"Kenapa Kak Dexter begitu baik padaku?"
Wajar kan jika Jelita bertanya seperti itu?Maksudnya begini, mereka kan memang baru bertemu dua kali... namun dalam dua kali pertemuan singkat mereka, Jelita merasa sikap Dexter kepadanya sangatlah... aneh.Uhm, koreksi. Bukan aneh sih... hanya saja tidak seperti dua orang asing yang baru dua kali bertemu.Lihat saja, sekarang lelaki itu malah menyentuh lembut dagu Jelita dan memberikan tatapan teduh yang membuatnya jantungnya jumpalitan dan dadanya berdesir.Jelita tidak mau ia jadi salah sangka. Ia takut berharap terlalu tinggi, karena Dexter Green tidak mungkin menyukai gadis polos dan miskin sepertinya.Lagipula, jarak umur mereka terlalu jauh. Jelita masih enam belas tahun, sementara Dexter dua puluh satu tahun. Ia terlalu dewasa untuk Jelita yang masih remaja.Tidak mungkin lelaki maha sempurna ini memiliki perasaan padanya.Benar kan?Namun ketika Dexter memberikan senyum memukaunya, seketika Jelita kembali terpana... dan berharap akan sesuatu yang tidak mungkin akan terjadi."I guess... I like you, Jelita. A lot," ucap Dexter dengan mata caramel indahnya yang menyorot lembut pada wajah Jelita.Jelita mengerjap-kerjapkan matanya dari balik lensa, serta berusaha untuk bernapas normal saat seorang malaikat tampan mengatakan bahwa dia menyukai dirinya.Dan sekarang gadis itu pun baru menyadari bahwa mukjizat itu ternyata nyata dan benar ada di dunia ini.Jelita tertawa dengan canggung. "Sa-saya juga suka sama Kak Dexter. Uhm... Kakak baik sekali, sudah membelikan kue dan mentraktir makan... belum lagi membawakan oleh-oleh untuk adik-adik saya di panti..."Sekarang Dexter yang malah terbahak, menampakkan gigi putih dan rapinya yang menawan. "Jelita, aku tahu kamu masih enam belas tahun, tapi kamu pasti tidak sepolos itu untuk mengartikan jenis rasa suka yang baru saja kuungkapkan kepadamu, kan?"Jelita pun langsung tertunduk malu. Jadi... Kak Dexter benar-benar menyukainya sebagai seorang lelaki kepada perempuan?"Tapi.. kenapa Kakak bisa suka padaku? Aku ini kan yatim-piatu, miskin, tidak cantik dan belum dewasa seperti teman-teman Kak Dexter yang lain." Akhirnya Jelita sanggup juga menyuarakan pertanyaan yang terasa mengganggu di benaknya."Jangan berkata begitu, Jelita. Aku sudah pernah bilang kalau kamu perfect, kan?"Jelita hanya menanggapi ucapan Dexter dengan senyuman miris. Perfect? Perfect dimananya ya?? Kayaknya cowok ini perlu diperiksa lagi matanya deh!!"Mau tahu rahasia? Aku sudah tertarik padamu sejak pertama kali melihat seorang gadis manis berkaca mata yang menunduk serius di atas buku tebalnya," bisik Dexter dengan senyum yang terpantul di dalam matanya.Itu benar. Percuma saja Dexter berusaha berpura-pura menganggap Jelita adalah adiknya, jika perasaan tertarik ini terlalu besar untuk diabaikan begitu saja.Kali ini ia hanya akan membiarkan semuanya mengalir, meskipun ia belum mendapatkan jawaban dari gadis itu. Namun Dexter yakin, Jelita pun pasti merasakan ketertarikan yang sama dengan dirinya.Jelita menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah semerah tomat. Kalau saja ia bisa menghentikan waktu saat ini, pasti dia sudah meloncat-loncat kegirangan mendengar perkataan Dexter."Aw!!""Kamu kenapa?" tanya Dexter kaget saat mendengar jeritan tertahan yang keluar dari mulut gadis itu.Jelita meringis sambil menunjukkan kulit tangannya yang memerah. "Tadi barusan nyubit tangan sendiri, cuma mau mastiin aja kalau ini bukan mimpi..." cengirnya polos.Dexter sempat mematung selama sedetik, sebelum tawa lepas lolos dari mulutnya. Buru-buru ia berdiri dan pindah ke tempat duduk di samping Jelita yang membuat wajahnya terasa semakin panas karena kini posisi