Bel istirahat siang berbunyi.
Dan seperti biasa, Jelita tidak ikut ke kantin karena Dexter telah membekalinya makanan dari rumah yang dimasak oleh Bi Ani, asisten rumah tangga di rumah Dexter.Lelaki itu hanya ingin memastikan bahwa Jelita hanya akan memakan makanan yang bergizi dan sehat.Kevin mendatangi kelas Jelita dan melihat Zikri yang masih duduk santai di kursinya, di samping Jelita."Kamu nggak ke kantin, Zik?" sapa Kevin sambil melirik ke arah bekal makanan Jelita yang terlihat lezat.Zikri menggeleng. "Nanti juga akan ada yang memberiku makanan," tukasnya santai sambil melipat kedua tangannya menumpu di belakang kepala.Zikri memang disukai banyak cewek di sekolah. Dia kaya dan tampan, sehingga banyak yang ingin menjadi pacarnya.Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian dua orang cewek dari kelas lain masuk ke dalam kelas mereka, dengan malu-malu memberikan bekal makanan bento ala Jepang dan minuman boba untuk Zikri.Zikri sengaja memberikan senyum manis terbaiknya dan mengucapkan terima kasih, membuat duo fans-nya itu pun berlalu dengan wajah yang berseri-seri."Dasar playboy!" umpat Kevin sambil melengos.Jelita hanya tersenyum kecil melihat Kevin yang sepertinya iri dengan Zikri. "Vin, ayo sini makan sama aku saja. Bekalku terlalu banyak, nggak bakalan habis kalau dimakan sendirian," ajaknya sambil memberikan sendoknya kepada Kevin yang serta-merta langsung sumringah.Tiba-tiba Zikri merebut sendok itu dari tangan Jelita sebelum Kevin sempat meraihnya.'Berbagi makanan dengan Jelita pasti menyenangkan,' pikirnya.Zikri pun menyodorkan bekal yang tadi ia terima dari fans-nya kepada Kevin. "Nih, buat kamu aja. Aku nggak suka bento," tukasnya cepat sambil menyuapkan makanan Jelita ke dalam mulutnya.Jelita mendelik kepada Zikri. "Siapa yang nawarin kamu sih?" sungutnya jengkel. "Lagian itu pedes loh. Aku dan Kevin kan satu selera sukanya yang pedes. Kamu tahan nggak?"Kevin pun terbahak puas melihat kulit wajah Zikri yang putih tiba-tiba menjadi semerah tomat karena kepedesan. "Sukurin! Rasakan pedasnya ayam cabe judes kesukaan Jelita! Hahaa!!"Jelita membuka tutup botol air mineral dan mengangsurkannya kepada Zikri yang terlihat menderita. Sambil terbatuk-batuk, anak lelaki itu pun buru-buru minum seperti orang yang kehausan."Panas!" seru Zikri sambil membuka baju seragamnya, membiarkan kaus putih lengan pendek yang mulai basah oleh keringatnya terlihat."Makanya jangan asal comot," cetus Jelita sambil menggeleng-gelengkan kepala."Mana aku tahu kalau kamu sukanya makan makanan yang bukan diperuntukkan bagi manusia?" cetus Zikri kesal.Sialan! Padahal tadinya ia ingin kelihatan mesra satu bekal berdua dengan Jelita!"Kamu aja yang cemen! Pedes segini aja nggak kuat," cemooh Kevin sambil mengulurkan bekal yang tadi diberikan Zikri padanya. "Nih. Ambil lagi bento-nya!"Meskipun enggan melepaskan kesempatan bisa makan satu tempat bekal dengan Jelita, Zikri terpaksa menerima kembali bento-nya dengan berat hati. Dari pada dia nggak makan siang?"Nanti jadi ke toko dan panti, nggak?" tanya Kevin pada Jelita yang sama-sama menikmati bekal nasi ayam cabe judes dan telor dadar.Jelita mengangguk. "Jadi sih... tapi Kak Dexter yang mau mengantarku, Vin," tukas Jelita memberitahu.Kevin menghela napas. Sebenarnya ia sudah yakin kalau pacar tajirnya Jelita itu tidak