Sinar mentari yang mulai menyusup dari ventilasi udara membuat seseorang yang tinggal ruangan tersebut berbalik dan terjatuh dari tempat tidurnya yang keras. Matanya yang terasa berat, mau tidak mau harus terbuka melihat sekitar yang terasa asing.
"Ini dimana?!"
Sepasang mata itu segera kembali fokus melihat sekitar, ruangan sempit yang jelas bukan tempat tidurnya, sebuah tempat tidur sederhana yang terbuat dari kayu tak berkaki dan digantung rapat ke dinding tepat di belakangnya. Pantatnya yang terasa nyeri karena terjatuh dari alas keras itu mendarat di lantai beraspal dengan beberapa lubang serta lumut.
Dia tahu Red House punya penampungan tahanan sementara sebelum kembali dieksekusi lebih jauh oleh ayahnya. Jelas dia tahu kalau dia berada di bawah tanah. Leyna hanya tak habis pikir, kenapa putri pemimpin dijebloskan ke dalam pernjara?
Semalam tidak ada peristiwa mengerikan yang hinggap di benaknya, tidak ingat kapan dia masuk ke dalam penjara. "Sebenarnya, apa yang terjadi?" pekik Leyna yang masih terduduk di lantai.
"Diam! Kepala penjara bisa memindahkan ke sel yang lebih parah, Tuan."
Ucapan seorang pengawal bangunan yang berdiri di belakang sel membuat Leyna membulatkan matanya, begitu juga dengan bibirnya yang terbuka lebar tanpa suara. Siapa yang berani menjebloskannya ke dalam penjara? Dan sekarang akan memindahkannya ke sel tahanan yang lebih parah? batin Leyna yang memencak kesal.
Tanpa sadar, dia menelusupkan tangannya ke belakang, menggaruk punggungnya yang terasa gatal. Namun, kemudian merasa kejanggalan. Tidak biasanya dia sebebas ini? Dengan ragu, dia mengeluarkan tangannya dari belakang.
Kepalanya melihat ke depan dengan horor. Lalu, menunduk dengan tak percaya.
"Aaa! Apa yang terjadi denganku?!"
_The Stranger’s Lust_
07.45 a.m
Burk's Falls, Ontario
"Ini kenapa jadi begini?" ucap seorang gadis yang mondar-mandir di depan kaca diri. Lalu, refleks menutup mulutnya, merasa aneh ketika suara lembut khas wanita keluar dari bibirnya sendiri. Tapi setelah itu memukul labium merah muda itu pelan.
Merutuki kebodohan sendiri.
Segala bagian tubuh ini bukan punya dia. Berhenti di depan kaca dan memutar badan ke kiri dan kanan, sesekali putar penuh. Rambut brunette ashy tanpa poni karena panjang menyampai bahu tergurai jelas lah bukan punya dia, wajah mungil dengan iris mata abu-abu yang menenangkan terasa asing saat berkaca. Belum lagi saat dia melihat ke bawahnya.
Oh! Jangan dilihat, Dion! Tutup mata, batin gadis tersebut yang gusar saat tanpa sengaja menatap bahu ke bawah dengan lekat. Dia tidak pernah berniat untuk memiliki pinggang ramping dengan perut datar mulus yang ditutup dengan piyama satin berwarna biru laut terang.
Celana piyama yang kebesaran dan menutupi separuh punggung kaki, dalam pakaian seperti ini, dia merasa kecil dan perlu perlindungan. Suara ketukan pintu tiga kali terdengar sebelum knop pintu diputar.
“Nona Muda Olivia, Anda ditunggu Tuan Grissham untuk sarapan.” kata seorang pelayan yang berdiri di depan ambang pintu yang terbuka setengah.
Gadis itu masih memaku di depan kaca panjang vertikal. Tidak ada yang mengetahui kalau jiwa yang menghinggap di dalam tubuh wanita muda adalah seorang lelaki, setidaknya dia bisa selamat kalau pintar-pintar bertingkah.
Dia perlu bersikap setenang mungkin, pemilik tubuh ini adalah Olivia sesuai perkataan sang pelayan. Ini berarti nama lengkap sang pemilik adalah Leyna Olivia, anak kedua Chayton Grissham. Dion yang masih berpikir dalam diam memikirkan segala kemungkinan.
Dia tidak tahu apa jadwal sang pemilik tubuh ini. Dion Addison perlu untuk menemukan tubuh aslinya yang mungkin tergeletak tak berdaya di sana.
“Nona Muda Olivia,” panggil sang pelayan wanita muda sepantaran usianya.
Dion meringis, sebenarnya dia tidak ingin mengeluarkan suara yang masih menggelitiknya, tetapi kalau tidak dijawab, tujuannya tidak akan pernah dicapai. “Baik. Saya akan ke sana.” Ucapnya sesingkat mungkin.
