**15 MENIT SEBELUMNYA....
Dexter menatap kepergian Jelita ke arah kolam air mancur dengan kening berkerut.Pikirannya menjadi tidak tenang setelah mendengar perkataan wanita itu yang sepertinya telah melihat keberadaan Farrel.Bagaimana jika Jelita benar? Apa maksud lelaki itu memunculkan dirinya di sini?Tangannya pun segera bergerak meraih ponsel dari sakunya untuk menelepon Nero, ajudan setianya."Nero? Periksa semua CCTV. Cari keberadaan Farrel Bintang Arjuna di sini, lalu segera tangkap dan interogasi dia." Dexter pun segera mematikan sambungan ponselnya saat melihat William Green yang berjalan ke arahnya."Heaven sudah hampir sampai, Dex!" ayahnya memberitahu dengan antusias.Dexter tersenyum dan mengangguk, lalu mengeluarkan remote kecil dari sakunya.Ia menekan salah satu tombol yang berwarna merah, lalu seketika suasana pun berubah gelap karena semua lampu taman otomatis padam.Beberapa saat*30 MENIT SEBELUMNYA...Suara petir yang keras dan menggelegar serta rintik kecil hujan mengiringi perjalanan Dexter menuju alamat yang diberikan si penelepon misterius itu. Kilat yang sesekali menyambar seakan mengancam seluruh penduduk bumi agar bersiap menghadapi hujan badai yang akan turun dengan deras dari langit.Dexter menyetir mobilnya seperti kesetanan, karena yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana ia bisa secepatnya menyelamatkan Jelita. Ia telah berulang kali berusaha menelepon nomor tak dikenal itu, namun tak kunjung juga diangkat. Apakah Farrel adalah dalang dibalik penculikan Jelita?? Bajingan!! Dexter akan memastikan untuk mematahkan semua tulang belulangnya jika dia berani menyentuh Jelita meskipun hanya seujung kuku!!GPS di mobil Dexter berbunyi pelan, menandakan bahwa posisinya saat ini telah sampai sesuai dengan alamat yang dituju.Kilat pun kembali menyambar, dan sinarnya membuat D
Warning : ada adegan hot kiss, buat yg sedang puasa, boleh dibaca setelah berbuka. dosa ditanggung berdua. hehe.***"Tanda tangani dulu surat pernyataan pengembalian aset akuisisi ini kalau tidak ingin tubuh semulus ini terluka," ancam Farrel sambil mengeluarkan pisau dari sakunya dan menempelkan benda tajam itu di leher Jelita."Aku akan mengembalikan harta tidak berhargamu itu, Farrel! Tapi lepaskan Jelita dulu, dan mari kita duel satu lawan satu sesudahnya," Dexter menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya.Farrel mendengus kasar. "Tak usah banyak bicara! Tanda tangani surat itu saja, Dexter Green!" bentaknya kesal.Romeo yang dari tadi diam saja, seketika mengambil pulpen biru dari atas meja dan menjejalkannya di tangan Dexter agar menggenggam alat tulis itu. Tanpa ragu Dexter pun langsung menandatangani surat itu, yang sontak menerbitkan senyum kepuasan di wajah Farrel."Bagus. Sekarang kau boleh memukuli dia s
Hujan terus turun membasahi tubuh dua insan yang sedang saling memagut dengan penuh suka cita, seakan saling berlomba untuk menunjukkan gairah yang menguasai diri mereka.Detik-detik yang berlalu terasa begitu sakral dan penuh keajaiban. Bahkan hujan pun terasa begitu manis, suara petir bagaikan alunan lagu merdu dan sambaran kilat bagaikan lampu temaram yang bersinar hangat di malam yang gelap.Entahlah dengan Dexter, namun Jelita tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Berciuman seperti ini sebelumnya, meskipun di masa lalu dirinya dan Dexter adalah sepasang kekasih.Namun yang terjadi saat ini begitu berbeda, seakan Jelita mencium Dexter yang berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu. Meskipun tetap ada getaran yang familier, seperti aroma maskulin sesegar pegunungan yang menguar dari tubuh Dexter, sama seperti dulu.Tapi hanya itu. Hanya aromanya saja yang sama, selebihnya begitu berbeda.Ciuman d
