Share

Bab 2: Ikuti Dia dan Jaga Dia

Tetereteteeeeet...

Pertandingan selesai. Pertandingan hari ini ditutup dengan kemenangan sepuluh besar. Dilanjutkan dengan pertandingan final yang akan diadakan esok hari.

“Makanya jangan sok. Malu-maluin klan kamu sendiri.”

“Pulang saja sana. Sebelum kami membawamu terbang lantas menerjunkanmu ke lautan bebas.”

Gelak tawa terdengar memekakkan telinganya. Napasnya semakin menderu-deru. Kalau saja sifat cengengnya tidak menguap. Mungkin saja ia akan menangis saat ini juga.

“Hei, jangan suka menghina. Dia memang berasal dari klan manusia. Tapi ialah tetap makhluk hidup,” bentak Rhea.

“Kalian semua pergilah. Biarlah kami yang mengurus manusia ini.”

Apa dikata, tentu saja para peri harus menuruti perkataan Philip. Karena ialah Pangeran Philip, Putra Mahkota.

“Aku tidak perlu dibela oleh kalian.” Hans menatap tajam ke arah Rhea. Matanya memerah. Dibuangnya alat panahan milik Rhea yang sebelumnya dipinjam Rhea untuk dirinya berlatih dan tentu saja untuk mengikuti perlombaan.

“Pangeran Hans! Apa-apaan kamu. Sudah kami bantu malah ngelunjak ya! Dasar manusia.” Philip berkomentar.

“Mmh, kalian selalu saja menghina klan manusia. Iya, kami tahu kami memiliki kekuatan yang jauh di belakang kalian. Kalian bisa terbang, kalian terlahir memiliki kekuatan. Sedang kami harus menderita dengan...”

“Cukup Pangeran Hans! Dengan sangat hormat, saya pinta kamu segera pergi dari Kerajaan Aphrodite. Tidak ada seorang pun yang menerima kamu disini.” Philip memotong pembicaraan Hans.

“Kak Philip!” teriak Rhea.

“Rhea! Dengarkan kata saya. Kamu harus menjauhi manusia atau kamu akan menderita.”

“Bukannya Kak Philip yang mengajarkan padaku kalau kita harus saling menghargai satu sama lain. Mengapa Kak Philip malah bersikap seperti ini.”

“Cukup Rhea! Jangan pernah melawan. Dengan nama Kerajaan Aphrodite, kamu dilarang berteman dengannya.”

“Kak Philip jahat!” Rhea bergegas memungut alat panahnya. Memicingkan mata ke arah Philip. Lantas terbang menjauh.

“Dan kamu, Pangeran Hans. Cepatlah pergi dari sini atau aku yang akan meremukkan tulangmu.”

Hans tak banyak bicara. Ia memilih untuk segera keluar dari sana. Tentu saja ia tidak bodoh. Jika ia melawan sekarang, nyawanya yang akan menjadi taruhannya. Apalagi, kekuatannya belum seratus persen didapatkannya. Masih ada proses ratusan kali sampai tubuhnya bisa jadi mati rasa.

“Oh ya, dan satu lagi. Jangan pernah bilang kepada Rhea tentang bagaimana klan manusia bisa mendapatkan kekuatan. Jika kamu sampai memberitahukannya. Kamu tidak akan mampu membayangkan hal buruk apa yang terjadi.”

Kenapa? Hans membalikkan kepalanya.

“Bukannya aku peduli padamu. Tapi ini juga demi keselamatanmu dan keselamatan bersama.”

Hari berlalu cepat. Stadion kosong saat menjelang sore. Hamparan rumput hijau menjadi sepi. Hanya nampak beberapa peri yang memindahkan peralatan lomba untuk kemudian digantikan dengan peralatan lomba lainnya untuk keesokan harinya.

Tentu saja, hari ini adalah hari timbulnya gelora amarah pada ketiga makhluk ini.

***

“Sial, aku lupa menanyakan arah pada Rhea. Bagaimana aku bisa kembali ke Kerajaan Theligonia?”

Hans berjalan keluar dari stadion. Tentu saja ia tidak akan menanyakan arah kepada Philip yang blagu itu. Mending tersesat daripada ia harus mati kapanpun Philip mau menghabisi nyawanya.

Hamparan perbukitan hijau langsung terhampar di depannya. Pepohonan dirangkul oleh awan. Langit berwarna biru bercampur dengan warna oranye. Menimbulkan warna lainnya terpancar di angkasa. Diremasnya bajunya. Tangannya mulai menggigil kedinginan. Dengan tergesa-gesa ia menuruni bukit. Susahnya minta ampun. Tatkala ia berhasil berhenti di bebatuan lain. Bebatuan yang sama akan muncul. Seperti bukit ini tidak ada ujung kakinya.

