Share

25. Is He Ok?

Penulis: Sky
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-16 22:57:23

[Leyna Olivia POV]

“Granny, aku berangkat duluan, ya,” kataku sembari mengecup pipi kanan Granny tanpa berpikir panjang dan segera keluar dari rumah setelah memastikan rumah bisa ditinggal untuk beberapa jam ke depan. Aku bertanya kepada Dion semalam lebih rinci tentang kegiatannya di sekolah lewat messages.

Leyna Olivia

[Aku biasanya jam tujuh sudah berada di jalan ke sekolah. Kalau yang membingungkanmu adalah jadwal mengajarku, seingatku aku menyimpan tabel di laci meja kerja. Kau bisa membawanya kemana saja]

[Tidak perlu banyak bicara. Kalau ada yang bertanya, jawab saja menurutmu mana yang bagus apalagi tentang kejadian aku ditahan. Pasti besok banyak guru yang akan bertanya. Aku tidak begitu dekat dengan mereka]

[Biasanya saat makan siang, aku menyempatkan diri kembali ke rumah untuk menyiapkan makan siang Granny. Tetapi, kalau kau belum terbiasa. Tidak apa-apa, cukup titip pesan kepada Luke ataupun istrinya untuk membantu menyiapkan makan siang Granny yang tinggal dipanaskan]

Aku masih mengingat jelas pesannya itu. Tentu saja, aku menyimpan dengan namaku sendiri begitu juga dengan ponsel yang dengan Dion. Untuk berjaga-jaga kalau ada yang mengambil ponsel atau tidak sengaja melihat room chat.

Aku menghirup udara luar dan mengambil kendaraan sederhana beroda dua untuk membawaku sampai ke gedung sekolah dengan selamat. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang mewah untuk dilihat walaupun sudah berkembang. Area sawah dengan rumah adalah pemandangan normal di sini, perbukitan dan perumahan sederhana yang dicat warna warni.

Beruntung aku bisa mengayuh sepeda, tidak sia-sia saat dulu kakak tertua mengajariku bermain sepeda. Aku berhenti di parkiran dan memarkirkan sepeda di jajaran sepeda lainnya. Mengambil tas kerja Dion dan duluan mengabsen diri dengan pengenal wajah.

“Good morning, Dion. All is good now?”

Aku segera mengintip melihat tanda pengenal orang yang menyapaku. Dia berdiri di samping dan muncul nama ‘Fiona Christy’. “Good morning, Fiona. All is good. How about you?” tanyaku sebagai basa-basi. Aku rasa Dion memang selalu menyapa balik orang-orang. Buktinya para guru di sini tidak akan menyapanya kalau Dion tidak pernah membalas, kan?

Satu lagi yang patut kusenangi, besok adalah Hari Sabtu dan berarti kalau tidak ada jam mengajar karena sekolah memang libur di setiap Sabtu untuk membawa anak-anak melakukan kegiatan sosial. Aku sedikit mendengar dari Daddy kalau mereka dibawa untuk membuat pentas kecil-kecilan, membagi makanan kepada orang yang membutuhkan, mengunjungi anak-anak di panti asuhan, membawa ke kebun binatang dan sebagainya.

"Pretty good," kata guru perempuan tersebut dengan senyum ramah di wajahnya. Lalu dia berpamitan untuk duluan memasuki halaman sekolah. Setelah memastikan aku siap menjalani hari yang tidak pernah kuduga, aku mengikuti langkah Fiona.

Sebuah lapangan seluas lapangan basket berada di tengah-tengah gedung yang mengelilingi. Aku tidak menemukan satu murid pun yang berlarian di sana. Gerbang sekolah akan dibuka lima belas menit lagi, pantas saja tidak ada anak kecil. Aku menaiki tangga satu lantai dan memasuki ruangan yang ternyata telah berpenghuni.

Dion mengirimiku pesan kalau aku akan satu ruangan dengan tiga guru lainnya semalam. Aku mengambil posisi di dekat jendela, meletakkan tas di dalam laci yang lebih besar untuk tidak menghalangi pekerjaan.

"Welcome back, Dion. Glad to hear the good news from you," ucap seorang wanita yang duduk disampingku. Belum aku menjawab, dia duluan membawaku ke dalam pelukan bahagia. Aku yang masih membulatkan mata karena masih terkejut tidak membalas pelukan tersebut.

"Kalau kau penasaran, pelaku sebenarnya tidak datang hari ini." sambungnya lagi. Aku sempat melihat tanda pengenalnya, namanya Jesslyn Marx. Aku dilepas namun bukan berarti aku bisa bebas. Kedua tanganku masih ditahan oleh Jesslyn.

"Of course. Dia akan menjalani pemeriksaan lanjut dan ditahan sampai kasus ditutup sempurna." timpal seorang guru laki-laki yang duduk di depanku. Sepertinya dia bernama Robert. Dion bilang dia lebih dekat dengan Robert dari seluruh guru yang bekerja di sini.

Aku tidak ambil pusing kalimat yang dikatakan pria itu. Karena, aku sudah tahu prosedurnya. Memang dia akan ditindaklanjuti, sepertinya Dion menjalani hari unik seperti ini dengan sempurna.