Sang pelayan wanita membungkuk hormat lalu menutup pintu setelah dia keluar dari ruangan pribadi Leyna. Dion berbalik lalu meringis, mau tidak mau dia harus menjalani hari yang tidak tahu akan seperti apa hasilnya.
Tentu saja yang pertama dia akan membersihkan diri. Bagaimana caranya? Tidak pernah sekalipun, dia memandikan tubuh kaum Hawa dan tidak pernah pacaran. Sungguh, ini memusingkan kepala yang harusnya memikirkan cara mengajar pelajaran perkalian kepada siswa yang mungkin sedang dalam perjalanan ke sekolah.
Matanya menangkap sebuah botol tinggi dan lurus, meraih dan membacanya sekilas. Lalu, senyum puas kemenangan terulas di bibirnya. Setidaknya, dia mendapatkan cara untuk tetap tercium wangi seharian, ternyata menjadi anak perempuan ada untungnya juga.
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
"Good morning." sapa Dion yang berjalan kaku menuruni tangga, area lutut ke bawah terasa dingin dan itu membuatnya risih karena sabrina berbentuk floral yang ketat dan menunjukkan lekuk tobuh molek tersebut. Banyak umpatan yang mengarah pada pemilik sejati raga ini, tetapi dia juga merasa bersyukur. Jam telah menunjuk setengah tujuh saat itu, dia masih berkeliling kamar luas yang membuatnya bingung. Tangannya menyortir dinding yang mungkin saja mengarah pada lemari pakaian Leyna, setelah berkeliling sepuluh menit dia mendapatkannya, mendorong pelan bagian dinding yang berbeda dengan kawanannya. Ini lebih mirip butik daripada lemari pakaian, batin jiwa pria tersebut yang menggeleng tak percaya, kabinet yang mengelilingi ruangan tersembunyi tersebut dengan sebuah kursi panjang di tengah dan dua kaca panjang meninggi untuk membantu melihat penampilan anak kedua Grissham. Tungkai kakinya mengelilingi satu ruangan dan berhenti di kabinet s
Sesuai dengan kesepakatan -begitu Dion anggap- dengan Chayton saat sarapan setengah jam yang lalu. Sekarang dia tengah bersiap untuk menuju café tersebut. Setahunya café bergaya klasik itu dibuka lima menit lagi. Karena penduduk di sini yang tidak lebih dari seribu orang, usaha bisa dibuka lebih lambat dari jam biasanya. Kembali lagi dia di kamar pribadi Leyna dengan tubuh yang sama. Sebenarnya, jauh di lubuk hati, dia sudah lelah dengan ini. Inginnya untuk kembali ke raga aslinya. Lebih rela disidang oleh siapapun daripada terperangkap dalam tubuh langsing nan molek seorang gadis. Tangannya meraih sebuah tabung kecil warna pink sakura. “Ini apa?” tanya Dion kepada semilir angin yang menggesek dedaunan pohon di luar kamar. Membuka tutup tabung tersebut dan mengernyit dahi saat melihat kalau itu ternyata ada sebuah lip tint. Seorang guru berusia sepertinya sering kali membawa benda seperti ini dan mengoles ke bibirnya. Setidaknya dia tahu fungsi dicip
“Hey! Hey! Hati-hati bawanya!” “Kami tidak akan seperti ini jika Anda bekerja sama, Tuan.” ucap pria bertubuh kekar yang menahan lengan Leyna sembari menaiki tangga. Leyna menepis pemikirannya tersebut, ini bukan lengannya, tubuh ini juga bukan miliknya. Bagaimana bisa pinggang rampingnya lenyap tergantikan dengan pinggang yang lebih lebar dan punya perut yang samar punya garis. Swear God! Dia tidak melihat, hanya menyentuh tanpa sadar untuk memastikan. Leyna tidak menyangka kalau seluruh bagian tubuhnya berganti dan sekarang dia dibawa ke ruang rapat. Sungguh, dia tidak punya tenaga lagi untuk melawan dan pasrah didudukkan ke kursi. Bukan itu pusatnya, matanya melotot melihat tubuhnya berdiri di samping jendela yang terbuka setengah menikmati sinar mentari pagi. Tubuhnya, tubuh yang sebenarnya. Ada di sana. “Bisa tinggalkan kami berdua?” ucap suara halus miliknya. Benar miliknya tapi keluar dari raga yang tengah berjalan menghampirin
[Leyna POV] Aku menatap tubuhku yang masih duduk di depan meja bundar, lalu kembali melihat pemandangan pepohonan yang dibarengi dengan tempat tinggal burung di ranting pepohonan. “Jadi, kau juga tidak tahu penyebabnya?” Kulihat Stranger Soul -panggilan dariku- menggeleng. Aku kangen mengikat rambut, biasanya aku tidak akan menggerai rambutku seperti itu. Aku juga tidak bisa mengikat rambut yang pendek ini. "Dan, bisa dibilang kita sekarang bertukar raga?" Stranger itu kembali mengangguk, tanpa melihat diriku sama sekali. Aku yakin sekali kalau dua penjaga itu masih berdiri di depan pintu ruangan menunggu sesi kami selesai, aku tidak tahu akan kapan selesainya. "Berapa lama?" tanyaku lagi. Stranger yang mengaku bernama Dion Addison itu menggeleng tidak menahu dengan bahunya yang terangkat. "Kau lebih mirip wartawan daripada anak pemimpin. Daritadi, bertanya.," kata
