"Kau suka senja?" tanya Nadia.
"Tidak!" jawab Nadia singkat.
"Kenapa?"
"Walapun senja indah, namun ia hanya sementara, sama hal nya seperti dia"
"Dia? Siapa? Memang Ada apa dengan dia?"
"Seperti senja, dia menarik, dia indah, dia menawan, bahkan dia membuatku jatuh cinta. Hingga aku sadar dia seperti senja juga, hadir hanya sesaat!"
"Apakah kau punya masa lalu yang menyakitkan?" tanya Xavier penasaran.
"Banyak!"
"Mmm maafkan aku jika terlalu lancang bertanya padamu"
"Santai aja lah, apakah kau punya masalah juga?" tanya Nadia.
"Ada. Tapi masalah keluarga!"
"Keluarga? Gimana maksudnya"
"Sejak dulu, aku rasa kedua orang tua ku itu tidak ada rasa sayang untukku. Dan ternyata aku sadar mereka bukan tidak sayang, tetapi kesibukan lah yang membuat mereka membuatku jauh dari kasih sayang. Bibiku adalah orang yang sekarang paling mengerti kedaanku"
"Kita sama!"
"Sama gimana?"
"Kedua orang tua ku juga sibuk dan adikku sekarang ada di pesantren. Bahkan aku merasakan seperti kehausan kasih sayang dari mereka, tapi aku sadar bahwa aku telah dewasa, aku ubah kehidupan suramku dengan menggapai impianku"
"Kini aku belajar banyak darimu, terima kasih telah membuat hari ku ini menjadi lebih hangat"
"Iya sama-sama. Aku juga baru pertama kali bertemu dengan lelaki yang mau berbagi cerita dengan ku"
Mereka berdua saling membalas senyuman, hingga senja hilang sedikit demi sedikit. Langit mulai hitam, waktu mereka banyak terbuang pada pantai yang indah dan di temani percakapan yang saling berbagi pilu kehidupan.
"Pulang yuk udah malem!" ajak Xavier.
"Baiklah!" ujar Nadia.
Xavier dan Nadia meningalkan pantai indah itu dan menaiki kendraan motor Xavier. Mereka berada dalam perjalanan pulang kerumah masing-masing.
"Rumah kamu dimana?" tanya Xavier.
"Nanti aku tunjukkin. Terus aja!"
"Mmm oke," gumam Xavier
Nadia memberhentikan Xavier tepat di pinggir jalan depan gerbang sebuah rumah.
"Turunkan aku didepan gerbang ini saja!" perintah Nadia.
"Ini gerbang rumahmu?" tanya Xavier dan memberhentikan motornya kemudian Nadia turun dari motor Xavier.
"Bukan"
"Terus kenapa turun disini?"
"Rumahku ada di belakang rumah ini!"
"Sini aku anterin di depan rumah kamu saja!"
"Jangan! Nanti ayah dan ibuku marah, kamu mengerti sendiri kan!"
"Baiklah, tapi apa kau akan baik-baik saja" ujar Xavier.
"Iya pasti, aku pintar jaga diri kok" Nadia tersenyum. "Bye... sampai jumpa besok ya, makasih!" Nadia menepuk punggung Xavier yang masih berada di atas kendaraan, ia tersenyum dan langsung pergi kerumhnya.
"Sampai jumpa besok!" teriak Xavier. Dari kejauhan Nadia membalasnya dengan senyuman.
Xavier seperti merasakan sebuah kehangatan di dalam batinnya hari ini. Ia menyalakan dan melajukan kendaraan nya untuk menuju ke rumahnya yang berjarak jauh dengan rumah Nadia.
Dalam perjalanan ia terus merasakan hal yang tidak biasa, 'apakah ia jatuh cinta pada perkenalan dan pandangan pertama?, ah rasanya tak mungkin' pikirnya.
***
"Dari mana saja?" tanya ayah Xavier saat ia hendak masuk kedalam rumah dan baru membuka pintu, ia melihat ayahnya sedang membaca koran dan minum kopi di ruang tamu.
"Rumah teman" jawab Xavier singkat.
"Lain kali jangan pulang sampai larut malam begini"
"Ini baru pukul 08.45, aku tau juga jalan untuk pulang, aku bukan lagi anak-anak!" ujar Xavier dengan nada sedikit naik dan langsung menuju ke kamarnya untuk mengganti pakaian tanpa menghiraukan perkataan ayahnya.
Xavier meninggalkan ayah nya dan tidak menyambung percakapan. Ia beranjak ke kamarnya, setelah mengganti pakaian ia membuka jendela kamarnya, Xavier mengambil buku catatan yang biasa ia pakai menulis. Ia duduk dan menatap keluar jendela sembari menulis sesuatu, seperti sebuah quotes.
"Langit malam tak selamanya gelap, ia akan terang dan indah apabila ada bulan dan bintang. Sama hal nya seperti hati, hati akan menjadi terang dan tenang apabila ada cahaya kasih sayang bersamanya." -Mohammad Xavier Andiyunus.
