Tetereteteeeeet...
Pertandingan selesai. Pertandingan hari ini ditutup dengan kemenangan sepuluh besar. Dilanjutkan dengan pertandingan final yang akan diadakan esok hari.
“Makanya jangan sok. Malu-maluin klan kamu sendiri.”
“Pulang saja sana. Sebelum kami membawamu terbang lantas menerjunkanmu ke lautan bebas.”
Gelak tawa terdengar memekakkan telinganya. Napasnya semakin menderu-deru. Kalau saja sifat cengengnya tidak menguap. Mungkin saja ia akan menangis saat ini juga.
“Hei, jangan suka menghina. Dia memang berasal dari klan manusia. Tapi ialah tetap makhluk hidup,” bentak Rhea.
“Kalian semua pergilah. Biarlah kami yang mengurus manusia ini.”
Apa dikata, tentu saja para peri harus menuruti perkataan Philip. Karena ialah Pangeran Philip, Putra Mahkota.
“Aku tidak perlu dibela oleh kalian.” Hans menatap tajam ke arah Rhea. Matanya memerah. Dibuangnya alat panahan milik Rhea yang sebelumnya dipinjam Rhea untuk dirinya berlatih dan tentu saja untuk mengikuti perlombaan.
“Pangeran Hans! Apa-apaan kamu. Sudah kami bantu malah ngelunjak ya! Dasar manusia.” Philip berkomentar.
“Mmh, kalian selalu saja menghina klan manusia. Iya, kami tahu kami memiliki kekuatan yang jauh di belakang kalian. Kalian bisa terbang, kalian terlahir memiliki kekuatan. Sedang kami harus menderita dengan...”
“Cukup Pangeran Hans! Dengan sangat hormat, saya pinta kamu segera pergi dari Kerajaan Aphrodite. Tidak ada seorang pun yang menerima kamu disini.” Philip memotong pembicaraan Hans.
“Kak Philip!” teriak Rhea.
“Rhea! Dengarkan kata saya. Kamu harus menjauhi manusia atau kamu akan menderita.”
“Bukannya Kak Philip yang mengajarkan padaku kalau kita harus saling menghargai satu sama lain. Mengapa Kak Philip malah bersikap seperti ini.”
“Cukup Rhea! Jangan pernah melawan. Dengan nama Kerajaan Aphrodite, kamu dilarang berteman dengannya.”
“Kak Philip jahat!” Rhea bergegas memungut alat panahnya. Memicingkan mata ke arah Philip. Lantas terbang menjauh.
“Dan kamu, Pangeran Hans. Cepatlah pergi dari sini atau aku yang akan meremukkan tulangmu.”
Hans tak banyak bicara. Ia memilih untuk segera keluar dari sana. Tentu saja ia tidak bodoh. Jika ia melawan sekarang, nyawanya yang akan menjadi taruhannya. Apalagi, kekuatannya belum seratus persen didapatkannya. Masih ada proses ratusan kali sampai tubuhnya bisa jadi mati rasa.
“Oh ya, dan satu lagi. Jangan pernah bilang kepada Rhea tentang bagaimana klan manusia bisa mendapatkan kekuatan. Jika kamu sampai memberitahukannya. Kamu tidak akan mampu membayangkan hal buruk apa yang terjadi.”
Kenapa? Hans membalikkan kepalanya.
“Bukannya aku peduli padamu. Tapi ini juga demi keselamatanmu dan keselamatan bersama.”
Hari berlalu cepat. Stadion kosong saat menjelang sore. Hamparan rumput hijau menjadi sepi. Hanya nampak beberapa peri yang memindahkan peralatan lomba untuk kemudian digantikan dengan peralatan lomba lainnya untuk keesokan harinya.
Tentu saja, hari ini adalah hari timbulnya gelora amarah pada ketiga makhluk ini.
***
“Sial, aku lupa menanyakan arah pada Rhea. Bagaimana aku bisa kembali ke Kerajaan Theligonia?”
Hans berjalan keluar dari stadion. Tentu saja ia tidak akan menanyakan arah kepada Philip yang blagu itu. Mending tersesat daripada ia harus mati kapanpun Philip mau menghabisi nyawanya.
Hamparan perbukitan hijau langsung terhampar di depannya. Pepohonan dirangkul oleh awan. Langit berwarna biru bercampur dengan warna oranye. Menimbulkan warna lainnya terpancar di angkasa. Diremasnya bajunya. Tangannya mulai menggigil kedinginan. Dengan tergesa-gesa ia menuruni bukit. Susahnya minta ampun. Tatkala ia berhasil berhenti di bebatuan lain. Bebatuan yang sama akan muncul. Seperti bukit ini tidak ada ujung kakinya.
