Home / Fantasi / The Tales of Deer's Princess / Bab 1: Pertandingan Panahan

Share

Bab 1: Pertandingan Panahan

Author: Faver
last update Last Updated: 2021-08-20 22:57:21

“Larilah lebih cepat atau kita akan ketinggalan pertandingannya, Rhea.” Philip berlari dua langkah lebih cepat dari Rhea. Rhea mengikutinya dari belakang. Anak-anak yang lain juga berlari di sekitaran mereka.

Tahun ini arena pertandingan memanah Kerajaan Aphrodite memiliki nuansa yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun lalu. Adanya seorang manusia yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah pertandingan. Pertandingan yang cukup unik dan menjadi perbincangan panas semenjak seminggu terakhir.

Tetereteteeeeet...

Bunyi terompet terdengar kencang saat seorang peri gajah menghembuskan belalainya memekakkan telinga. Cukup hanya satu tarikan napas, ia mampu mengeluarkan suara nyaring lebih keras dibandingkan dengan suara gaduhnya penonton. Seketika para penonton terdiam. Rhea dan Philip telah sampai saat peri gajah memberikan aba-aba akan dimulainya acara. Mereka berdua duduk di kursi penonton. Sedang arena itu berada di tengah-tengah stadion.

Stadion itu berkonsep terbuka. Kursi penonton dibangun mengelilingi stadion. Perlombaan diisi sebanyak dua puluh peserta. Sembilan belas Peri dan seorang manusia laki-laki. Mereka sudah siap berada di garis start. Memasang aba-aba dan memicingkan mata. Memperhatikan papan sasaran yang bergambar lingkaran. Bulatan terdiri dari angka satu sampai sepuluh. Bulatan terkecil sampai bulatan terbesar.

“Hei manusia, cepatlah keluar dari arena pertandingan. Lebih baik kamu keluar sekarang atau kamu akan malu nantinya,” ujar seorang salah satu peserta. Diikuti dengan gelak tawa peserta lainnya.

“Kamu adalah makhluk bodoh yang tak punya kekuatan dan kalian itu jahat. Apakah kamu tidak malu? Dasar manusia bejat.”

Seketika ia memanas. Mukanya memerah.

“Tunggu saja nanti. Aku akan buktikan kepada kalian semua.”

Tetereteteeeeet...

Pertandingan dimulai. Memanah dilakukan satu per satu. Peserta pertama memanah agak melenceng ke nomor lima. Peserta kedua dengan persiapan yang cukup lama, ia hanya berhasil menancapkan ke nomor empat. Peserta ketiga, keempat, dan kelima masing-masing dari mereka menancap ke nomor dua. Selanjutnya mereka terus bergiliran sampai urutan ke sembilan belas. Terdapat sembilan peri yang berhasil menancapkan ke angka nomor satu dengan sempurna. Sekarang giliran manusia beraksi.

Suara gaduh penonton tiba-tiba terhenti. Semua mata penonton tertuju pada anak manusia itu. Sesekali ada yang berbisik.

“Menurutmu apakah Hans bisa melakukannya?” Philip berbisik pada Rhea. Sambil matanya tetap fokus ke arah pertandingan.

“Ia bisa. Aku yakin.” Rhea menjawab dengan mantap. Walau sebenarnya dari tadi yang dilakukannya adalah menahan napas. Kebiasaan yang akan dilakukannya saat dirinya gugup.

“Mengapa kamu sangat mempercayai manusia itu? Memangnya kamu tidak takut padanya?”

“Mengapa kita harus tidak percaya dengan manusia saat manusia bukan binatang buas? Lihatlah dia! Manusia itu makhluk yang tidak punya kekuatan tapi memiliki tekad yang kuat. Aku rasa seharusnya manusia takut pada kita. Makanya kita harus tunjukin, kalau kita bukan makhluk yang harus ditakuti.” Rhea menyunggingkan senyumnya pada Philip.

Kembali ke pertandingan. Hans menarik napas, lantas menghembuskannya perlahan. Belum pernah ia merasakan gugup tingkat tinggi. Bagaimana tidak? Sekarang ia berdiri di tengah-tengah kumpulan peri yang terkenal dengan sifat ganasnya dan tak mengenal sifat ampun. Begitulah yang ia dengar dari Kerajaannya, Kerajaan Theligonia.

Sebenarnya, ia tidak akan seberani ini. Bertaruh hidup dan mati di tengah arena pertandingan. Kalau tidak ada kejadian seminggu yang lalu.

***

“Tolong aku. Siapapun yang ada di atas sana tolong aku.” Hans berteriak cukup keras. Walaupun ia tidak yakin jika ada seseorang di atas sana. Ia terjatuh di sebuah jurang yang cukup dalam. Berjalan cukup jauh ke dalam hutan sudah cukup baginya untuk memaki dirinya bodoh.