akan rela jika kekasihnya bersama lelaki lain, melihat betapa posesifnya dia waktu mereka bertemu di pantai waktu itu."Mau kemana sih, Ta?" tanya Zikri ikut menimbrung penasaran."Ada deh. Kepo banget kamu," sahut Jelita sambil memanyunkan bibirnya."Biar aku saja yang antar. Mau kemana juga, hayoklah!" tawar Zikri."Makasih, Zik. Tapi jujur lebih baik aku naik motor dengan Kevin daripada naik mobil mewahmu," tandas Jelita pedas."Cih. Bukannya kamu juga bolak-balik naik mobil mewah bersama Dexter?" sindir Zikri. "Mengakulah, Jelita. Dexter itu bukan Kakak Asuhmu, kan? Siapa sih dia itu bagimu?""Hei. Nggak usah kepo. Urus saja urusanmu sendiri," tegur Kevin mengingatkan sambil menatap tajam Zikri.Zikri pun hanya mendengus mendengarnya. Dalam hati ia berjanji akan mencari tahu apa hubungan antara Jelita dan Dexter Green yang sebenarnya.***Sesuai rencana, Dexter mengantarkan Jelita ke toko kue Cheese & Us tempatnya bekerja dulu untuk menyerahkan surat pengunduran diri kepada Pak Andrew, Manager toko.Kedatangan Jelita juga membuat Tania menjerit bahagia. Ia kangen sekali dengan temannya itu.Dexter ikut memperkenalkan diri kepada Tania dan Pak Andre sebagai calon tunangan Jelita, yang tentu saja membuat semua orang bengong.Saat Dexter dan Pak Andrew berbincang-bincang, Tania menarik tangan Jelita ke bagian gudang yang sepi untuk menginterogasinya."JELITAAA!! Seriuss ini kamu mau tunangaaan??!!!" Tania tak dapat menahan teriakan histerisnya sambil menaruh tangannya di pipi."Sama Dexter Green pulaa?? DEXTER GREEN??! Oh My God! Kenapa aku yang rasanya mau pingsan?!" Tania masih saja jejeritan seperti orang gila."Ssst... Kak Tania, jangan bilang siapa-siapa dulu ya? Baru Kevin, Kak Tania dan Pak Andrew saja yang tahu," ucap Jelita sambil celingukan menoleh ke kanan dan kiri."Loh, memangnya kenapa?""Uhm... nanti deh aku cerita lagi. Yang pasti ini rahasia." Jelita tidak ingin sampai teman-teman sekolahnya tahu, karena dia terlanjur mengatakan bahwa Dexter Green adalah Kakak Asuhnya.Pasti teman-temannya makin mem-bully Jelita jika tiba-tiba mereka mengetahui Dexter bertunangan dengannya.Uh. Jelita jadi merinding. Mungkin dia akan dianggap telah menggoda Dexter.Apalagi jika berita ini sampai bocor ke media. Ia benar-benar tidak siap menghadapinya. Dexter Green bukan orang biasa, sementara dirinya cuma rakyat jelata.Jelita masih takut menghadapi komentar miring tentang dirinya yang anak yatim piatu dan telah diusir dari Panti Asuhan.Tania menatap Jelita penuh tanda tanya. Meskipun ia merasa ada yang aneh, tapi ia juga berusaha untuk mengerti dan memaklumi."Lalu kapan pesta pertunangan kalian? Kamu harus mengundangku, oke? Aku akan sangat marah kalau tidak!""Siaap laksanakan, kakak seniorku yang cantik!" goda Jelita dengan gaya memberi hormat. Mereka pun tertawa bersama sembari kembali asyik bercerita.