tubuh mereka yang sangat dekat."Siniin tangan kamu," tukasnya sambil menarik tangan Jelita yang tadi ia cubit sendiri. Dexter mengelus bagian kulit yang memerah itu sekilas sebelum kemudian menempelkan bibirnya dengan sangat lembut di sana."Daripada dicubit, lebih baik dicium. Sama-sama valid kan sebagai pembuktian?" Dexter masih mengelus kulit tangan Jelita sambil tersenyum pada gadis itu.Jelita hanya bisa menelan ludahnya sendiri mendapatkan perlakuan manis dari lelaki itu. Rasanya merinding ketika merasakan elusan tangan Dexter yang terasa hangat di kulitnya.Ia menunduk malu, lalu perlahan melepaskan tangannya dari Dexter."Udah nggak sakit lagi kok," ucapnya pelan.Dexter tersenyum, menyadari bahwa yang ia hadapi ini adalah gadis berusia enam belas tahun yang masih sangat polos, bukan perempuan berpengalaman yang biasa ia temui.Bahkan gombalan ringan seperti tadi bisa membuat Jelita sangat tersipu-sipu. Ya ampun, menggemaskan sekali."Yuk makan lagi," ajaknya, yang dibalas dengan anggukan Jelita.Tapi Dexter tidak bisa fokus pada hidangan di depannya. Ia terlalu menyukai pemandangan di sampingnya saat ini, yaitu Jelita yang sedang melahap makanan dengan nikmat.Seakan tersadar dengan tatapan Dexter yang sejak tadi terarah padanya, Jelita pun menoleh."Kakak kok nggak makan?" tanyanya heran. Ada begitu banyak makanan di meja, Jelita tidak akan sanggup jika menghabiskannya sendiri.Dexter tersenyum dan menggeleng. "Nanti saja, aku lebih suka melihat bidadari daripada makan," godanya sambil nyengir.Jelita pun tergelak mendengar Dexter yang masih saja menggombalinya. "Kaaaak!! Udah kek gombalnya! Nih, makan. Aaaaa..." Jelita menyorongkan sesendok spageti ke depan wajah Dexter, memaksanya untuk membuka mulut.Dexter menangkap cepat tangan Jelita yang terulur kepadanya dan langsung mencium jemari lentik itu sebelum memasukkan sesendok spageti ke dalam mulutnya."Enak," ucapnya dengan mulut penuh dan senyum terkulum. "Suapin lagi, dong. Makanannya jadi enak kalau disuapin kamu..."Gombal.***Jelita kini sudah kembali berada di dalam Maserati milik Dexter. Tadinya lelaki itu hendak mengajak Jelita jalan-jalan dulu sebelum pulang, namun gadis itu teringat pada Bu Dira yang akan marah jika ia pulang terlalu larut.Mereka bersenda gurau selama di dalam perjalanan, bercerita apa saja, bahkan sama-sama menertawakan lelucon yang receh.Jelita tidak pernah merasakan senyaman itu bersama seorang lelaki sebelumnya.Uhm, sama Kevin juga nyaman sih. Tapi kan tidak ada rasa diantara mereka, meskipun Jelita tidak tahu kalau Kevin sebenarnya menyukainya.Saking serunya mengobrol dan bercanda dengan Dexter, Jelita sampai lupa bahwa ia tidak seharusnya membiarkan mobil Dexter berhenti tepat depan pintu pagar Panti Asuhan karena Bu Dira akan sangat murka jika ia tahu Jelita habis kelayapan dengan seorang lelaki.Sadar-sadar, mobil Dexter sudah berhenti di depan pagar panti!Jelita celingukan, dan bernapas lega saat tidak melihat Bi Dira atau siapapun di depan rumah panti. Haaah... syukurlah."Kak, terima kasih banyak untuk hari ini dan traktirannya ya," tukas Jelita riang sambil mengangkat dan menunjukkan dua bungkusan paperbag yang berisi cheesecake dan makanan berat dari hotel tadi."Adik-adikku pasti senang sekali," tambahnya lagi dengan wajah yang ceria membayangkan adik-adik asuhnya yang pasti bahagia melihat makanan enak."Aku boleh turun, nggak? Mau menyapa ibu yang jagain Panti," pinta Dexter tiba-tiba, membuat Jelita terkejut mendengarnya."Ha? Mmm... jangan sekarang ya Kak? Bu Dira nggak suka kalau aku dekat dengan laki-laki..." ujar Jelita polos. "Sebenarnya Bu Dira juga nggak memperbolehkanku pacaran sebelum lulus sekolah.""Oh