Begitulah quotes yang ia buat, ia sangat pandai merangkai kata-kata dan kalimat menjadi sebuah ungkapan perasaan.
Tuuk... tuuk.. tuuk..
Terdengar suara ketukan dari pintu kamar Xavier. Ia sedikit kaget.
"Masuk..!" perintahnya.
Seseorang membuka pintu kamar Xavier.
"Ibu?" Xavier melihat ibunya masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa bu?" tanya Xavier. Ia menutup jendela dan buku catatan nya.
"Ibu minta maaf nak" ucap ibunya terlihat sedih. Ibu Xavier duduk di atas kasur tidur. Xavier mendekatinya dan duduk di sampingnya.
"Maaf kenapa bu?" tanya Xavier dan kini ia berada duduk di samping ibunya.
"Ibu minta maaf nak, sejak kamu kecil kamu kurang kasih sayang dari ibu. Ibu terlalu sibuk sampai ibu lupa kebahagiaan kamu" ujar Ibu Xavier terlihat sedih.
"Kenapa baru sekarang ibu minta maaf?" Xavier memandang ibunya.
"Sebenarnya ibu ingin sekali memohon maaf padamu, tapi kesibukan ibu yang menghalang" ibu Xavier meneteskan air mata.
"Kalau memang ibu dan ayah sayang padaku, seharusnya kesibukan itu bukanlah hal penghalang!" ujar Xavier dengan raut wajah yang serius. Ibu Xavier tidak menjawab ia meneteskan air matanya.
"Sudahlah bu, aku juga mengerti aku sudah dewasa, aku tau kesibukan kalian" ujar Xavier dan ibunya terus meneteskan air mata merasa bersalah.
"Apakah kau mau melanjutkan S2 mu di Singapura seperti yang ayahmu katakan?" tanya ibu Xavier dengan air mata yang masih berlinang.
"Sebenarnya aku tidak mau, tapi.."
"Tapi apa nak?"
"Tapi aku mengerti dengan keadaan keluarga kita. Kalau ibu dan ayah tidak bisa membuatku bahagia, biarkan lah aku yang membahagiakan ayah dan ibu dengan menuruti perintah ayah melanjutkan S2 di Singapura," Xavier menatap dan menghapus air mata ibunya dengan jari-jarinya. Sementara ibunya terus menangis terharu.
"Sudah bu.. biarkan saja" Xavier memeluk ibunya. Ibu Xavier menangis di pelukan anak nya.
"Maafkan ibu nak.." ujar Ibu Xavier di dalam pelukan hangat itu.
"Iya bu.. aku bukan anak pendendam, tapi aku tidak suka di bentak"
Ibu Xavier tak henti-hentinya menangis, ia telah lama ingin memohon maaf kepada anaknya karena kesibukan yang mengakibatkan Xavier tidak mendapat kasih sayang seperti teman-temannya. Tetapi Xavier telah dewasa ia bukan anak-anak lagi yang harus menjadi broken home, ia hanya ingin membahagiakan orang tuanya walaupun orang tuanya kurang memberikan ia kebahagiaan.
"Ibu ke dapur dulu nak.." ibu Xavier menghapus air matanya dan beranjak keluar dari kamar Xavier.
"Aku sayang ibu" ujar Xavier saat ibunya hendak keluar. Ibunya membalasnya dengan senyuman kasih sayang tanpa disadari setetes air mata terjatuh akibat mendengar kata 'sayang' dari Xavier. Ibunya keluar dan menutup kembali pintu kamar.
Xavier berbaring di kasur empuknya sembari meraskan hari ini dengan kehangatan perasaan namun ia masih berpikir panjang tentang perintah ayah nya yang menyuruhnya untuk melanjutkan kuliah di Singapura, negeri yang penuh dengan gedung pencakar langit.
Matanya terpejam dan akhirnya ia tertidur pulas. Zzz
Malam yang sangat dingin. Setelah menikmati sore, Xavier kembali pulang kerumahnya. Ia merasa lebih tenang dari sebelumnya."Xavier..." seseorang memanggil namanya. Saat Xavier membuka pintu untuk masuk kerumah, ia terkejut melihat ayah dan ibunya yang duduk bersama di ruang tamu. Dan memanggilnya."Ada apa?" batin Xavier. Xavier berjalan mendekati ayah dan ibunya, kemudian duduk bersama mereka di sofa ruang tamu."Ada apa?" tanya Xavier setelah ia duduk."Kamu sibuk?" tanya ayahnya."Tidak" jawab Xavier seadanya."Rini, buatkan minuman!" perintah ayah Xavier. Rini dan Andi adalah nama orang tua Xavier. Ibu Xavier mengangguk setuju, kemudian berjalan ke arah dapur. Sedangkan Xavier masih terlihat heran, ada hal apa ayah dan ibunya memanggilnya dan duduk bersama di ruang tamu.