***Jelita dan Dexter telah sampai di Panti Asuhan Cinta Kasih, dan Jelita belum pernah merasa segugup ini.Dexter bahkan bisa merasakan kekhawatiran calon tunangannya itu. Ia menggenggam erat tangan Jelita saat mereka turun dari mobil untuk berjalan masuk ke halaman panti yang tidak terlalu luas itu.Tangan kiri Dexter menggandeng Jelita, sementara tangan kanannya membawa beberapa paperbag besar yang berisi mainan, boneka, buku, baju, peralatan menulis dan snacks untuk adik-adik asuh Jelita di panti.Beberapa anak kecil berteriak memanggil nama Jelita, dan berlarian menyongsong gadis itu serta memeluknya erat.Betapa Jelita merindukan mereka, adik-adiknya yang biasa ia temui tiap hari, namun kini tidak lagi.Dexter melepaskan genggaman tangannya, membiarkan Jelita melampiaskan rasa kangen dengan adik-adik pantinya.Mereka juga terlihat bahagia saat mendapatkan hadiah dari Dexter, dan berebut untuk menyalami dan memeluk lelaki itu sebagai ucapan terima kasih."Lita?"Jelita tahu satu-satunya orang yang memanggilnya dengan nama itu, dia adalah Bu Dira. Wanita itu berdiri di depan pintu rumah panti, menatap Jelita dengan mata berkaca-kaca.Jelita pun berlari ke arah ibu asuhnya, menubruk tubuhnya serta memeluknya sambil terisak. "Buuu... Lita kangen sama ibuu...," ucapnya di antara tangis kencangnya.Mereka pun saling berpelukan erat dalam isak tangis, untuk memaafkan dan melupakan.Bu Dira melepaskan pelukan mereka, dan mengusap lembut pipi Jelita yang telah basah oleh air mata."Maafkan Ibu, Lita... maaf... apa waktu itu kamu kesakitan? Ibu sudah jahat sama kamu..." ungkapnya penuh penyesalan."Kamu baik-baik saja, kan? Apa makan dan tidurmu baik?"Jelita mengangguk, tak sanggup menjawab pertanyaan penuh perhatian itu yang membuat hatinya seketika menghangat.Ia pun kembali memeluk tubuh ringkih dan pucat Bi Dira. Wanita itu terlihat kurang sehat, dan itu semakin membuat Jelita merasa bersalah karena baru mengetahuinya.Ia terlalu takut untuk datang, dan sekarang ia menyesal karena takut.Kemudian Jelita mengenalkan Dexter kepada Bu Dira, yang disambut dengan seulas senyum teduh dari bibir wanita itu.Bu Dira kemudian mengusap-usap punggung tangan Dexter, ia mengucapkan terima kasih karena Dexter yang menolong Jelita saat ia nengusirnya waktu itu."Bu Dira sakit apa?" tanya Jelita saat mereka bertiga telah masuk ke ruang tamu dan duduk di sofa. Jelita dan Bu Dira duduk di sofa panjang, sedangkan Dexter duduk di sofa single.Wanita itu tersenyum dan mengusap lembut kepala Jelita. "Ibu baik-baik saja, Lita. Cuma sedikit kecapean saja," sahutnya.Entah kenapa, Jelita merasa wanita di depannya ini sedang berbohong. Namun ia diam saja dan terus bercakap-cakap dengannya.Kira-kira satu jam kemudian, Jelita pun pamit untuk pulang. Sambil bergandengan tangan dengan Bu Dira, mereka berjalan beriringan ke pintu keluar.Jelita kaget ketika melihat Dexter yang sedang bermain bola bersama anak-anak di halaman depan panti. Ia tercengang melihat tawa anak-anak yang bermain bersamanya, serta senyum cemerlang lelaki yang juga kekasihnya itu.Seketika hatinya pun kembali menghangat."Dia lelaki yang hebat, Lita. Orang yang bisa bermain dan tersenyum tulus dengan anak yatim piatu pastilah orang yang berhati lembut," ucap Bu Dira, membuyarkan lamunan Jelita yang sedang terpesona dengan pemandangan di depannya.Ya, Bu Dira benar. Jelita merasa sangat beruntung karena bertemu dengan Dexter, lelaki yang telah menjungkir-balikkan dunianya sekaligus menyayanginya.Saat berada di dalam mobil, Jelita menatap lekat-lekat Dexter yang sedang menyetir."Kenapa?" tanya Dexter heran ketika menyadari Jelita sedang memandanginya.Sembari menggelengkan kepala, Jelita tersenyum manis. "Nothing. It's just...""Just what?""Just want to say, I love you so much, Kak Dexter."Dexter menginjak rem serta membanting