Dari atas sana, hamparan istana nampak begitu megah. Istana berwarna dominan putih dengan dilapisi dengan sebuah portal di sekelilingnya. Seperti pelindung dari sesuatu yang bisa saja menghancurkan Kerajaan. Hamparan lainnya terdapat perumahan penduduk yang tatkala menakjubkan. Perumahan beraneka ragam bentuknya. Ada yang terbuat dari akar pohon sampai dedaunan hijau. Ada yang napak di tanah, bahkan ada yang melayang.

Hans tiba di kaki bukit. Berjalan melewati ladang bunga Reivehan. Salah satu sumber perekonomian Kerajaan Aphrodite yang baru ia tahu dari lima hari yang lalu. Bunga Reivehan merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan parfum. Tidak banyak orang yang bekerja di sore hari. Hanya beberapa peri kumbang yang hinggap di beberapa kelopak bunga, melakukan penyerbukan. Kelopak bunga Reivehan seukuran satu kepalan tangan orang dewasa.

 Tiga puluh menit kemudian, ia berbaur dengan pasar malam Kerajaan Aphrodite. Kilau-kilau dari kunang-kunang menjadi penerangan di kala malam mulai menelan matahari. Beberapa Peri ada yang sengaja menaruh sebuah kunang-kunang ke dalam benda plastik transparan. Lantas mengaitkannya pada sebatang tiang. Berjalan dipandu dengan cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang.

Dasar peri bodoh. Bahkan disini tidak ada teknologi lampu.

“Ayo nikmatilah tarian Peri!” teriakan MC terdengar dari arah kanan. Diikuti dengan suara gaduh sorak-sorai penonton. Penduduk yang awalnya memilih-milih makanan maupun pakaian, langsung menghentikan kegiatannya sejenak. Berbondong-bondong berdiri di dekat panggung. Beberapa kali Hans ditabrak oleh kerumunan.

“Mengapa kamu masih disini?”

“Rhea?”

“Cepatlah pulang. Aku muak melihatmu.” Rhea menatap dingin padanya.

Keadaan di tempat mereka berdiri terasa lebih lengang. Hanya beberapa penduduk yang tetap berbelanja dan sibuk dengan kegiatan tawar-menawar.

“Maafkan aku jika aku terlalu kasar padamu tadi siang. Memang seharusnya aku tidak boleh bersikap begitu. Aku termakan emosi.”

“Lantas mengapa kamu masih disini?”

“Sebenarnya bukannya aku tidak mau pulang. Hanya saja aku tidak tahu arah pulang.”

“Kamu gila Kak Hans! Kamu yang kesini, ke Kerajaan Aphrodite sendirian. Malah sekarang kamu yang tidak bisa menemukan jalan pulang.” Baru beberapa hari yang lalu, ia mengetahui jika Hans lebih besar darinya. Badan Hans yang kecil, tentu saja tidak ada yang tahu jika ia adalah anak berusia sepuluh tahun.

Tanpa mengharapkan jawaban apapun dari Hans. Rhea segera menggendong Hans. Lengan kanannya dirangkulkan di tengkuk Hans, sedang tangan kirinya dilingkarkan pada bagian belakang lutut. Kemudian terbang menembus ke atas. Melewati kerumunan. Bersatu dengan angin malam di atas sana.

Tentu saja Hans takut bukan kepalang. Sebelumnya ia tak pernah merasakan berada di atas langit seperti ini. Ditambah dengan angin malam yang kadang menusuk ke dalam tulangnya. Membuatnya meringis semakin kedinginan. Pernah sekali ia memberanikan diri untuk memperhatikan pemandangan di bawahnya. Kerlap-kerlip pasar malam tertinggal di bawah, menimbulkan efek seperti bintang-bintang di angkasa. Namun, tak sampai semenit, ia mengatupnya kembali.

Perlahan, Rhea terbang turun.

“Kita sudah sampai.”

Hamparan hutan seluas tak dapat diukur dengan mata terbentang di hadapannya. Walau gelap gulita, ia masih samar-samar mengetahui bahwa inilah hutan yang dinamakan hutan terlarang. Hutan yang membawa dirinya bisa berada di Kerajaan Aphrodite.

“Terima kasih telah mengantarkanku pulang. Dan kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan kembali sebelum aku siap menemuimu kembali.”

“Aku tidak bersedia menemuimu kembali,” jawab Rhea judes.

Hans memutar tubuhnya ke belakang. Masuk ke dalam hutan. Setiap ia masuk, pohon akan tersibak menjauh. Itulah perintah Rhea pada hutan. Begitu juga dengan kunang-kunang menyinari jalan yang dilewati Hans.

“Ikuti dia dan jaga dia!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status