"Gimana? Film nya bagus kan?" tanya Fidyah pada Kevin, saat mereka selesai menonton film."Bagus sih, tapi konfilknya terlalu banyak!" jawab Kevin."Justru bagus, konflik di film itu penambah bumbu menarik!" ujar Fidyah semangat."Betul juga sih" Kevin tersenyum. Kevin dan Fidyah berjalan keluar studio film dan bioskop yang ada di mall tersebut, mereka kini berjalan ke play ground."Main yuk!" ajak Kevin."Ayo!" Fidyah menangguk setuju. "Kita mau main apa?" tanya Fidyah melihat sekelilingnya, banyak sekali orang-orang yang sedang sibuk dengan permainan."Itu!" Kevin menunujuk salah satu permainan yang tidak asing."Pencabit boneka itu?" Fidyah mengangkat alisnya sebelah."Iya, ayo!" Kevin menarik tangan Fidyah. "Gimana sih cara mainnya?" Kevin melihat seluruh bacaan petunjuk di permainan tersebut.
Setelah mata kuliah selesai, Xavier ingin bertemu dengan Fidyah di bangku taman kampus. Xavier telah menghubungi Fidyah waktu ia berjalan keluar kelas. Saat ini ia sedang mencari es krim kesukaan Fidyah, Xavier membeli es krim tersebut di sebuah toko yang jaraknya dari kampus cukup jauh. Bahkan Xavier berjalan kaki untuk pergi membeli es krim tersebut.Saat ia telah sampai ke toko, langsung saja Xavier membeli es krim choclate caramel chese. Ia membeli dua buah es krim, untuknya dan Fidyah. Begitu es krim sudah ada ditangannya, ia berlari kecil dan mempercepat langkahnya kembali ke kampus untuk menemui Fidyah yang mungkin sudah bosan menunggunya."Semoga aja, Fidyah masih ada disana!" batin Xavier.Xavier semakin mempercepat langkahnya saat ia benar-benar telah berada di kampus dan menuju ke belakang taman kampus. Xavier telah berada di taman
"Hai Fid!" panggil Xavier dari belakang Fidyah yang sedang berjalan menelusuri koridor kampus."Eh Xavier... hufft... ngagetin aja!" Fidyah menghela nafas sedikit terkejut."Heheh maaf-maaf!" Xavier terkekeh pelan.Xavier dan Nadia berjalan di koridor kampus."Ada apa Vier?" tanya Fidyah saat mereka berjalan bersama."Gak ada apa-apa" jawab Xavier."Ooh.." Fidyah mengangguk pelan."Tadi pagi kamu gak ada di depan gerbang, ama siapa ke kampus?" tanya Xavier."Pagi tadi, aku ke kampus ama temen" jawab Fidyah."Temen? Disa?""Bukan!""Siapa?" tanya Xavier lagi."Dia senior, namanya Kevin. Pagi tadi dia jemput""Berarti kamu pergi ke kampus barengan ama dia?""Iya.. sebenernya aku udah bilang, kalo pagi ini kamu mau jemput, tapi dia bilang unt
Fidyah bersiap berangkat ke kampus hari ini, seperti biasa ia akan menumpang dengan sahabatnya Xavier. Setelah memakai pakian dan sarapan, Fidyah keluar rumah menunggu Xavier untuk menjemputnya."Aku pergi dulu bu!" Fidyah berpamitan kepada ibunya dan berjalan keluar rumah."Iya hati-hati nak..." ujar Ibu Fidyah yang sementara menyetrika pakaian. Fidyah telah berada di luar rumah, ia berdiri di depan gerbang rumahnya menunggu Xavier. Tiba-tiba sebuah mobil audi hitam berhenti di hadapannya. Fidyah terlihat heran, dan kaca mobil tersebut diturunkan, terlihat seorang lelaki yang Fidyah kenal."Masuk!" perintah lelaki tersebut dari dalam mobil sambil memegang stir."Kevin?" Fidyah melototkan matanya terkejut."Iya... ayo masuk!" ujar Kevin."Gue lagi nunggu
Xavier lagi-lagi mengajak Nadia ke suatu tempat, Nadia hanya mengikutinya dari belakang. Xavier mendongak ke langit, matahari sedikit demi sedikit mulai menampakan cahaya kemerahannya, Xavier mempercepat langkahnya. Xavier terus menggenggam dan menarik tangan Nadia, jarak tempat yang dituju Xavier dari lapangan sepak bola tadi tidaklah jauh. Hitungan beberapa menit akhirnya mereka sampai di suatu tempat yang sangat indah. Tempat yang pernah mereka berdua kunjungi sebelumnya."Ini kan.." Nadia terkejut."Gimana? Rindu tempat ini?" Xavier berhenti melangkah dan melepas tangan Nadia dari genggaman nya."Rindu banget" Nadia tersenyum. Xavier dan Nadia tepat berada di Pantai yang pernah mereka kunjungi sebelumnya, Xavier dan Nadia duduk di bawah pohon rindang sambil menunggu langit membakar dirinya."Xavier..." ujar Nadia."Mmm" gumam Xavier.