Share

10. One Hot Night

~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~

Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.

'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.

Tapi... ada yang aneh.

Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya.

Sakit. Perih.

Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.

Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu.

Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk menghindar dari terkaman bibir Dexter, saat upayanya untuk mendorong tubuh lelaki itu berakhir dengan sia-sia.

"Kak... Kak Dexter!!" jerit Jelita ketakutan, saat tangan Dexter meraih kancing piyama Jelita dan langsung merobeknya tanpa berkata-kata.

Mata caramel itu penuh akan kabut gairah saat pemandangan tubuh atas Jelita yang terbalut bra putih terpampang jelas di matanya. Dengan kasar dan tidak sabar, lelaki itu menyentak keras penghalang terakhir antara dirinya dan keindahan lekuk lembut gadis itu.

"Jangaan!!" jeritnya putus asa saat bibir Dexter telah memagut ganas area sensitifnya, membuat rasa perih di bibir Jelita pun pindah ke dadanya yang lembut.

Jelita berteriak, mendorong, berontak, memukul-mukul tubuh Dexter dengan sekuat tenaga namun sama sekali tidak membuat lelaki itu bergeming. Semua perlawanan yang dilakukan Jelita bagai angin lalu bagi Dexter.

Tenaga gadis belia itu sama sekali tidak ada bandingnya dengan kekuatan seorang Dexter Green dengan tubuh kekar penuh ototnya.

Hingga akhirnya tenaga Jelita pun habis, dan ia tak sanggup menolak saat Dexter membuka celana panjang piyamanya.

"Kak Dexter... jangan... aku mohon kak...," ucapnya lirih dan terengah.

Jelita benar-benar tidak mengerti kenapa pacarnya yang biasanya sangat lembut bisa menjadi sekasar ini. Tanpa sadar air matanya mengalir dengan deras, sangat cemas membayangkan apa yang akan menimpa dirinya.

Tatapan Dexter yang kelam dan berkabut membuat Jelita menggigil ketakutan, seakan bayangan hitam telah menutupi wajah tampan itu dan membuatnya terlihat menakutkan.

Seringai menyeramkan menghiasi bibir Dexter saat menatap lekat kain putih segitiga yang menutupi daerah kewanitaan Jelita. Dexter menyelipkan satu jarinya di bagian karetnya, dan mengusap lembut daerah di baliknya.

"Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, bukan?" bisik Dexter sambil memperhatikan ekspresi horor di wajah Jelita. "Jadi jangan salahkan jika aku melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jangan takut, aku akan melakukannya dengan sangat lembut."

Dan ternyata ucapan Dexter itu adalah sebuah kebohongan.

Entah karena mungkin terbawa nafsu, atau apa... namun tak ada kelembutan sama sekali. Jelita bahkan sangat kesakitan, dan jeritan-jeritannya yang memilukan seakan tidak terdengar oleh Dexter yang sedang berada di puncak hasratnya.

Dexter bahkan tidak hanya melakukannya sekali, namun berkali-kali hingga Jelita pun sudah tidak bisa menghitung entah berapa kali lelaki itu mendapatkan pelepasan. Ia seperti seseorang yang kecanduan bercinta.

Mungkin Jelita pingsan, atau mungkin juga tidak. Gadis itu bahkan tidak yakin kalau ia masih hidup.

Sakit dan nyeri yang ia rasakan terlalu hebat, tubuh kecilnya terasa berantakan bagaikan kaca tipis yang telah hancur berkeping-keping.

Saat semuanya benar-benar telah usai, tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Jelita.

Bahkan ketika Dexter meraih tubuhnya yang lemas tak berdaya untuk mengecup puncak kepala Jelita seraya berkata, "terima kasih, Sayang. Mulai saat ini aku akan selalu melindungi dan menjagamu. Semua kebutuhanmu akan kupenuhi, apapun itu," ucapnya berjanji sambil mengelus rambut panjang Jelita.

"Karena kamu adalah milikku untuk selamanya."

Lalu Dexter pun akhirnya memberikan apa yang Jelita inginkan saat gadis itu memasuki kamarnya tadi, yaitu sebuah dekapan hangat di kala tidurnya.

