seperti membatu di tempat, aku bahkan tidak dapat bergerak sedikitpun.

Sebuah sayatan berhasil mengenai lengan Ren.

Aku sungguh terkejut ketika melihat Amor benar-benar ingin membunuh Ren, selama beberapa hari ini aku bahkan sudah melupakan indetitas dewa kematiannya. "Tidak! Aku mohon Amor jangan!" teriakku lagi ketika Amor mulai melayangkan pedangnya.

Pedang itu melayang ke depan leher Ren. "Aku berikan satu kali kesempatan, katakan atau aku akan benar-benar membunuhmu di sini."

"Aku tidak akan mengatakannya kalaupun akan mati di tanganmu."

"Benar-benar tidak tahu diri!"

"Amor! Jangan Amor, aku mohon!" teriakku lagi. Aku terjatuh di tempat seketika, tubuhku kembali bisa bergerak di tengah pemberontakanku, akupun segera bangun dan berlari ke arah Ren, aku memeluknya dengan erat, tidak membiarkan Amor melukainya lagi. "Amor, aku mohon padamu..," gelengku. Aku begitu berharap dia tidak melakukannya.

"Mila," panggil Ren ingin menyingkirkanku, aku tahu dia tidak ingin aku menjadi tamengnya, namun hanya cara ini yang dapat menghentikan Amor.

Wajah mematikan Amor pun menghilang disusul dengan pedangnya yang ikut menghilang juga. "Kita bawa dia pulang ke alam kita," gumamnya berjalan pergi.

Aku segera mengangguk setuju sambil menopang Ren berdiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status