Dion langsung merebahkan badannya di atas kasur setelah mencapai kamarnya. Walaupun dia belum membersihkan diri, untuk sekarang dia lebih butuh istirahat daripada berada di kamar mandi mewah. Hanya untuk lima menit saja, dia terlalu lelah untuk berjalan setelah tungkai kakinya terus menerus terangkat hanya berdiri dengan pointe shoes dan area betisnya juga.
Kepalanya terus berputar seperti ada bintang berkelip di depan matanya. Dia tahu itu hanya sekedar ilusi semata dan kembali memejam mata untuk mengarungi samudra mimpi yang telah menunggu sejak lima menit yang lalu. Karena, demi apapun yang ada di semesta, dia tidak pernah selelah ini, dia sanggup mengoreksi puluhan buku dengan tulisan berantakan dan masih bisa berjalan kaki setelahnya.
Marahi jiwanya yang kurang suka bergerak.
“Leyna.”
Dia ingin mengerang kesal karena seseorang mengusik jam tidurnya, dengan mata yang sayu dia melihat Quinza berdiri di samping kasurnya dengan berkacak pinggang.
“Kalau mau tidur, mandi dulu, Leyna. Daddy bisa marah jika melihat kau seperti ini.” Si bungsu semakin berdecak kesal. Dia tidak bisa membiarkan ayahnya masuk dan memergoki kakaknya dalam kondisi semengenaskan ini. Dia tahu kalau sang kakak malas, bisa-bisa anak kedua itu dikirim untuk belajar ilmu kedokteran seperti si sulung.
Quinza bergedik memikirkan kondisi tersebut. Dia menggoyangkan lengan atas sang kakak, “Mandi dulu, Leyna. Daddy akan segera ke sini, aku dengar dia akan membahas sesuatu denganmu. Lebih baik, kau segera merapikan diri sebelum Daddy mengirimmu belajar kedokteran.”
Dion sontak melebarkan matanya dan segera bangkit, “Itu … darimana kau tahu?”
“Tidak sengaja terdengar,” kata Quinza dengan bahunya yang mengangkat acuh. Dia menepuk pundak kakaknya untuk menyalurkan energi, kondisinya mengenaskan seperti bisa melemah kapanpun.
“Leyna, perlukah aku meminta bantuan untuk membersihkan tubuhmu? Sebagai jaga-jaga kalau kau … kau bisa jadi tumbang di dalam kamar mandi.”
Dion menggeleng sebagai jawaban, lelahnya menguap ketika mendengar kalimat keluar dari bibir Quinza, “Aku bisa sendiri. Lebih baik sekarang kau belajar dengan baik, aku akan siap dengan cepat.”
Sang adik mengangguk dan keluar dari kamar pribadi Nona Muda tersebut, tentu saja tidak mungkin dia merealisasikan perkataannya sendiri. Itu hanya cara supaya seorang Leyna Olivia bisa terbangun dan bergegas mandi. Matanya melirik ke bawah, ada Chayton dengan istrinya baru pulang dengan sekretaris mengikuti mereka dari belakang.
Dia memang merasa aneh dengan sikap kakaknya itu, tidak pernah dia melihat kakak perempuannya selelah itu sampai ingin untuk segera tidur tanpa membersihkan tubuh. Kakaknya satu itu walaupun sedikit ceroboh dan asal bicara sesuai dengan pikirannya, dia cukup mementingka kebersihan tubuh. Selalu melakukan perawatan sebisanya. Bahkan tak jarang Quinza juga diajak.
_The Stranger’s Lust_
Dion memakai piyama yang berbentuk seperti kemeja dengan kerah dan kancing, setidaknya setelah menelisik lebih dalam dia mendapatkan setelan yang bercelana walaupun hanya sebuah pakaian tidur. Tetapi lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Di tangannya telah ada sebuah buku yang ditemui di tas sling bag warna peach ditata di dalam walk in closet dan pena di tangan satunya. Dia tidak bisa menemui Leyna hari ini untuk berbicara lebih panjang, sudah hampir jam tujuh, dia akan segera tidur setelah urusan mendadak hari ini selesai. Mengambil posisi duduk di depan meja rias karena tidak ada tempat lain baginya untuk menulis.