***

"Nanti pulang sekolah aku jemput," ujar Dexter sambil mengecup lembut bibir Jelita sebelum ia turun. Untung saja Maserati miliknya memiliki kaca yang gelap, sehingga adegan itu pun tidak akan terlihat dari luar.

"Habis itu kita makan siang sekaligus belanja dan jalan-jalan ya. Terserah kamu mau dimana, aku ngikut aja," dan seakan belum cukup, Dexter kembali memagut bibir lembut Jelita yang benar-benar membuatnya ketagihan.

"I love you," bisiknya kemudian sambil tersenyum menatap Jelita.

Gadis itu hanya mengangguk pelan dan membalas senyum Dexter tanpa bersuara. Ia pun langsung turun dari mobil dengan tergesa, seakan ingin segera menjauh dari lelaki yang juga pacarnya itu.

Langkah kakinya gemetar. Tubuhnya remuk redam, hatinya hancur lebur.

Jelita tahu saat ini ia sudah tidak suci lagi. Apa bedanya dia sekarang dengan julukan sugarbaby yang disematkan padanya? Sama-sama hina, meskipun status Dexter adalah pacarnya dan bukan suami orang.

Namun yang terburuk adalah dia tidak dapat pergi, karena ia tidak tahu kemana akan pergi.

Ya Tuhan. Apa yang terjadi seandainya Bu Dira tahu mengenai hubungannya dengan Dexter?

Pintu panti asuhan akan benar-benar tertutup untuk selamanya bagi Jelita. Bu Dira tidak akan pernah memaafkannya atas perbuatan menentang norma seperti itu.

Air mata menitik di sudut mata Jelita, namun cepat-cepat ia hapus.

'Tidak. Aku tidak boleh lemah. Aku akan mencari jalan keluar dari situasi ini.'

"Ssst... ada sugarbaby!"

"Nggak nyangka ya, wajah innocent gitu rela jual diri! Ih... najis!"

"Hebat juga si Jelita, bisa dapetin sugardaddy yang tajir gitu! Liat nggak mobilnya tadi?"

Jelita menarik napas, mengabaikan bisikan-bisikan tajam dengan nada keras yang disengaja. Ia berusaha untuk tetap tegak dan melangkah tenang menuju kelasnya.

Jelita duduk di kursinya, posisi paling depan seperti biasa. Mungkin hari ini tidak akan ada seorang pun yang ingin duduk dengannya. Mana ada yang mau duduk dengan seorang sugarbaby?

BRUUK!!!

Jelita terlonjak kaget saat melihat sebuah tas mendarat dengan keras di meja sebelahnya, seketika ia pun mendongak dan merengut saat melihat orang yang sengaja menaruh tas di situ.

"Zikri?!" Jelita mendengus dan memalingkan wajah pada satu-satunya teman sekelas yang paling tidak ingin ia temui.

Zikri tersenyum samar, lalu duduk dengan perlahan di samping Jelita.

"Gosipnya makin santer tuh," ujar Zikri membuka obrolan tentang gosip Jelita sebagai sugarbaby. "Kamu mau solusi dari aku nggak?" tawarnya sambil berbisik.

"Aku nggak butuh solusi dari siapa pun, apalagi dari kamu," tukas Jelita tajam.

Mana mungkin lelaki yang telah mencium bibirnya tanpa permisi ini dibiarkan berbuat seenaknya! Solusi?? Hah!! Makan tuh solusi!!

Zikri menyangga pipi kanannya dengan siku yang bertumpu di atas meja sambil menatap Jelita. "Jadi pacarku, Jelita. Itu solusinya. Nggak bakal ada yang berani bilang kamu sugarbaby lagi," ucapnya sambil tersenyum.

Jelita berdecih sambil memutar bola mata. Ya, ia tahu kalau Zikri anak konglomerat paling kaya kelima di Indonesia, dan juga pewaris tunggal perusahaan papanya yang bergerak di bidang property.

Bahkan papanya Zikri adalah salah satu donatur yang paling banyak memberikan sumbangan dana untuk sekolah, dan memberikan beasiswa untuk anak cerdas yang tidak mampu.

Dan salah satu penerima beasiswa itu adalah Jelita.