ya?"Jelita mengangguk pelan. "Tadi juga aku lupa bilang, seharusnya mobil Kakak jangan berhenti di sini tapi yang agak jauhan aja. Soalnya kalau Bu Dira lihat, beliau bisa marah besar," tukas Jelita sambil meringis takut..Dulu Mbak Sesa, salah satu anak panti yang empat tahun usianya di atas Jelita pernah ketahuan pacaran dengan teman sekelasnya, dan ketahuan Bu Dira.Mbak Sesa pun didiamkan oleh wanita itu hampir selama seminggu, hingga akhirnya Mbak Sesa menangis sambil bersimpuh di kaki wanita yang sudah membesarkannya itu. Barulah sejak itu Bu Dira agak luluh, meskipun sejak saat itu sikap Bu Dira terhadap Mbak Sesa agak berbeda dari sebelumnya.Bu Dira seperti kurang peduli pada Mbak Sesa, hingga akhirnya kakak asuh Jelita itu pergi merantau untuk bekerja di Bandung setelah lulus sekolah."Kalau Bu Dira marah sama kamu, bilang aja sama aku. Nanti biar aku yang bicara dengan beliau," tukas Dexter santai."Oh iya, aku hampir lupa." Dexter mengambil sebuah paperbag kecil dan menyerahkannya pada Jelita. "Buat kamu," ucapnya sambil tersenyum.Jelita terkesiap kaget saat melihat isi paperbag itu. Dexter memberinya sebuah ponsel keluaran terbaru yang harganya belasan juta!"Kak? Ini...""Please jangan menolak, Jelita. Aku ingin agar kamu bisa menghubungi aku kapan pun, oke? Dan aku juga jadi nggak bingung dan kalang-kabut nyariin kamu seperti kemarin," sungut Dexter."Aku kaget banget waktu nanyain nomor ponsel kamu ke Tania. Dia bilang kamu nggak punya ponsel!"Jelita tertawa pelan. Ia pernah menabung untuk beli ponsel beberapa bulan yang lalu, tapi terpaksa dijual lagi untuk keperluan adik-adik asuhnya di panti."Nomorku sudah ada di phonebook ya. Mulai sekarang, kita pacaran kan? Meskipun di depan Bu Dira bukan," goda Dexter sambil mencubit pipi Jelita gemas.Jelita cemberut sambil mengusap-usap pipinya yang dicubit Dexter. "Ya udah Kak, aku pulang dulu ya. Bye." Jelita pun turun dari mobil Dexter dan melambaikan tangannya pada lelaki yang sekarang telah resmi menjadi pacarnya.Namun manik bening gadis itu pun membulat, saat melihat Dexter yang malah ikut turun dari mobil dan malah menghampirinya."Kak? Ada apa~~"Jelita terkesiap kaget saat merasakan satu tangannya ditarik, lalu sebuah kecupan sekilas pun mendarat di pipinya."Sampai ketemu besok," ucap Dexter sambil tertawa kecil melihat wajah merona Jelita yang polos. "Nanti malam aku telepon ya? Pastikan ponsel kamu menyala."Jelita hanya bisa mengangguk kaku dengan satu tangannya memegangi pipi yang tadi dikecup oleh Dexter.Baik Jelita maupun Dexter tidak sadar, bahwa ada sosok gelap yang dari tadi memperhatikan mereka berdua, serta bersiap untuk memberikan hukuman yang pantas untuk Jelita.***Hujan deras turun membasahi tubuh kecil itu yang belumur darah. Namun ia tak peduli lagi dengan rasa nyeri di tubuhnya, karena nyeri di hatinya yang jauh lebih mendominasi.Gadis itu menyeret koper kecil berisi sedikit pakaian dan tas berisi buku pelajaran, dan ia terus berjalan menuju halte bis terdekat untuk berteduh. Bis terakhir telah lewat beberapa jam yang lalu, begitupun angkot terakhir.Ia tak tahu mau kemana hendak pergi, karena tidak memiliki seorang pun untuk bersandar selain di panti.Akhirnya dia sampai juga di halte. Gadis itu pun menghempaskan tubuhnya ke kursi besi yang keras, dan menumpahkan tangisnya di sana.Setengah jam kemudian tangisnya pun mulai berhenti, diganti dengan lamunan dalam suara gemelatuk giginya karena menahan dingin.Ia ingin ke rumah Kevin sahabatnya, tapi bingung mau naik apa karena jam segini sudah tak ada kendaraan umum yang lewat. Sedangkan naik taksi dia tidak punya uang.Ke rumah Tania? Sayangnya dia juga tidak tahu alamatnya yang pasti.Satu-satunya jalan adalah menghubungi Dexter.Tapi... ia terlalu malu.Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu jika ia tahu bahwa Jelita telah diusir dari panti.Seketika gadis itu kembali terisak, saat mengingat ucapan Bu Dira yang menyakitkan hatinya.Jelita tersentak saat tiba-tiba mendengar suara ponselnya berbunyi, dan makin terkesiap melihat sebuah nama yang tertera di sana."MY BLUEBERRY CHEESECAKE"??Rasanya Jelita ingin menangis sekaligus tertawa.Dexter sendiri yang memasukkan nomor dan namanya di ponsel untuk Jelita, dan dia benar-benar tidak menyangka kalau lelaki itu menamai dirinya sendiri seperti makanan kesukaan Jelita."Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?" Suara pria di balik sambungan telepon itu semakin membuat Jelita terisak dan air matanya kembali jatuh bercucuran."Kak Dexter... aku... diusir dari Panti..."***"Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?"Dexter memang berniat menelepon Jelita sebelum ia tidur. Lelaki itu ingin mendengar suara lembut pacar kecilnya itu yang entah kenapa bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.Namun betapa kagetnya ia saat mendengar suara derai hujan yang begitu deras, seakan-akan Jelita sedang berada di luar rumah.Dan ia pun semakin kaget ketika mendengar suara isakan pelan dari arah seberang telepon, yang beradu diantara suara deru hujan yang jatuh dengan keras membasahi bumi."Jelita... kamu kenapa nangis? Ada apa?" "Kak... aku... diusir dari panti," ucap Jelita sambil terisak. Airmata yang tadi sempat terhenti tiba-tiba mengalir kembali saat ia mendengar suara Dexter, sederas air hujan di sekelilingnya.Dexter yang awalnya sedang berbaring santai di ranjang pun mendadak langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Diusir?" "Iya Kak...""Terus, sekarang kamu lagi dimana?""Aku di halte bis...""Ngapain di halte?"Jelita terdiam sesaa
Dexter terbangun dari tidur lelapnya di kamar tamu dengan perasaan bingung.Sambil mengerjap-kerjapkan matanya yang silau karena lampu kamar yang lupa ia matikan sepanjang malam, otaknya pun mulai berpikir.'Tunggu sebentar, kenapa aku malah tidur dikamar tamu alih-alih di kamarku ya?''Oh iya. Ada Jelita.'Saat ia mengingat satu persatu tentang peristiwa semalam, Dexter pun baru menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa mengganjal di pinggangnya. Mata caramel pria itu sontak membelalak kaget, saat melihat tangan satu halus yang memeluk pinggangnya dari belakang. Oh... My... God...Dexter menelan ludah dengan susah payah, ketika akhirnya baru menyadari bahwa bukan hanya ada tangan berkulit putih yang melingkari pinggangnya, namun juga ada tubuh hangat dan lembut yang sedang menempel di punggungnya saat ini.Seketika jantung pria itu mulai berdegup dengan keras dan napasnya mulai memburu. 'Shit!! Apa yang Jelita lakukan di sini??'Dexter ingat sekali kalau semalam ia membiarkan Jelita
Serta-merta Jelita menginjak kaki Zikri dengan keras, membuat lelaki itu melepaskan ciuman dari bibirnya.Lalu dengan sekuat tenaga, ia juga langsung mendorong tubuh Zikri hingga lelaki itu jatuh terjengkang di atas lantai."AKU BENCI KAMU!!" Jelita menjerit sambil berurai air mata dan berlari keluar. Zikri sialan! Dia sudah mencuri first kiss yang ingin Jelita berikan pada lelaki yang disukainya. Ia ingin melakukan ciuman pertama dengan Kak Dexter!Tapi si brengsek itu malah mengambil paksa momen yang paling ia tunggu dalam enam belas tahun hidupnya. Ciuman dari seorang pangeran tampan yang baik hati, bukan dari musuh bebuyutan yang menyebalkan!!!Jelita menepis kasar air mata yang luruh dengan punggung tangannya. Ia ingin sekali pergi sejauhnya dari sekolah ini, rasanya ia tidak ingin melihat wajah Zikri untuk selamanya! Tapi... kemana ia harus pergi?Rumah yang ia tahu adalah Panti Asuhan Cinta Kasih. Orang tua yang ia miliki adalah Bu Dira. Namun wanita itu telah mengusir Jeli