Memantaskan tekadnya, dia menuliskan banyak hal yang terjadi hari ini.
05 Februari 2030
Burk’s Falls, Ontario
Leyna Olivia, kalau kau membaca ini berarti hanya ada dua kemungkinan yang terjadi, kau telah kembali ke ragamu atau aku memilih memberikannya padamu. Tapi, bukan itu yang terjadi sekarang ini, aku takut akan melupakan semuanya atau paling parahnya kita kembali ke tubuh masing-masing, akan sukar untuk bertemu.
Sesuai dengan ceritamu, aku membantu di butik Nyonya Aubrey pagi ini, bajunya bagus tetapi aku tidak punya selera tinggi. Beruntung Beliau tidak banyak bertanya dan menaruh curiga setidaknya untuk sekarang. Butik selama aku berada di sana tidak terlalu ramai tidak sepi juga. Nyonya Aubrey sangat pinta berbisnis. Kurasa kau bisa menuruni kemampuannya.
Siangnya aku ke studio sesuai hari, semuanya masih sama. Nona Dorine menyapa dengan hangat, tampaknya kau memang dekat dengannya. Patricia temanmu itu akan segera menikah walaupun aku tidak tahu dengan siapa namanya, dia melamarnya kemarin malam dan undangan akan datang sebentar lagi tidak sampai setahun. Aku sudah mewakilkanmu mengucap selamat untuknya. Dia tipikal teman yang cukup baik untukmu.
Miss Jessica juga mau-mau saja untuk direkam hari ini. Aku tidak mengerti alasannya tetapi katanya karena dia sudah memutuskan kalau kau akan membawa lagu dari tahun 1890-an maka dia membiarkanku merekam sebagai bahan referensimu di rumah.
Apa kau pernah mendengar lagu The Sleeping Beauty?
Aku mencarinya sekilas, sebisa yang kudapat dari ponselmu, itu adalah lagu klasik di tahun 1890 itu juga. Bahasa orisinal adalah Bahasa Rusia. Komposernya adalah Pyotr Ilyich Tchaikovsky. Aku tidak bisa mencari lebih jauh lagi karena aku terlalu lelah, tiga jam betis ini terus menopang. Terlalu banyak aturan dalam sekali jalan untuk membuat satu postur yang sempurna.
Tapi, semuanya sebanding dengan hasil yang dikeluarkan walaupun seluruh kakiku terasa pegal berdiri di atas pointe shoes. Kau hebat bisa melakukannya selama ini.
Lalu, kata Quinza, Tuan Chayton akan mendiskusikan sesuatu. Aku akan memberitahumu lagi. Hanya sampai sini karena sudah memasuki jam makan malam.
Sincerely,
Dion Addison
Dion tersenyum melihat tulisan tangannya, menutupnya dan meletakkannya kembali di posisi semula. Lalu turun untuk makan malam sekaligus menuntaskan tugas akhir hari ini dan segera mengarungi alam mimpi.