makasi gems-nya, otot kasi bonus deh nih 2 bab Yeay ┌(・。・)┘♪***Selesai mandi, Jelita merasa tubuhnya jauh lebih segar. Dengan hanya mengenakan bath robe, ia menyisir pelan rambutnya yang panjang dan masih setengah basah. Biasanya Jelita selalu mengeringkannya dengan hair dryer, tapi ia takut suara mesin itu akan membangunkan anak kembarnya.Ia pun memutuskan untuk membalut rambutnya dengan handuk kering, sebelum merebahkan tubuhnya di ranjang besar dari kayu rustic yang ditutup seprai putih halus dan bedcover coklat muda berbulu lembut.Ia sangat lelah, dengan tenaga dan emosi yang serasa terkuras habis. Sesaat ketika Jelita baru saja hendak terlelap dan menutup matanya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pelan dari arah luar pintu kamar. Haaah... sebenarnya ia sangat malas untuk membuka pintu, dan sedang mempertimbangkan untuk menutup telinga pura-pura tidak mendengarnya saja.Tapi jika dip
"Mari kita buktikan, apakah kelainanmu itu tidak kambuh karena euforia, ataukah... karena diri kita saja yang saling menginginkan!" Jelita terkesiap ketika Dexter meraih tengkuk dan lengannya lalu memagut bibirnya dengan keras dan menuntut, seakan Dexter benar-benar marah dan ingin menghukumnya.Untuk beberapa detik yang membingungkan, pikiran Jelita benar-benar tidak bisa diakses. Buntu. Blank. Kosong. Ia merasa gamang karena sentuhan tiba-tiba Dexter di bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali mendorong tubuh lelaki itu, tapi di sisi lain ia sebenarnya juga penasaran. Apakah ia tidak akan muntah?Dan ternyata... Jelita memang tidak muntah.Ciuman Dexter pun yang semula menekan keras bibirnya, kini mulai melembut. Lelaki itu menghirup napas Jelita, menyapukan ujung lidahnya di bibir bawah Jelita, hingga wanita itu pun tersentak kaget dan membuka mulutnya. Kesempatan itu pun tidak dis
*BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA...Dexter berusaha menyelesaikan meeting mingguan dan penandatanganan berkas-berkas untuk hari ini dengan secepat mungkin karena ia ingin bertemu dengan Jelita. Damned it! Dexter benar-benar kesal karena wanita itu terus-menerus menghindarinya sepanjang hari ini. Dexter sengaja meminta Jason untuk datang ke Gedung Alpha Green dalam meeting yang membahas klausul perjanjian kerjasama dengan salah satu perusahaan. Hanya alasan, tentu saja. Dexter sudah paham semua poin-poin yang tertera di dalam perjanjian itu. Ia hanya ingin bertemu dengan Jelita, ingin memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja. Dexter tak bisa menampik perasaan was-was yang membuatnya resah atas keselamatan Jelita, pasca penculikannya semalam. Diam-diam, Ia juga menugaskan Nero dan beberapa bodyguard untuk mengikuti Jelita setiap hari, dan melaporkan semua aktivitasnya.Dexter tak peduli jika ia dianggap berlebiha
Jelita berlari secepat mungkin menuju lokasi dimana mobilnya terparkir. Ia benar-benar tidak berani menoleh lagi ke belakang, dan hanya fokus untuk melarikan diri dari Dexter.'Dexter sialan! Keluarga Green sialan! Kenapa aku harus kembali bertemu dengan mereka?! Selama sepuluh tahun ini hidupku begitu tenang dan damai tanpa keluarga Green, dan tiba-tiba sekarang aku harus menghadapi mereka lagi!'Jelita pun memacu mobilnya seperti kesetanan, sebelum akhirnya ia merasa aman dari Dexter. Ia menghentikan mobil di sebuah parkiran minimarket, lalu menangis sejadi-jadinya. Jelita bahkan tidak tahu alasan kenapa ia menangis, cairan bening itu tiba-tiba keluar begitu saja dari sudut matanya.Mungkin karena ia takut pada Dexter... dan Jelita tidak tahu harus berbuat apa untuk mengalahkan kekuasaan keluarga Green. Mereka sangat menakutkan!Farrel memang jahat, menculik dan berniat memperkosa Jelita. Tapi seharusnya dia diprose
"Ya, Mr. Green? A-ada apa?" suara seseorang yang terdengar takut-takut, menjawab sambungan video call Dexter. Suara yang familier itu pun membuat Jelita sontak membelalakkan matanya.Itu suara Farrel! Jelita tidak akan pernah melupakan suara berat yang menjengkelkan itu. Suara orang yang telah menculiknya!"Aku hanya ingin memastikan kalau semuanya baik-baik saja." Nada suara Dexter pun berubah menjadi dingin, dan pertanyaan selanjutnya malah tersirat seperti ada nada yang mengancam di dalamnya. "Apa ada masalah di sana?" "Tidak, Mr. Green. Semuanya baik-baik saja," jawab Farrel yang terdengar agak gugup. "Saya... saya mengerjakan semua tugas yang Anda berikan, Mr. Green." "Good. Bagaimana dengan Alaska? Betah?" tanya Dexter dengan seringai puas di bibirnya."Y-ya, saya betah di sini... Dingin, tapi suasananya tenang dan alamnya indah," sahut Farrel lagi. Jelita pun membelalak kaget. Apa dia tidak