setir, lalu menepikan mobilnya ke bahu jalan. Setelah menyalakan lampu hazard, ia pun menatap Jelita yang terlihat seperti menahan tawa."Hei, barusan aku mendengar pernyataan cinta terfenomenal abad ini, tapi kenapa malah kamu ketawa?" sergahnya sambil mengernyit."Ngapain sampai berhentiin mobil segala sih? Kaget?" tanya Jelita dengan mata hitamnya yang masih dipenuhi sinar tawa."Aku harus berhenti karena menyetir dengan keadaan jantung seperti ini sangat berbahaya," tukas Dexter sambil meraih tangan Jelita dan menempelkan telapak tangan gadis itu di dada bidangnya."Kamu bisa merasakannya?"Wajah Jelita seketika memerah saat ia merasakan jantung Dexter yang berdegup begitu kencang dan cepat.Ia ingin menarik tangannya dari dada Dexter, namun lelaki itu menguncinya gerakannya. Dexter-lah yang berdebar, tapi entah kenapa malah Jelita yang merasa malu."Kak Dexter...""Mulai sekarang, panggil aku Dexter.""Ha?""Say it, Jelita," ulang Dexter dengan mata caramel yang berkilau menatap Jelita. "I want to hear you say my name. Say it."Jelita menelan ludah dengan susah payah. Tenggorokannya mendadak tercekat karena ditatap begitu lembut oleh kekasihnya."Um... D-Dexter..."Tatapan Dexter mengunci pada bibir Jelita yang penuh dan menggoda. "Say iit again."Jelita pun mengumpulkan napas di dadanya sebelum ia kembali berucap. "Dexter..."Sekonyong-konyong Dexter melepaskan seat belt-nya dan langsung menerjang bibir Jelita yang sedari tadi membuatnya pusing karena bergairah.Ia melumatnya dengan keras dan menuntut, penuh dengan euforia karena pengakuan cinta dari Jelita yang begitu menggemaskan sekaligus mendebarkan itu."I love you too, Sayang," bisik Dexter di sela-sela kecupan panasnya. Ia menjulurkan tangan untuk melepaskan seat belt Jelita, lalu mengangkat tubuh gadis itu serta mendudukkan ke atas pangkuannya."Dexter..." lirih tercekat gadis itu saat Dexter memperdalam ciumannya di leher lembut beraroma white musk milik Jelita, dan terkesiap pelan saat lelaki itu menggigit pelan kulit lehernya."Kamu membuatku gila dan ingin memakanmu, Jelita," ucapnya sambil membuka kancing baju seragam gadis itu."Dan aku akan melahapmu sekarang."***"Dexter, stop..." Jelita merasa melayang dan mendesah dengan penuh hasrat, namun di saat yang bersamaan ia sadar kalau ini tidak benar. Mereka sedang bermesraan di pinggir jalan raya yang penuh dengan lalu lalang kendaraan! Meskipun kaca Maserati ini sangat gelap, tetap saja bercinta di mobil sangat berisiko ketahuan dan pelakunya pun pasti akan dipermalukan. Jelita menjambak kuat rambut caramel lebat milik Dexter yang sedang berada di dadanya, membuat kepala lelaki itu sedikit menjauh dari bukit lembut milik Jelita yang terpampang terbuka dan sedang ia manjakan tadi."Stop, please. Ini di jalan raya," pinta Jelita dengan napas yang masih terengah akibat belaian lidah Dexter yang liar menjelajahi dadanya.Dexter tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya melihat wajah Jelita yang merona. Ia mengecup singkat dua puncak pink basah yang menggemaskan itu sebelum mengangkat pinggang Jelita dan meletakkan tubuhnya kembali ke kursi penumpang di sampingnya."Kamu benar, Sayang. Lagipula ki