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
[Dion Addison] Aku memilih melamun subuh ini di balkon kamarku sendiri. Tidak, maksudnya kamar Leyna Olivia. Kamar wanita muda itu mengarah ke belakang gedung ini berada di tingkat tiga seperti yang dikatakan sebelumnya. Dia menghirup napas sebanyak mungkin dan menghembuskannya pelan sebanyak lima kali dan melihat berbagai macam pohon menjulang di depannya. “Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanyaku dan menyangga tangan di balkon. “Your uncle came again this morning.” Perkataan Tuan Chayton membuatku pusing karena tidak mengerti kemana arah topik ini berjalan. Tetapi, satu sisi Leyna sudah menceritakan semuanya membuatku merasa lebih baik. Aku melirik ponsel yang menunjuk gambar seorang pria yang dipanggil paman oleh keturunan Tuan Chayton. Tanpa sadar aku mengacak surai rambut yang tergerai karena terlalu pusing mengingatnya. “Dia ingin bertemu denganmu, Leyna. Katanya dia ingin mengatakan sesuatu pa
"Good Morning, Uncle." sapa Dion yang memberikan senyum tipis pada seorang pria yang duduk di depan meja kerja pemilik restoran. Jujur saja, dia gugup setengah mati melihat raut wajah yang berhadapan dengannya sangat datar dan tidak bersahabat. Bahkan, Dion berani bersaksi kalau tatapan mata Lancelot bisa membunuh nyawanya jika terus-menerus melihat dengan ekspresi seperti itu. Lancelot masih menatapnya dengan tatapan yang sama sejak kehadiran Dion yang datang dengan setelan yang lebih formal dari biasanya. Sebuah kemeja putih dengan blazer pink pastel yang senada dengan rok span di bawah lututnya, dipadu high heels tiga sentimeter beradu dengan lantai adalah pakaiannya untuk seharian ini. Dion perlu menghabiskan waktu malamnya untuk berjalan di atas tumpuan sepatu tersebut berjam-jam setelah di atas jam sepuluh dengan lampu yang meredup. Usaha tidak akan mengkhianati hasil ternyata bergerak di dalam kehidupan aneh pemuda Addison itu. "Leyna
[Leyna Olivia POV] Aku menikmati sepiring roti isi sebagai hidangan makan malam. Kudengar itu atas perintah Nona Muda Olivia dari para penjaga. Tentu saja itu berarti adalah perintah Dion yang mungkin sedang mengistirahatkan dirinya tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu. Satu-satunya yang mengganjal adalah hubunganku dengan Uncle Lancelot. Entah apa yang terjadi tadi pagi dengan pria yang menjadi favoritku kalau berhubungan tentang hunting food. Semoga saja semuanya berjalan dengan lancar. Dion juga bukan tipikal pria yang ceroboh atau tidak bisa berpikir dengan cepat dan matang. Apapun yang terjadi juga dia harus bisa menjalaninya dengan baik. Lagipula, kalaupun dia salah melangkah. Masih ada alasan yang bermutu untuk menopang langkah tersebut untuk tidak terendus oleh siapapun. “Aku bosan,” kataku sambil duduk di papan kayu yang menjadi tempat tidurku selama ini. Aku diinterogasi oleh Kepala Divisi Hukum tadi pagi dan berjalan d
[Dion Addison POV] Aku mengencangkan ikatan tali sepatu di sekitar pergelangan kakiku. Masih ada lima jam sebelum latihan di studio dimulai. Dengan skirt di tanganku, kubawa ke ruang rapat yang sebenarnya cukup luas dijadikan studio tari. Kemarin Hakim Johnson mengatakan hasil sesi wawancaranya dengan Leyna. Aku mengiyakan dan meminta hari esok aku yang akan mengintrogasinya. Di sinilah sekarang, di jam sembilan pagi. Leyna dibawa ke dalam ruang rapat. Aku membiarkan para pengawal tahanan berdiri di luar ruangan rapat, menyisakan aku dan Leyna yang berseberangan. "Hakim Johnson sudah mengatakan semuanya padamu?" tanyanya memulai sesi percakapan. Aku tahu dia mulai menerima kehadiranku di sekitarnya karena kondisi aneh ini. Aku mengangguk, mataku bertabrakan dengan matanya dengan seulas senyuman di wajah, "Thank you for telling the truth." "That's what I've to do," katanya dengan tenang.
