Home / Romansa / The Seductive Revenge / 10. One Hot Night

Share

10. One Hot Night

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-03-01 21:16:12

~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~

Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.

'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.

Tapi... ada yang aneh.

Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya.

Sakit. Perih.

Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.

Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu.

Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk menghindar dari terkaman bibir Dexter, saat upayanya untuk mendorong tubuh lelaki itu berakhir dengan sia-sia.

"Kak... Kak Dexter!!" jerit Jelita ketakutan, saat tangan Dexter meraih kancing piyama Jelita dan langsung merobeknya tanpa berkata-kata.

Mata caramel itu penuh akan kabut gairah saat pemandangan tubuh atas Jelita yang terbalut bra putih terpampang jelas di matanya. Dengan kasar dan tidak sabar, lelaki itu menyentak keras penghalang terakhir antara dirinya dan keindahan lekuk lembut gadis itu.

"Jangaan!!" jeritnya putus asa saat bibir Dexter telah memagut ganas area sensitifnya, membuat rasa perih di bibir Jelita pun pindah ke dadanya yang lembut.

Jelita berteriak, mendorong, berontak, memukul-mukul tubuh Dexter dengan sekuat tenaga namun sama sekali tidak membuat lelaki itu bergeming. Semua perlawanan yang dilakukan Jelita bagai angin lalu bagi Dexter.

Tenaga gadis belia itu sama sekali tidak ada bandingnya dengan kekuatan seorang Dexter Green dengan tubuh kekar penuh ototnya.

Hingga akhirnya tenaga Jelita pun habis, dan ia tak sanggup menolak saat Dexter membuka celana panjang piyamanya.

"Kak Dexter... jangan... aku mohon kak...," ucapnya lirih dan terengah.

Jelita benar-benar tidak mengerti kenapa pacarnya yang biasanya sangat lembut bisa menjadi sekasar ini. Tanpa sadar air matanya mengalir dengan deras, sangat cemas membayangkan apa yang akan menimpa dirinya.

Tatapan Dexter yang kelam dan berkabut membuat Jelita menggigil ketakutan, seakan bayangan hitam telah menutupi wajah tampan itu dan membuatnya terlihat menakutkan.

Seringai menyeramkan menghiasi bibir Dexter saat menatap lekat kain putih segitiga yang menutupi daerah kewanitaan Jelita. Dexter menyelipkan satu jarinya di bagian karetnya, dan mengusap lembut daerah di baliknya.

"Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, bukan?" bisik Dexter sambil memperhatikan ekspresi horor di wajah Jelita. "Jadi jangan salahkan jika aku melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jangan takut, aku akan melakukannya dengan sangat lembut."

Dan ternyata ucapan Dexter itu adalah sebuah kebohongan.

Entah karena mungkin terbawa nafsu, atau apa... namun tak ada kelembutan sama sekali. Jelita bahkan sangat kesakitan, dan jeritan-jeritannya yang memilukan seakan tidak terdengar oleh Dexter yang sedang berada di puncak hasratnya.

Dexter bahkan tidak hanya melakukannya sekali, namun berkali-kali hingga Jelita pun sudah tidak bisa menghitung entah berapa kali lelaki itu mendapatkan pelepasan. Ia seperti seseorang yang kecanduan bercinta.

Mungkin Jelita pingsan, atau mungkin juga tidak. Gadis itu bahkan tidak yakin kalau ia masih hidup.

Sakit dan nyeri yang ia rasakan terlalu hebat, tubuh kecilnya terasa berantakan bagaikan kaca tipis yang telah hancur berkeping-keping.

Saat semuanya benar-benar telah usai, tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Jelita.

Bahkan ketika Dexter meraih tubuhnya yang lemas tak berdaya untuk mengecup puncak kepala Jelita seraya berkata, "terima kasih, Sayang. Mulai saat ini aku akan selalu melindungi dan menjagamu. Semua kebutuhanmu akan kupenuhi, apapun itu," ucapnya berjanji sambil mengelus rambut panjang Jelita.

"Karena kamu adalah milikku untuk selamanya."

Lalu Dexter pun akhirnya memberikan apa yang Jelita inginkan saat gadis itu memasuki kamarnya tadi, yaitu sebuah dekapan hangat di kala tidurnya.