Menjadi orang lain ternyata tidak seburuk itu.

_The Stranger's Lust_

"Granny," kataku saat menjelang jam lima sore. Aku hanya bisa mampir ke minimarket untuk membeli persediaan sarapan besok. Kulihat Granny sedang duduk di kursi teras sesekali menyapa warga yang melewatinya.

"Welcome home, boy."

Aku mengambil posisi duduk di samping Granny, seperti yang Dion katakan. Sebisa mungkin menemani Granny Greisy kalau tidak ada kegiatan lainnya. Tanpa berniat untuk membersihkan diri atau mengurus rumah, aku duduk di sana.

"How was your day, Granny? Did you find something new?"

"I did. A little kid come to me and give me a cupcake to eat, he says it is less sugar." Granny bersuara dengan suara seraknya. Aku memandang langit yang mulai menjingga dengan sedikit ungu di sana. Sang mentari tepat berada di depan rumah.

"Aku bertanya namanya dan dia memberitahuku banyak hal. Namanya Bryant, anak itu belajar di sekolah tempatmu mengajar," ujar Granny yang segera kusetujui.

"Tetapi, aku tidak mengajar di kelasnya. Robert, rekan kerjaku yang mendapat jadwal di sana."

"Anaknya sangat lugu, mengingatkan Granny tentang masa kecilmu. Kamu itu asal dibawa ke sini oleh ke Papa Mamamu selalu diam dan duduk di pangkuan Mamamu, matamu ketika melihat Granny berbinar polos," kata Granny tanpa melihatku sama sekali. Aku menatapnya sekilas sebelum ikut mengahadap ke depan dan melambaikan tangan pada Luke yang baru pulang dari kegiatannya.

Granny tertawa membuat deretan giginya yang masih utuh terlihat, "Anaknya Luke sangat imut. Dia suka sekali dengan cookies atau waffles. Berbeda denganmu yang lebih suka dengan ice cream."

"Papa Mamamu itu sangat menyayangimu, Dion. Hanya saja, mereka tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk menemanimu sampai sekarang."

Aku terdiam, tidak paham dengan ucapan Granny. Namun, aku tersadar satu hal, semenjak bertemu dengan Dion, pria itu hanya membahas tentang Granny Greisy tanpa mengungkit orang tuanya.

"It's okay, boy. Granny will be there for you."

Ucapan lembut Granny tidak membantuku sama sekali. Apa ada peristiwa yang ditutupi oleh Dion? Pria itu menanggung beban seberat apa sampai tidak mau membaginya?

Tetapi, memikirkan hal itu semakin dalam. Aku semakin tidak paham hingga aku duluan pamit masuk ke dalam rumah untuk memikirkan makan malam. Perasaanku mengatakan, aku tidak boleh berada di sana terlalu jauh atau aku mungkin akan salah melangkah.

Semoga saja firasatku benar.

_The Stranger's Lust_

To Be Continue

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Stranger's Lust   65. Between Two Choices

    “Jadi, hari ini adalah harinya?” Dion memangku tangannya yang sedang menggenggam sebuah bungkusan protein bars, mengunyah sambil melihat layar ponsel yang ditegakkan bersandar pada botol minumannya di meja. “Iya. Makan malam dengan kolega Tuan Chayton,” katanya yang telah menelan makanannya tersebut. Makan siang dengan dua protein bars di ruang istirahat di gedung balet yang secara kebetulan sedang sepi, membuatnya berpikir untuk menghubungi kekasihnya itu sekarang. Well, kekasih … Dion rasa dia harus bisa beradaptasi dengan julukan tersebut sekarang. “Kalau memang cowo itu yang bakalan datang, bagaimana menurutmu?” tanya Leyna yang berada di ujung telepon sedang mengecek tumpukan buku anak-anak dengan sebelah telinga kirinya tersumpal dengan Bluetooth earphone. “Aku tidak bisa menerimanya, bukan?” tanya Dion balik yang disetujui oleh jiwa perempuan yang berada di tubuhnya yang asli itu. Terkadang Dion berpikir berapa lama lagikah dia akan bersemayam di tubuh seorang wanita yang

  • The Stranger's Lust   64. Can't Go

    Setelah malam itu mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing, tidak ada lagi yang bertambah. Baik Dion maupun Leyna, keduanya sama-sama disibukkan dengan kegiatan sehari-hari dan Jumat sudah datang menjemput mereka. Dion sudah siap dengan balutan dress di bawah lutut dan duduk ke kursi meja makan yang sudah ditempati oleh tiga anggota lainnya. “Night, Dad, Mom, Quinza,” sapanya dengan binar riang di matanya. “Night, Leyna.” Sang Ibunda membalas sapaannya. Dia mengambil tempat di samping sang adik perempuan yang bermain dengan ponselnya daritadi. Sedangkan, laki-laki satu-satunya di keluarga inti tersebut sedang membaca berita dari ponselnya. “So, can we start?” tanya Aubrey yang melirik kedua anggota yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Dion memilih untuk tersenyum tipis ketika mengetahui kepada siapa yang dituju. Chayton dan putri bungsunya meletakkan alat komunikasi mereka di samping dan menjawab dengan kompak, “Sure.” Wanita tersebut mengangguk dan mulai meminta