Dexter memasuki The Coffee Craved, sebuah coffeeshop langganannya dimana pemiliknya adalah Putra, teman SMU-nya dulu. Ia sudah mengenal para barista dan waitress, bahkan telah memiliki spot tersendiri yang khusus disediakan Putra hanya untuk Dexter.Cukup lama juga ia tidak ke sini. Terakhir kalinya adalah waktu Dexter sedang kesal karena Jelita lebih memilih mengobati luka Kevin daripada pergi dengannya, dan ia hanya bisa duduk di sini sambil mengawasi GPS ponsel Jelita yang masih tidak bergerak dari pantai waktu itu.Sayang sekali temannya Putra hari ini tidak bisa datang dan menemani Dexter di cofeeshop, sehingga ia pun memutuskan untuk menikmati secangkir espresso sendirian sambil mengamati grafik pergerakan saham serta melakukan financial analysis. Ya, Dexter memang berbohong tadi saat mengatakan kepada ibunya bahwa ia hendak bertemu teman. Sebenarnya Dexter hanya memberikan waktu kepada Heaven untuk ngobrol santai dengan Jelita. Ia tahu kalau ibunya menyayangi Jelita dan suda
"Ayo dibuka mulutnya, aaa...." Dexter mengulurkan sesendok sup ayam ke bibir Jelita yang cemberut. Tetapi gadis itu malah semakin memalingkan wajahnya menjauh dari sendok maupun dari wajah Dexter.Dexter menghela napas. Sudah setengah jam ia membujuk Jelita agar mau makan, namun gadis itu sama sekali tidak menurutinya. Jelita kesal padanya gara-gara cerita Heaven tentang Wiona. Tadi ibunya itu mengatakan bahwa ia telah menceritakan soal Wiona kepada Jelita, tak lama sebelum gadis itu terserang maag. Mungkin Jelita stres karena memikirkan itu.Akhirnya Dexter pun meletakkan sendok itu di atas piring, dan menaruh piringnya di atas meja kecil di dekat ranjang. "Sayang, aku harus bagaimana supaya kamu mau makan?" Jelita terdiam mematung sejenak di posisinya, namun beberapa detik kemudian ia memutar kepalanya kembali menghadap Dexter. "Aku mau kamu jujur," ucapnya kemudian.Dexter pun memaki dalam hati. Sialan! Pasti dia mau bertanya soal Wiona! Kenapa Mom harus menceritakan wanita iblis
Hari Minggu besoknya, ternyata Jelita sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Dexter membereskan barang-barang Jelita dan memasukkan semuanya ke dalam mobil, lalu ia kembali ke dalam kamar untuk membawa Jelita yang masih menggunakan kursi roda.Saat ia mendorong kursi roda Jelita hingga ke pintu depan kamar, tiba-tiba Dexter baru menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari Jelita."Dimana kalungmu?" tanya Dexter sambil menatap leher Jelita yang polos.Hah? Refleks, Jelita meraba lehernya yang terasa kosong. Kalung rose gold liontin kupu-kupu yang semalam Dexter hadiahkan untuknya tidak ada di sana!"Uhm... apa mungkin ketinggalan di kamar mandi ya?" tanya Jelita bingung sambil menatap Dexter."Oke. Aku cari dulu sebentar ya. Kamu tunggu di sini saja," ucap Dexter sambil memasang rem di kursi roda Jelita, lalu pria itu pun menghilang kembali masuk ke dalam kamar.Jelita mengernyit. Aneh, rasanya tadi ia sama sekali tidak melepaskan kalungnya itu saat mandi. Atau ia yang lupa?"Permis