***

"Nanti pulang sekolah aku jemput," ujar Dexter sambil mengecup lembut bibir Jelita sebelum ia turun. Untung saja Maserati miliknya memiliki kaca yang gelap, sehingga adegan itu pun tidak akan terlihat dari luar.

"Habis itu kita makan siang sekaligus belanja dan jalan-jalan ya. Terserah kamu mau dimana, aku ngikut aja," dan seakan belum cukup, Dexter kembali memagut bibir lembut Jelita yang benar-benar membuatnya ketagihan.

"I love you," bisiknya kemudian sambil tersenyum menatap Jelita.

Gadis itu hanya mengangguk pelan dan membalas senyum Dexter tanpa bersuara. Ia pun langsung turun dari mobil dengan tergesa, seakan ingin segera menjauh dari lelaki yang juga pacarnya itu.

Langkah kakinya gemetar. Tubuhnya remuk redam, hatinya hancur lebur.

Jelita tahu saat ini ia sudah tidak suci lagi. Apa bedanya dia sekarang dengan julukan sugarbaby yang disematkan padanya? Sama-sama hina, meskipun status Dexter adalah pacarnya dan bukan suami orang.

Namun yang terburuk adalah dia tidak dapat pergi, karena ia tidak tahu kemana akan pergi.

Ya Tuhan. Apa yang terjadi seandainya Bu Dira tahu mengenai hubungannya dengan Dexter?

Pintu panti asuhan akan benar-benar tertutup untuk selamanya bagi Jelita. Bu Dira tidak akan pernah memaafkannya atas perbuatan menentang norma seperti itu.

Air mata menitik di sudut mata Jelita, namun cepat-cepat ia hapus.

'Tidak. Aku tidak boleh lemah. Aku akan mencari jalan keluar dari situasi ini.'

"Ssst... ada sugarbaby!"

"Nggak nyangka ya, wajah innocent gitu rela jual diri! Ih... najis!"

"Hebat juga si Jelita, bisa dapetin sugardaddy yang tajir gitu! Liat nggak mobilnya tadi?"

Jelita menarik napas, mengabaikan bisikan-bisikan tajam dengan nada keras yang disengaja. Ia berusaha untuk tetap tegak dan melangkah tenang menuju kelasnya.

Jelita duduk di kursinya, posisi paling depan seperti biasa. Mungkin hari ini tidak akan ada seorang pun yang ingin duduk dengannya. Mana ada yang mau duduk dengan seorang sugarbaby?

BRUUK!!!

Jelita terlonjak kaget saat melihat sebuah tas mendarat dengan keras di meja sebelahnya, seketika ia pun mendongak dan merengut saat melihat orang yang sengaja menaruh tas di situ.

"Zikri?!" Jelita mendengus dan memalingkan wajah pada satu-satunya teman sekelas yang paling tidak ingin ia temui.

Zikri tersenyum samar, lalu duduk dengan perlahan di samping Jelita.

"Gosipnya makin santer tuh," ujar Zikri membuka obrolan tentang gosip Jelita sebagai sugarbaby. "Kamu mau solusi dari aku nggak?" tawarnya sambil berbisik.

"Aku nggak butuh solusi dari siapa pun, apalagi dari kamu," tukas Jelita tajam.

Mana mungkin lelaki yang telah mencium bibirnya tanpa permisi ini dibiarkan berbuat seenaknya! Solusi?? Hah!! Makan tuh solusi!!

Zikri menyangga pipi kanannya dengan siku yang bertumpu di atas meja sambil menatap Jelita. "Jadi pacarku, Jelita. Itu solusinya. Nggak bakal ada yang berani bilang kamu sugarbaby lagi," ucapnya sambil tersenyum.

Jelita berdecih sambil memutar bola mata. Ya, ia tahu kalau Zikri anak konglomerat paling kaya kelima di Indonesia, dan juga pewaris tunggal perusahaan papanya yang bergerak di bidang property.

Bahkan papanya Zikri adalah salah satu donatur yang paling banyak memberikan sumbangan dana untuk sekolah, dan memberikan beasiswa untuk anak cerdas yang tidak mampu.