Dari atas sana, hamparan istana nampak begitu megah. Istana berwarna dominan putih dengan dilapisi dengan sebuah portal di sekelilingnya. Seperti pelindung dari sesuatu yang bisa saja menghancurkan Kerajaan. Hamparan lainnya terdapat perumahan penduduk yang tatkala menakjubkan. Perumahan beraneka ragam bentuknya. Ada yang terbuat dari akar pohon sampai dedaunan hijau. Ada yang napak di tanah, bahkan ada yang melayang.
Hans tiba di kaki bukit. Berjalan melewati ladang bunga Reivehan. Salah satu sumber perekonomian Kerajaan Aphrodite yang baru ia tahu dari lima hari yang lalu. Bunga Reivehan merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan parfum. Tidak banyak orang yang bekerja di sore hari. Hanya beberapa peri kumbang yang hinggap di beberapa kelopak bunga, melakukan penyerbukan. Kelopak bunga Reivehan seukuran satu kepalan tangan orang dewasa.
Tiga puluh menit kemudian, ia berbaur dengan pasar malam Kerajaan Aphrodite. Kilau-kilau dari kunang-kunang menjadi penerangan di kala malam mulai menelan matahari. Beberapa Peri ada yang sengaja menaruh sebuah kunang-kunang ke dalam benda plastik transparan. Lantas mengaitkannya pada sebatang tiang. Berjalan dipandu dengan cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang.
Dasar peri bodoh. Bahkan disini tidak ada teknologi lampu.
“Ayo nikmatilah tarian Peri!” teriakan MC terdengar dari arah kanan. Diikuti dengan suara gaduh sorak-sorai penonton. Penduduk yang awalnya memilih-milih makanan maupun pakaian, langsung menghentikan kegiatannya sejenak. Berbondong-bondong berdiri di dekat panggung. Beberapa kali Hans ditabrak oleh kerumunan.
“Mengapa kamu masih disini?”
“Rhea?”
“Cepatlah pulang. Aku muak melihatmu.” Rhea menatap dingin padanya.
Keadaan di tempat mereka berdiri terasa lebih lengang. Hanya beberapa penduduk yang tetap berbelanja dan sibuk dengan kegiatan tawar-menawar.
“Maafkan aku jika aku terlalu kasar padamu tadi siang. Memang seharusnya aku tidak boleh bersikap begitu. Aku termakan emosi.”
“Lantas mengapa kamu masih disini?”
“Sebenarnya bukannya aku tidak mau pulang. Hanya saja aku tidak tahu arah pulang.”
“Kamu gila Kak Hans! Kamu yang kesini, ke Kerajaan Aphrodite sendirian. Malah sekarang kamu yang tidak bisa menemukan jalan pulang.” Baru beberapa hari yang lalu, ia mengetahui jika Hans lebih besar darinya. Badan Hans yang kecil, tentu saja tidak ada yang tahu jika ia adalah anak berusia sepuluh tahun.
Tanpa mengharapkan jawaban apapun dari Hans. Rhea segera menggendong Hans. Lengan kanannya dirangkulkan di tengkuk Hans, sedang tangan kirinya dilingkarkan pada bagian belakang lutut. Kemudian terbang menembus ke atas. Melewati kerumunan. Bersatu dengan angin malam di atas sana.
Tentu saja Hans takut bukan kepalang. Sebelumnya ia tak pernah merasakan berada di atas langit seperti ini. Ditambah dengan angin malam yang kadang menusuk ke dalam tulangnya. Membuatnya meringis semakin kedinginan. Pernah sekali ia memberanikan diri untuk memperhatikan pemandangan di bawahnya. Kerlap-kerlip pasar malam tertinggal di bawah, menimbulkan efek seperti bintang-bintang di angkasa. Namun, tak sampai semenit, ia mengatupnya kembali.
Perlahan, Rhea terbang turun.
“Kita sudah sampai.”
Hamparan hutan seluas tak dapat diukur dengan mata terbentang di hadapannya. Walau gelap gulita, ia masih samar-samar mengetahui bahwa inilah hutan yang dinamakan hutan terlarang. Hutan yang membawa dirinya bisa berada di Kerajaan Aphrodite.
“Terima kasih telah mengantarkanku pulang. Dan kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan kembali sebelum aku siap menemuimu kembali.”
“Aku tidak bersedia menemuimu kembali,” jawab Rhea judes.
Hans memutar tubuhnya ke belakang. Masuk ke dalam hutan. Setiap ia masuk, pohon akan tersibak menjauh. Itulah perintah Rhea pada hutan. Begitu juga dengan kunang-kunang menyinari jalan yang dilewati Hans.
“Ikuti dia dan jaga dia!”
Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke
"Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh
"Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag
"Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal
Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,
Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A