"Sudahlah, Zik! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah jadi pacarmu. Sana cari cewek lain saja," tukas Jelita pedas sambil membetulkan kaca mata dan mencebik.

Dengan kurang ajar, Zikri menjulurkan telunjuknya di pipi Jelita yang mulus, dan langsung ditepis oleh gadis itu.

"Suatu saat nanti pasti kamu akan bertekuk lutut. Aaah, pasti sangat menyenangkan melihatmu tunduk padaku, Jelita," ucap Zikri percaya diri. Lalu ia mendekatkan bibirnya dengan telinga Jelita untuk berbisik.

"Jika kamu jadi pacarku, semua keinginanmu akan kupenuhi. Aku akan memberimu uang bulanan 20 juta, lebih juga boleh. Kamu mau mobil? Belanja dan jalan-jalan setiap minggu di luar negeri? Semua itu bisa aku penuhi, asal kamu setuju kita pacaran. Gimana?"

Jelita memejamkan matanya dengan gusar. Ucapan Zikri hampir sama dengan ucapan Kak Dexter semalam! Apakah semua orang kaya seperti Zikri dan Kak Dexter? Memberikan uang untuk membeli harga dirinya??

Ah Jelita lupa... dia sudah tidak punya harga diri sama sekali. Ia sudah menjualnya pada Kak Dexter.

"JELITA KANAYA!"

Gadis itu terkejut saat mendengar namanya disebut oleh wali kelas mereka, Pak Hendrik, yang rupanya telah berdiri di depannya.

"Ya, Pak?"

"Harap mendatangi ruang BP sekarang juga," tegas lelaki berusia 45 tahun tersebut sambil memberikan kode agar Jelita mengikutinya.

***

Jelita merasa sedang disidang sebagai terdakwa. Ia dimintai keterangan tentang desas-desus dirinya sebagai sugarbaby di depan Guru BP, Wali Kelas dan Kepala Sekolah.

Dengan terbata-bata, Jelita terpaksa mengatakan kebohongan bahwa yang mengantarnya setiap hari adalah Kakak Asuhnya, seorang lelaki berusia dua puluh satu tahun yang menjadikannya adik angkat.

Tentu saja pihak sekolah tidak serta-merta percaya, hingga membuat Jelita diam-diam mengirimkan pesan w******p kepada Dexter untuk membantunya keluar dari situasi ini.

"Kami akan menghubungi panti asuhan tempatmu tinggal, Jelita. Dan akan berkoordinasi dengan walimu di sana mengenai Kakak Asuh yang tadi kamu infokan," tegas Kepala Sekolah, seorang wanita berusia lima puluhan tahun. Ia pun langsung meraih ponselnya dan menelepon.

Jelita meneguk ludah. Bagaimana ini? Bu Dira pasti akan mengatakan kalau ia berbohong! Walinya itu sudah memukuli dan bahkan mengusir Jelita dari panti asuhan hanya karena melihat ia pulang bersama Kak Dexter.

Beberapa saat kemudian Ibu Kepala Sekolah pun menutup telepon dan tersenyum pada Jelita. "Walimu yang bernama Ibu Indira sudah mengkonfirmasi semuanya. Semua yang kamu katakan tadi adalah benar. Maafkan kami yang sempat mencurigai dan menuduh yang tidak-tidak, ya?" ucapnya lembut sambil mengelus kepala Jelita.

Jelita pun tercengang. Apa? Bu Dira membantu kebohongannya?

"Kamu anak yang cerdas, Jelita. Nilaimu bagus dan selalu ranking pertama. Tolong jaga dirimu baik-baik agar tidak salah jalan, ya?" pesannya kepada Jelita yang hampir saja membuat gadis itu meneteskan air mata.

Jelita hanya bisa terdiam, hingga tiba-tiba saja pintu ruang BP terbuka. Sesosok tinggi jangkung dan atletis memasuki ruangan itu dengan penuh kharisma, membuat semua terpana dengan wajah tampan dan auranya yang memancar kuat.

Jelita mengerjap-kerjapkan matanya tak percaya.

KAK DEXTER??? Apa yang ia lakukan di sini??

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status