Share

6. I Am Your Home

Dexter terbangun dari tidur lelapnya di kamar tamu dengan perasaan bingung.

Sambil mengerjap-kerjapkan matanya yang silau karena lampu kamar yang lupa ia matikan sepanjang malam, otaknya pun mulai berpikir.

'Tunggu sebentar, kenapa aku malah tidur dikamar tamu alih-alih di kamarku ya?'

'Oh iya. Ada Jelita.'

Saat ia mengingat satu persatu tentang peristiwa semalam, Dexter pun baru menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa mengganjal di pinggangnya.

Mata caramel pria itu sontak membelalak kaget, saat melihat tangan satu halus yang memeluk pinggangnya dari belakang.

Oh... My... God...

Dexter menelan ludah dengan susah payah, ketika akhirnya baru menyadari bahwa bukan hanya ada tangan berkulit putih yang melingkari pinggangnya, namun juga ada tubuh hangat dan lembut yang sedang menempel di punggungnya saat ini.

Seketika jantung pria itu mulai berdegup dengan keras dan napasnya mulai memburu.

'Shit!! Apa yang Jelita lakukan di sini??'

Dexter ingat sekali kalau semalam ia membiarkan Jelita tidur di kamarnya, dan pria itu sendiri memilih untuk tidur di kamar tamu.

'Apa jangan-jangan semalam itu Jelita menyelinap dan juga ikut pindah tidur ke kamar tamu??'

Dexter merasakan sebutir keringat cemas mulai menitik di keningnya.

Pagi hari begini biasanya adalah saat bagian bawah tubuhnya sedang sangat aktif. Gawat, bisa-bisa dia malah melahap pacarnya yang masih kecil ini pagi-pagi!

Pria bermanik caramel itu menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan, sebelum ia berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Jelita yang membuat juniornya terasa senat-senut.

Dan sukurlah... ia berhasil.

Dengan sangat perlahan, Dexter pun turun dari ranjang, berusaha sehalus mungkin agar Jelita tidak terbangun karenanya.

Lalu ia berbalik menatap wajah Jelita yang sedang tertidur, dan menyadari betapa polosnya gadis ini.

Wajahnya cantik, namun Jelita sepertinya memiliki tingkat insecure yang sangat parah sehingga ia pun seperti tidak menyadarinya.

Sebenarnya apa yang terjadi semalam? Apa ia diusir oleh Bu Dira itu? Tapi kenapa? Dan luka-luka di tubuhnya itu... siapa yang melakukannya?

"Ampun bu... Lita nggak akan membangkang lagi...," igau Jelita tiba-tiba sambil terisak.

Dexter menahan napas. Mata gadis itu masih terpejam rapat, namun tangannya bergerak untuk menutupi kepalanya, seperti orang yang sedang melindungi diri dari pukulan.

"Ampun... jangan pukul Lita lagi, bu..! Ampuun...!" kali ini igauan pelan Jelita berubah menjadi jeritan pilu penuh kesakitan.

Cukup.

Hati Dexter sudah terasa remuk mendengar permohonan yang menyayat hati itu. Dia tak sanggup lagi mendengarnya, dan meloncat naik kembali ke atas ranjang untuk merengkuh tubuh mungil dan rapuh itu ke dalam dekapannya.

Dexter merasa senang saat Jelita tidak mengigau lagi setelah ia peluk.

Terdengar suara dengkuran halus dari bibir penuhnya, sebagai tanda bahwa gadis itu telah kembali terlelap dalam alam mimpi.

Inikah alasannya semalam ia meminta untuk dipeluk? Agar terhindar dari mimpi buruk?

Dexter memaki dirinya sendiri yang semalam menolak untuk memeluk Jelita. Yang ada dalam pikirannya hanyalah nafsu, padahal yang Jelita butuhkan adalah pertolongannya.

'Maafkan aku, Jelita...'

***

Suara desisan dari dapur membangunkan Dexter, yang langsung melirik ke arah jam dinding. Ternyata sudah jam enam pagi.

Sambil menguap, ia menatap sisi samping tempat tidurnya dengan mata yang masih menyipit karena mengantuk. Kosong, tak ada siapa pun di sana. Kemana Jelita?