  • The Stranger's Lust   63. Answer

    [Dion POV] Aku yang baru saja bisa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekalian merilekskan persendian yang rasanya kaku banget setelah duduk di meja makan mendiskusikan beberapa topik hangat dengan Tuan Chayton. Sedangkan, Quinza berada di kamarnya sendiri mengerjakan tugas sekolahnya di jam sebelas malam ini. Setelah berbelanja barang kebutuhan tadi, aku dan dia langsung menyimpan barang tersebut di dapur dan beberapa disisihkan untuk di simpan di tas yang khusus menampung pakaian ganti dan outfit latihan aku. Dan, ketika melihat namaku sendiri tertera di layar ponsel Leyna itu aku langsung mengangkatnya. “Hello?” Sejujurnya ntah kenapa malam ini terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya yang pernah kami lewati dengan berbicara melalui telepon. Leyna menjawabnya, pembicaraan mulai terasa aneh ketika lawan bicaraku itu menanyakan situasi di sini. Namun, tidak berapa lama, aku mengetahui jawabannya. Jawaban mengapa aku merasa canggung dan aneh dalam pembicaraan kami k

  • The Stranger's Lust   62. Accidentally Confession

    [Leyna POV] Aku melangkah keluar dari gedung sekolah dan menaiki sepeda yang menemani semua kegiatanku semenjak menjadi sosok yang dipanggil Dion Addison. Langit yang hari ini terlihat mendadak begitu cerah tidak digubris olehku sama sekali. Karena rasanya dari dalam hatiku terbakar sejak siang tadi. Sialnya sampai sekarang masih belum padam. Efek yang luar biasa dahsyat setelah guru perempuan itu seenak jidat menawarkan ini dan itu kepadaku. Maksudnya kepada Dion, tentu saja. “Memangnya dia tahu kalau Dion itu suka sekali dengan oatmeal dan smoothies yang beragam variasi cara untuk menikmatinya,” celetukku sambil mengayuh sepeda. Beruntung aku bukan seorang puteri keturunan kepala pemerintah sekarang ini. Ada untungnya juga menjadi seorang warga biasa yang memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Tentu saja kebanyakan warga di sini menikmati kehidupannya dengan biasa-biasa saja, bangun pagi, menyiapkan sarapan, mandi, berpakaian, pergi bekerja, pulang dan menikmati makan malam

  • The Stranger's Lust   61. Privacy Thought

    Dion meletakkan semua belanjaannya kepada kasir dengan tenang. Tidak, lebih tepatnya pura-pura untuk bersikap tenang dan biasa saja. Dia tahu Quinza daritadi melihatnya dengan tatapan yang menyiratkan untuk berbicara empat mata dengannya. Namun, dia bersikap tidak tahu-menahu. "Leyna," panggil Quinza yang berada di belakangnya berbisik mendekat sampai ke telinganya. Beruntung sekali dia sudah terbiasa dengan adik perempuan Leyna selama ini sehingga dia tidak lagi merasa terkejut. Sebuah dehaman menjadi jawabannya dan dia melihat ke arah monitor kasir yang sedang bergerak menghitung total pembeliannya. "Kamu serius sekarang? Si cowo yang kujelasin itu ada di belakang tahu," kata Quinza lagi, dia berbicara dengan bisikan meskipun terdengar seperti nada tinggi. "Dia orangnya? Charles, benarkan?" beo Dion yang melirik ke sosok di belakang anak bungsu keluarga kepala pemerintah ini. Lalu, kembali bertingkah seperti biasa. Yang lebih muda itu refleks menepuk pundak sang Kakak gemas. "

  • The Stranger's Lust   60. So, What Now?

    Pada satu waktu yang sama, Leyna juga sedang mengurusi nilai murid-muridnya di ruang guru. Dia tidak sendirian di ruangan tersebut, masih ada dua atau tiga guru yang juga duduk di sana melakukan tugas mereka masing-masing. Mengingat jam belajar-mengajar telah berakhir tiga jam yang lalu, Leyna dan guru-guru lainnya bisa beristirahat sejenak. "Sir. Dion," panggil seorang guru perempuan yang sering mengikutinya di setiap kesempatan yang ada. Maksudnya, mengikuti raga Dion, bukan jiwanya. Terkadang Leyna melamun dan berpikir bagaimana reaksi sekitar mereka kalau mengetahui bahwa orang yang di depan mereka bukanlah yang mereka kenali. "Ada apa, Miss?" tanya Leyna sesopan mungkin. Setelah mengetahui konsep dari kutukan aneh ini, Leyna berpikir untuk membatasi diri dengan dunia. Dia tidak bermaksud untuk besar kepala. Namun, siapa yang tidak akan jatuh hati ketika melihat raga seorang laki-laki yang tinggi jangkung, berpakaian rapi, dan bersikap lembut? Leyna mungkin adalah salah satun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status