“Tolong aku! Siapapun!” teriaknya lagi. Yang mampu ia dengar adalah suara gema dirinya yang terpantul. Suara parau dari gesekan antar rating pohon menghiasi sore yang semakin gelap. Seharusnya ia takut. Tapi, entah mengapa sejak sepuluh menit yang lalu ia merasakan aura hutan yang berbeda. Lebih tenang dan seperti lebih hidup. Seakan pohon yang disandarnya sekarang ini melindungi dirinya dari tempias air hujan yang sedari tadi mulai menyirami bumi. Ataukah aku berhalusinasi? Setiap ia bergerak bergeser, entah ke kiri atau ke kanan. Ia akan mendapati lengkungan ranting dan daun dari pohon itu bergerak mengikuti setiap ia bergeser.

“Tolong!” teriaknya lagi.

Kepalanya mulai pusing. Matanya mulai berkunang-kunang, akibat kehilangan darah yang cukup banyak. Berasal dari pelipisnya dan pergelangan kakinya. “Tolong aku! Tolong aku!” Diulanginya terus-menerus sampai dirinya hampir menyerah. Krek... terdengar seperti suara retakan ranting yang diinjak seseorang. “Steve, kaukah itu?”

“Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Akan aku julurkan sebuah ranting. Peganglah dengan erat,” Sebuah suara terdengar dari atas. Dengan sisa tenaga yang ada, Hans memegang ranting itu dengan erat. Namun, ranting yang semula dilihatnya hanya berupa stik kayu. Berpenjar mengelilingi kedua tangannya. Lantas dari bawah. Sebuah akar pohon perlahan mendorongnya naik ke atas.

“Kamu baik-baik saja kan?” Seketika Hans membelakkan matanya. Energinya terasa terisi penuh. Seorang gadis cantik berdiri di depannya. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Tersenyum padanya. “Aku bertanya padamu loh! Bukan kepada angin.”

“Iya. Maafkan aku. Aku baik-baik saja. Terima kasih telah menolongku.”

“Kamu tinggal dimana? Saya antarkan kamu pulang. Sementara kamu bisa kugendong terbang ke rumah.”

“Apa? Gendong? Terbang? Bicara apa kau ini!” Hans tertawa kencang.

“Memangnya kenapa jika seorang gadis menggendong laki-laki. Aku itu kuat tahu?”

“Oke, oke. Baiklah kau bisa gendong aku. Tapi kau tadi bilang terbang. Seperti peri aja kau bilangnya!”

“Kan memang aku peri, bodoh. Kamu itu siapa sih? Bukan anak sini. Ha?”

Hans langsung terdiam. Sekali lagi ia memperhatikan gadis di depannya ini. Lantas, memperhatikan hutan yang terbentang di sekelilingnya. Disini bukan daerah pertambangan emas. Ini bukan daerah Kerajaan Theligonia. Jangan-jangan?

Hans menelan ludah.

“Ayo, jawab. Sebenarnya kamu siapa?” Gadis itu memicingkan matanya. Kedua tangannya disandarkan pada pinggang.

“Anak ini adalah manusia.” Philip terbang turun dari arah pohon yang berlawanan. “Ada urusan apa kamu manusia sampai kesini?”

“Mmm..” Hans hanya mampu bergumam.

“Kak Philip, bukannya manusia tidak bisa sembarangan masuk kesini? Kan ada portal dari mendiang Raja Perseus?”

“Sebenarnya hanya ada dua cara bagaimana manusia bisa masuk kesini. Pertama, ia yang memang memiliki hati tulus. Kedua, ia yang menerobos masuk. Dan hei manusia, kamu masuk dengan cara apa?”

Hans merasa tersudut akan sikap judes anak laki-laki yang seharusnya seumuran dengannya ini. Walau badannya jauh lebih besar dengannya. Lebih gagah dan lebih tinggi.

“Jujur saja aku tidak tahu bagaimana aku bisa masuk seperti yang kau bilang. Tetapi sedari tadi siang aku berjalan saja dan aku tidak melihat ada jurang disini. Hasilnya, aku terperanjat di bawah. Aku sama sekali tidak ada maksud apa-apa.”

“Sepertinya kamu manusia baik. Siapa namamu?” tanya Rhea.

“Hans Dharma Panenta. Kamu?”

“Rhea Liseira Mhenta.”

“Cepatlah kamu pergi dari sini. Atau kamu akan saya habisi,” geram Philip.

“Kak Philip, ia sudah bilang bahwa ia masuk kesini dengan berjalan saja. Berarti ia memiliki hati yang tulus. Sudahlah jangan membuat ia takut.” Rhea menimpali.

“Buktikan kalau kamu tidak jahat, wahai Pangeran Hans.” Philip melontarkan tatapan matanya yang garang.

Ia tahu siapa aku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Tales of Deer's Princess   Bab 55. Kita harus Terus Berlari

    Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke

  • The Tales of Deer's Princess   Bab 54. Putri Harmonie & Pangeran Hans Bertemu

    "Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh

  • The Tales of Deer's Princess   Bab 53. Pengemis Tua Sombong, Namun Sebenarnya?

    "Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag

  • The Tales of Deer's Princess   Bab 52. Sekantong Koin dari Nona Bodoh

    "Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal

  • The Tales of Deer's Princess   Bab 51. Pesona Hans Bertambah, Begitulah Pendapatnya

    Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,

  • The Tales of Deer's Princess   Bab 50. Rombongan Putri Helena aka Putri Rhea

    Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status