Suara desisan di dapur pun kembali terdengar lagi. Apa itu Jelita yang sedang memasak?

Lelaki itu buru-buru bangun untuk memastikan keberadaan pacar kecilnya, dan tersenyum saat menemukan seorang gadis dengan seragam SMU yang sedang sibuk di depan kompor, sedang berdiri membelakanginya.

Dexter pun mengendus udara. Hm... aroma nasi goreng yang lezat, membuat perutnya memberontak minta diisi.

"Aaaaa!!" Jelita menjerit kaget saat mendapati Dexter yang tiba-tiba mengecup singkat bahunya. Lelaki itu melemparkan cengiran jahil dan menatapnya dari belakang.

"Kak Dexter!" rengek Jelita kesal.

Tangannya gemetaran dan wajahnya merona saat pacarnya yang tampan itu dengan santainya malah mengecup pipinya. Desir-desir aneh pun kembali hadir di dada dan perutnya.

"Masak nasi goreng?" Dexter sudah duduk di kursi meja makan tepat di belakang Jelita. "Emang bisa?" ledeknya pura-pura mencemooh.

"Bisa, dong!" sahut Jelita cemberut. "Aku kan suka gantian masak sama Bu Dira di panti."

Seketika keheningan pun hadir diantara mereka saat Jelita tanpa sadar membahas Bu Dira.

Rasanya Dexter tidak dapat menahan geram karena wanita itu telah membuat Jelita terluka pada fisik dan batinnya, sementara yang Jelita pikirkan adalah rasa rindu pada celoteh serta tingkah adik-adiknya di panti setiap pagi.

"Udah jadi, belum?" ucap Dexter, berusaha memecahkan keheningan yang menggelisahkan di antara mereka.

"Mmm... udah." Jelita mengambil piring dari rak dan mengisinya dengan nasi goreng buatannya. Lalu ia mengambil sendok dan garpu, dan menambahkan irisan telur, timun serta tomat.

Jelita membawa piring itu ke meja makan lalu menaruhnya di hadapan Dexter.

"Silahkan. Nasi goreng spesial buat Kakak yang paling tampan sedunia," goda Jelita dengan senyum manisnya yang menawan.

Dexter gemas sekali melihatnya. Pacar kecilnya ini rupanya sudah bisa menggoda balik dirinya dengan ucapan manis yang membuat Dexter ingin melumat bibir yang merekah itu.

'Ah, sabar Dexter. Dia masih kecil.'

Sambil menghela napas dan mengutuk diri sendiri karena bisa-bisanya menyukai anak kecil, ia meraih sendok dan mulai menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

Seketika matanya membulat menatap Jelita yang senyam-senyum padanya. Wow. Ternyata lezat juga.

"Nggak nyangka kamu bisa masak seenak ini," ucap Dexter sambil kembali menyuap nasi ke dalam mulut dengan semangat.

Jelita terkekeh. Ia juga mengambil sepiring nasi goreng dan ikut menyantapnya bersama Dexter di meja makan.

"Ini ucapan terima kasih karena Kakak sudah membiarkanku memelukmu semalam, hehe. Terima kasih, Kak Dexter pacarku yang baik hati," ucapnya sambil nyengir.

Dexter pun tersedak ketika teringat kembali pada semalam. Ia buru-buru mengambil segelas air yang sudah disiapkan oleh Jelita dan meneguknya.

"Hei, tapi jangan jadi kebiasaan!" protesnya setelah tenggorokannya terasa lebih baik. "Awas kalau main peluk-peluk tanpa ijin lagi!"

'Apa kamu nggak tahu, kalau semalam itu sebenarnya aku sudah nggak tahan ingin segera memakanmu, Jelita?'

Jelita hanya mencebik mendengar perkataan Dexter. Ia merasa aneh dengan lelaki itu. Bukankah mereka pacaran? Tapi kenapa dia tidak suka jika Jelita memeluknya?

Lagipula, Jelita memeluk bukan karena genit atau apa... dia hanya merasa tidak tenang saat semalam Dexter meninggalkannya di kamar seorang diri.