Jelita benar-benar pusing. Rasanya seperti masalah datang bertubi-tubi padanya. Belum selesai masalah Bu Dira yang mengusirnya dari Panti, Zikri yang menciumnya tanpa permisi, ditambah lagi sekarang pacar dan sahabatnya yang saling berseteru."Kamu nggak ngejar pacarmu yang tua itu?" sindir Kevin saat Jelita belum juga beranjak menyusul Dexter, gadis itu malah mengobati luka-luka di wajah Kevin akibat pukulan Dexter. Tadi ia berlari ke apotik terdekat untuk membeli obat-obatan, plester dan kapas. Mana mungkin ia setega itu membiarkan sahabatnya?Jelita mendengus kesal. "Kak Dexter nggak tua! Masih dua puluh satu tahun, kok!" sergahnya sambil menekan keras luka di bibir Kevin dengan sengaja."Aawww! Sakit, Nyet!!" gerutu Kevin sambil memelototi Jelita."Bodo!" balas Jelita sambil menjulurkan lidah. Siapa suruh menghina Kak Dexter! Kevin berdecih sebal. "Ngapain sih kamu pacaran sama Om-om? Kayak nggak ada cowok lain aja!" Jelita yang telah selesai mengobati luka di wajah Kevin pun
"Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur. Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya. 'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan. Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang men
~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.Tapi... ada yang aneh.Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya. Sakit. Perih. Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu. Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk
"Saya Dexter Green, wali murid dari Jelita Kanaya." Dexter memperkenalkan diri pada Kepala Sekolah Jelita, yang langsung melotot menatap sosok rupawan dan famous di Indonesia itu. Siapa sih yang tidak kenal dengan Dexter Green? Wajahnya terlalu sering terpampang di televisi!"S-selamat datang, Tuan Dexter. Saya Riana, Kepala Sekolah Brentwood Highschool. Ini Pak Hendrik wali kelas Jelita, dan ini Bu Lena guru BP," sahutnya sambil memperkenalkan diri serta dua orang guru di situ. Lidah Riana mendadak kelu mendapati anak dari orang terkaya nomor satu di Indonesia berdiri langsung di depan matanya sendiri."Jadi, Anda adalah Kakak Asuh dari Jelita Kanaya?" Dexter mengangguk, lalu matanya menatap ke arah Jelita yang duduk di depan para guru dan Kepsek. Wajahnya terlihat pucat, mungkin karena kaget melihat Dexter yang tiba-tiba berada di sekolahnya. Tadi Jelita memang diam-diam mengadu kepada lelaki itu melalui pesan whatsapp tentang situasi di sekolahnya, dan meminta nasihat apa yang
Jelita terbangun dan mengerjap-kerjapkan matanya karena mendengar suara bisik-bisik pelan di dekat ranjang besar tempatnya tidur. "Sudah bangun?"Gadis itu menoleh ke sumber suara yang menegurnya lembut, suara Dexter. Namun matanya pun membelalak kaget saat melihat sosok wanita elegan berambut pirang yang sedang duduk di sofa di samping Dexter. Wanita itu menatap wajahnya lekat-lekat."Aaaaaaaarrgghh!!" jerit Jelita sambil kembali menarik selimut menutupi wajahnya. 'Si-siapa itu?? Siapa wanita berambut pirang yang duduk di sebelah Dexter??''Tunggu sebentar. Sepertinya aku mengenal wajahnya...'Jelita meneguk ludahnya dengan susah payah. Wanita cantik berambut pirang dengan warna lmata caramel itu adalah Heaven Green, ibu dari Dexter!!Jelita menatap tubuh polosnya yang tertutup selimut, dan mengerang dalam hati.'Ya Tuhan. Kenapa aku harus bertemu wanita itu di posisi seperti ini?? Aaarghhh... rasanya ia ingin sekali menghilang ditelan bumi!!!'"Mom, please... kasihan Jelita. Dia p