Jelita menatap Zikri seakan teman sebangkunya itu sudah gila. "Udah belum halunya? Aku ini sudah bertunangan, Zikri! Dexter bisa memukulmu jika ia sampai tahu hal ini!" tukas gusar Jelita. Zikri tertawa samar. "Tunanganmu itu tidak akan berani melakukannya. Dia tahu siapa aku." Zikri mendengus dan kembali mendekatkan bibirnya, membuat Jelita kesal dan serta merta memalingkan wajah."Lihat saja, besok sekolah akan geger dengan berita ini jika kamu tidak menuruti perintahku!" bisik tajam lelaki itu sebelum ia berjalan santai ke arah meja buffet. Jelita menatap punggung Zikri sambil melontarkan sejuta makian dalam hati. Huh, dia tidak akan berani mengatakannya pada teman-teman di sekolah! 'Awas saja. Akan kuadukan hal ini kepada Dexter!''Tapi ngomong-ngomong, dimana sih Dexter?' Kenapa tunangannya itu mendadak menghilang setelah acara?Tatapan mata Jelita bersirobok pada Kevin, Tania dan Bu Dira yang asik mengobrol sambil menikm
Zikri bosan sekali dengan acara ini. Tak ada teman seusianya yang bisa diajak ngobrol. Well, kecuali Kevin dan cewek entah siapa itu sih, tapi jujur saja Zikri juga malas bertemu dengan sahabat Jelita yang menyebalkan itu. Haahh, sebaiknya ia pulang saja. Lagipula Jelita entah berada di mana sekarang. Padahal satu-satunya alasan ia bersedia diajak papanya ke sini adalah karena ia ingin bertemu Jelita, tak peduli meski ia sudah bertunangan dengan Dexter laknat itu.Zikri pun langsung pergi begitu saja tanpa pamit dengan papanya ataupun pemilik rumah. Tak ada juga yang akan peduli dengannya. Untung saja tadi dia menolak untuk satu mobil dengan papanya, dan memilih untuk mengendarai mobil sendiri.Di dalam mini cooper-nya, Zikri langsung melepas dasi tuxedo yang serasa mencekik lehernya. Ia menatap Audemars Piguet yang melingkar di pergelangan tangannya. Hmm... masih jam delapan malam. Sekarang ke club mana sebaiknya i
"Tunggu di mobil ya. Aku mau ambil kuncinya dulu," ucap Zikri kepada Jelita. Ia pun membuka pintu mobilnya lalu keluar. Zikri akhirnya memutuskan untuk membawa Jelita ke villa keluarganya di Bogor yang memang kosong tak ada yang menempati, hanya ada Pak Narwo--penjaga yang tidur di paviliun samping villa sekaligus yang setiap hari membersihkan tempat itu.Biasanya Pak Narwo akan membuka pintu gerbangnya jika ada salah satu keluarga Sutomiharjo yang datang. Namun karena Zikri tidak memberitahu sebelumnya, maka pria paruh baya itu tidak berjaga di pos satpam. Mungkin dia sedang berada di paviliunnya.Zikri menekan bel di tiang pintu gerbang. Setelah dua kali, ia melihat seseorang berjalan tergesa-gesa ke arahnya."Ya ampun, Mas Zikri?!" seru kaget seorang lelaki berusia sekitar enam puluhan yang mengenakan celana panjang hitam dan kaus hijau. "Sebentar Mas, saya bukakan dulu pintunya," ucapnya sambil mengeluarkan serenceng kunci dari saku."Maaf datang malam-malam dan tidak memberitahu
Dexter memukuli setir mobilnya berkali-kali saat lampu lalu lintas berubah merah. "Aaaaarrrghhhh!!! Brengseeeekkkk!!!"Ia berteriak sambil menjambak rambut dengan kedua tangannya sekuat tenaga, berharap rasa sakit yang ia rasakan bisa melebihi rasa sakit di hatinya karena kepergian Jelita.Jelita. Jelita...Nama yang terus terngiang di dalam benaknya, diikuti oleh bayangan sosok perempuan indah nan sempurna yang dengan bodohnya telah ia sia-siakan.Jika saat ini ada pistol di hadapan Dexter, maka sudah pasti akan ia gunakan untuk meledakkan otaknya yang bodoh ini. Dexter menumpukan kepalanya yang pusing di atas setir, mengabaikan bunyi bising klakson mobil di belakangnya yang bersahut-sahutan. Lampu lalin telah berubah menjadi hijau, namun lelaki itu seakan tidak memiliki tenaga lagi untuk sekedar menjalankan mobilnya. Dexter pun masih terdiam saat mendengar suara makian dari mobil-mobil yang melewatinya. Tubuhnya ber