Dion menyeruput teh melati yang disuguhkan lima menit yang lalu oleh Leyna, entah apa yang membuat Chayton Grissham meletakkan banyak kantung teh melati, bubuk kopi serta setoples gula putih di ruangan tersebut. Begitu juga dengan Leyna yang menjatuhkan pilihan pada air putih. Karena, dia merasa bibirnya kering. "Seperti yang tadi aku katakan, aku seorang guru matematika sekola dasar sekaligus wali kelas enam. Burk's Falls Primary School, di situ tempat aku bekerja," kata Dion yang memulai pembicaraan terhenti sepuluh menit bagi Leyna menyeduh teh di pojok. Leyna mengangguk mengenal lokasi sekolah tersebut. "Seharusnya, hari ini aku punya tiga shift mengajar dan memeriksa tugas mereka. Tapi, sepertinya kepala sekolah tidak akan cepat mencabut tuntutan." "Aku dikenal dengan pria berstandar tinggi. Alasannya karena aku tidak pernah dekat dengan wanita manapun dan tidak terlihat pernah mengencani seumur hidup. Aku tahu itu karena sengaja memancing guru
Dion berjalan ragu dengan sandal rumahan yang telah bersamanya lima jam hari ini. Setelah berlatih selama tiga jam penuh dengan si pemilik tubuh asli yang sekarang sedang dia gunakan untuk tetap dinyatakan hidup, dia kelaparan. Sudah hampir menyentuh angka empat dan satu gedung terasa tak berpenghuni. Lima menit yang lalu, Leyna telah dibawa pergi kembali ke tahanan bersama dua penjaga yang juga ikut berdiri di depan pintu ruang rapat selama mereka di dalam. Tentu saja, Dion mengatakan untuk memindahkan Leyna ke sel nomor satu sesuai permintaannya. Dion baru tahu kalau fasilitas tahanan memiliki hierarki, ada lima belas sel tahanan di bawah tanah Red House. Tapi, hanya ada tiga sel yang lebih baik dari yang lainnya. Menurut pengakuan Leyna, Chayton membuat tiga sel terlihat istimewa karena berdasarkan kasus yang ada. Kalau hanya berada di tingkat ringan, maka akan dimasukkan ke dalam tiga sel tersebut. Kalau berat, maka akan langsung dibawa ke pengadilan.
[Dion Addison POV] Aku terus melarikan pandangan dari anak gadis yang masih memakai pakaian yang sama sejak pagi. Tidak ingin ketahuan dengan tatapan menodong dari Quinza. Aku kembali melirik Quinza dengan ekor mata namun sedetik kemudian aku kembali kabur. "But, it's okay. Siapa tahu kalau Leyna masih menguasai pelajaranku." Quinza bicara dan kemudian kembali duduk ke tempatnya, berbeda denganku yang merasakan jantungku memompa seperti dikejar oleh penjaga tahanan. Aku menghela napas lalu kembali memakan sereal yang telah melemas karena berenang di atas cairan putih. "Leyna baru makan siang?" Aku berdengung dengan mulut yang berisi sereal. Setidaknya itu cukup menjadi jawaban kilas. "Telan dulu, baru ngomong. Bisa dimarahi Daddy kalau ketahuan. Mau kubuat roti panggang dengan sosis keju di atasnya?" tawarnya lagi. Aku menelan makanan lalu menimbang penawaran tersebut. Aku tidak begitu
“Lepas, aku mau makan.” Quinza berusaha memberi jarak pada kakak perempuannya dan mengambil gloves khusus memasak. Menarik turun pintu oven dan mengeluarkan roti panggangnya dari dalam, menatanya ke dua piring dengan cepat. Dion berasumsi kalau bisa jadi anak itu kelaparan. Quinza meletakkannya ke meja dengan Dion mengekor dari belakang lalu duduk di samping anak itu dan segera melahap roti panggang. “Tidak bersama Daddy dan Mommy?” tanya Dion mencairkan suasana. Yang ditanya menggeleng kepala dengan adonan tersebut menempel di bibir. Dia mengunyah makanan di dalam sebelum menelan yang terasa halus, “Daddy masih harus memonitor restoran. Kemarin yang kau lakukan itu belum menyelesaikan, Uncle masih datang. Cukup merepotkan.” Lalu kembali mengunyah roti panggang menjadi tersisa setengah. Yang lebih tua hanya mengangguk walaupun tidak mengerti apa yang dikatakan oleh putri bungsu, lalu ikut memakan suapan terakhir. Banyak yan