Dan salah satu penerima beasiswa itu adalah Jelita.

"Sudahlah, Zik! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah jadi pacarmu. Sana cari cewek lain saja," tukas Jelita pedas sambil membetulkan kaca mata dan mencebik.

Dengan kurang ajar, Zikri menjulurkan telunjuknya di pipi Jelita yang mulus, dan langsung ditepis oleh gadis itu.

"Suatu saat nanti pasti kamu akan bertekuk lutut. Aaah, pasti sangat menyenangkan melihatmu tunduk padaku, Jelita," ucap Zikri percaya diri. Lalu ia mendekatkan bibirnya dengan telinga Jelita untuk berbisik.

"Jika kamu jadi pacarku, semua keinginanmu akan kupenuhi. Aku akan memberimu uang bulanan 20 juta, lebih juga boleh. Kamu mau mobil? Belanja dan jalan-jalan setiap minggu di luar negeri? Semua itu bisa aku penuhi, asal kamu setuju kita pacaran. Gimana?"

Jelita memejamkan matanya dengan gusar. Ucapan Zikri hampir sama dengan ucapan Kak Dexter semalam! Apakah semua orang kaya seperti Zikri dan Kak Dexter? Memberikan uang untuk membeli harga dirinya??

Ah Jelita lupa... dia sudah tidak punya harga diri sama sekali. Ia sudah menjualnya pada Kak Dexter.

"JELITA KANAYA!"

Gadis itu terkejut saat mendengar namanya disebut oleh wali kelas mereka, Pak Hendrik, yang rupanya telah berdiri di depannya.

"Ya, Pak?"

"Harap mendatangi ruang BP sekarang juga," tegas lelaki berusia 45 tahun tersebut sambil memberikan kode agar Jelita mengikutinya.

***

Jelita merasa sedang disidang sebagai terdakwa. Ia dimintai keterangan tentang desas-desus dirinya sebagai sugarbaby di depan Guru BP, Wali Kelas dan Kepala Sekolah.

Dengan terbata-bata, Jelita terpaksa mengatakan kebohongan bahwa yang mengantarnya setiap hari adalah Kakak Asuhnya, seorang lelaki berusia dua puluh satu tahun yang menjadikannya adik angkat.

Tentu saja pihak sekolah tidak serta-merta percaya, hingga membuat Jelita diam-diam mengirimkan pesan w******p kepada Dexter untuk membantunya keluar dari situasi ini.

"Kami akan menghubungi panti asuhan tempatmu tinggal, Jelita. Dan akan berkoordinasi dengan walimu di sana mengenai Kakak Asuh yang tadi kamu infokan," tegas Kepala Sekolah, seorang wanita berusia lima puluhan tahun. Ia pun langsung meraih ponselnya dan menelepon.

Jelita meneguk ludah. Bagaimana ini? Bu Dira pasti akan mengatakan kalau ia berbohong! Walinya itu sudah memukuli dan bahkan mengusir Jelita dari panti asuhan hanya karena melihat ia pulang bersama Kak Dexter.

Beberapa saat kemudian Ibu Kepala Sekolah pun menutup telepon dan tersenyum pada Jelita. "Walimu yang bernama Ibu Indira sudah mengkonfirmasi semuanya. Semua yang kamu katakan tadi adalah benar. Maafkan kami yang sempat mencurigai dan menuduh yang tidak-tidak, ya?" ucapnya lembut sambil mengelus kepala Jelita.

Jelita pun tercengang. Apa? Bu Dira membantu kebohongannya?

"Kamu anak yang cerdas, Jelita. Nilaimu bagus dan selalu ranking pertama. Tolong jaga dirimu baik-baik agar tidak salah jalan, ya?" pesannya kepada Jelita yang hampir saja membuat gadis itu meneteskan air mata.

Jelita hanya bisa terdiam, hingga tiba-tiba saja pintu ruang BP terbuka. Sesosok tinggi jangkung dan atletis memasuki ruangan itu dengan penuh kharisma, membuat semua terpana dengan wajah tampan dan auranya yang memancar kuat.

Jelita mengerjap-kerjapkan matanya tak percaya.

KAK DEXTER??? Apa yang ia lakukan di sini??

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita." *** Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed. Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status