Berulang kali mimpi buruk terus menghantui tidurnya. Hingga akhirnya Jelita pun tak tahan dan berjalan keluar menuju kamar Dexter, lalu merebahkan diri di samping tempat tidur lelaki itu serta memeluk tubuh kokoh dengan aromanya yang sangat maskulin itu.

Entah kenapa, setelahnya Jelita pun segera merasakam ketenangan. Lalu sambil tersenyum, gadis itu pun memejamkan matanya dan lelap tanpa dihantui mimpi buruk lagi.

"Maaf... aku janji nggak akan peluk Kakak lagi," ucapnya pelan sambil meminum air dalam gelas bening.

"Oh iya Kak... Nanti siang aku kerja di toko sekaligus bawa barang-barang ya. Sementara ini aku akan tinggal di rumah Kak Tania dulu," tukasnya sambil menyendokkan nasi goreng ke dalam mulut dan mengunyahnya perlahan.

Mendadak Dexter membanting sendok dan garpunya di atas piring, menimbulkan suara yang cukup keras dan membuat Jelita kaget.

"Semalam mau ke rumah Kevin, dan sekarang ke rumah Tania! Sebenarnya bagi kamu, aku ini apa?" cetus Dexter gusar.

Kemarahan Dexter yang tiba-tiba itu membuat Jelita kaget dan ketakutan. "M-Maaf Kak... Kak Dexter jangan marah... aku cuma... nggak mau merepotkan Kak Dexter lagi..." mata Jelita mulai berkaca-kaca karena takut pada sorot mata Dexter yang terasa menusuk hingga ke relung jiwa.

Lelaki itu mendengus keras. "Tidak. Kamu tidak boleh ke rumah Kevin, Tania, atau siapa pun selama belum bisa kembali ke Panti. Kamu cuma boleh tinggal di sini, bersamaku," tukasnya berapi-api.

"T-tapi Kak..."

"Nggak ada tapi-tapian! Pokoknya nggak boleh! From now on, this is your home, Jelita. I AM YOUR HOME ," putusnya tegas dengan sorot mata caramel yang menatap tajam pada Jelita.

***

Jelita merasa tidak berkutik. Setelah tadi ia dipaksa untuk tetap tinggal di apartemen Dexter, kini pacarnya itu juga memaksa untuk mengantar Jelita ke sekolah.

Bukannya tidak suka, hanya saja gadis itu benar-benar jengah melihat tatapan aneh teman sekolahnya yang melihat Jelita turun dari mobil mewah Maserati milik Dexter.

Jelita yang miskin dan yatim piatu, bagaimana bisa pagi ini diantar oleh mobil sport mewah ke sekolah?

Ia malu sekali, dan akhirnya hanya bisa menundukkan wajahnya saat mendapatkan lirikan tajam dari mereka yang seakan menghakimi sebelum bertanya. Memberikan label sebelum berpositive thinking.

"Jadi sekarang kamu jadi sugarbaby ya?"

Jelita mengernyit, menatap seorang anak lelaki berseragam sekolah yang sama dengan dirinya. Zikri, si pembuat onar yang sedang berdiri di depan Jelita sembari melipat kedua tangan di dadanya.

"Kenapa nggak bilang kalau kamu butuh uang, Jelita? Aku bisa kok ngasih kamu lebih daripada om-om itu," ucap Zikri lagi, yang kali ini benar-benar membuat Jelita mendelik kaget.

"Zik, mulut kamu dijaga, ya! Aku bukan sugarbaby dan nggak ada om-om sama sekali!" tukas Jelita kesal. Dengan wajah gusar, Jelita pun melangkahkan kakinya dengan menghentak melewati Zikri.

Tiba-tiba Jelita merasakan cengkeraman kuat di lengannya, dan tiba-tiba saja ia pun diseret ke dalam ruang kelas 10 yang masih sepi!

"Zikri! Lepasin aku!" sentak Jelita geram. Apa-apaan sih lelaki itu, seenaknya saja menyeret-nyeret ke dalam ruangan yang bukan kelas mereka?

Namun Jelita pun terkesiap dengan mata yang lebar membelalak, saat Zikri mencengkram kuat tengkuknya dan mendaratkan ciuman dengan paksa di bibirnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status