10.45 a.m Burk’s Falls, Ontario Dion menekan bel rumah yang disediakan di samping pagar. Di tangannya terdapat banyak kantung penuh dengan hadiah untuk anak kecil yang sedang berlari dari arah pintu untuk membuka akses kepadanya. “Leynaaa,” kata anak laki-laki yang memakai jumpsuit warna coklat dengan dalaman kaus putih polos. Rambutnya yang sedikit memanjang menutupi dahinya. Sandal yang dikenakan bersentuhan dengan tanah. Dengan cepat, dia membuka pagar dan memeluk gadis tersebut. “Hey, Bryant sedang apa?” tanya Dion yang menggendong anak tersebut dengan sebelah tangan, sebelahnya dia masih menenteng bingkisannya. Laki-laki itu memeluk lehernya dengan kuat dengan senyum yang masih terpasang di wajahnya. “Sedang menggambar. Ada tugas menggambar dari guru di sekolah. Bryant menggambar sungai, ada Leyna, Marcell, Papa, Mama, dan Bryant juga,” jawab anak sulung tersebut dengan antusias. Dion
Dion mengikuti jejak Chayton yang berdiri di samping Hakim Johnson, dia duduk di barisan kiri pria yang sementara ini menjadi ayahnya sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi, dia masih mengharapkan sebuah keajaiban datang. Di ruangan cukup luas menampung lima belas orang, Chayton duduk di singgasananya. Ya, hari ini adalah hari penyidangan. Sebenarnya Dion lebih suka bilang ini adalah tahap mediasi. Karena, tidak mungkin Leyna yang berada di raganya itu bisa dibawa ke sana, semuanya sudah sempurna. Dia berhasil mendapatkan bukti yang cukup akurat. Leyna masuk melalui pintu yang ada di samping ruangan, didudukan di bagian tengah berhadapan dengan hakim. "Sidang sudah boleh dimulai, Hakim," kata Dion ketika melihat Leyna sudah duduk di tempatnya. Dia sempat bertanya prosedurnya kepada Leyna kemarin malam dengan alibi urusan mendadak. Hakim Johnson yang mengambil posisi tempat di sebelah Chayton bersiap memulai sidang. "Sidang k
Leyna langsung ke luar dari gedung termegah di Burk's Falls, dia harus pulang ke rumah Dion untuk menjaga wanita tua yang mungkin sedang cemas dengan kondisi cucu kesayangannya itu. Dia melewati jalan yang bisa dilalui oleh sebuah mobil beroda empat. Leyna hanya berusaha untuk tidak menyapa sekitar kecuali tetangga rumahnya, sedikit aneh tetapi dia akan berusaha menyamai tingkah pemilik asli tubuh ini. “Hey, Dion. How are things going?” Leyna memberikan senyum ramah yang bisa dia buat, “Hello, Luke. Doing good these days. And you?” “Should bring kiddos to beach. This time they really want it,” kata tetangga yang sedang meletakkan sebuah tas besar di dalam bagasi mobil. “Have fun, Luke.” “Sure. You too.” Leyna membuka pagar rumah. Tanpa berpikir panjang, dia membuka pintu rumah dan matanya melihat seorang wanita sedang duduk melihatnya dengan tatapan berbinar senang. Tangannya beringsut menut
[Leyna Olivia POV] “Granny, aku berangkat duluan, ya,” kataku sembari mengecup pipi kanan Granny tanpa berpikir panjang dan segera keluar dari rumah setelah memastikan rumah bisa ditinggal untuk beberapa jam ke depan. Aku bertanya kepada Dion semalam lebih rinci tentang kegiatannya di sekolah lewat messages. Leyna Olivia [Aku biasanya jam tujuh sudah berada di jalan ke sekolah. Kalau yang membingungkanmu adalah jadwal mengajarku, seingatku aku menyimpan tabel di laci meja kerja. Kau bisa membawanya kemana saja] [Tidak perlu banyak bicara. Kalau ada yang bertanya, jawab saja menurutmu mana yang bagus apalagi tentang kejadian aku ditahan. Pasti besok banyak guru yang akan bertanya. Aku tidak begitu dekat dengan mereka] [Biasanya saat makan siang, aku menyempatkan diri kembali ke rumah untuk menyiapkan makan siang Granny. Tetapi, kalau kau belum terbias