Share

The Tales of Deer's Princess
The Tales of Deer's Princess
Penulis: Faver

Prolog

Di sebuah hutan belantara dengan pohonnya menjulang tinggi, angin berembus dengan kencang. Menghasilkan suara parau dari gesekan ranting pohon. Langit semakin mencekam di kala malam telah datang. Hanya dapat diterangi dengan cahaya bulan purnama. Daun-daun berwarna coklat dan kering beterbangan turun ke tanah. Di tengah hutan terdapat halaman luas yang kosong, nampak Putri Rhea memegang alat panah di tangan kanannya dan tas panah dirangkulkan di bagian belakangnya. Tidak jauh darinya, ia berhadapan dengan Pangeran Hans yang sedang memegang pedang panjang di tangan kanannya.

“Aku tidak akan membunuhmu, pergilah! Akan kuanggap kita tidak pernah bertemu disini,” perintah Rhea.

“Kamu menyuruhku untuk meninggalkanmu? Begitu saja, tidakkah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan kepadaku?” dengan nada kecewa Hans membuka suara.

“Pangeran Hans yang terhormat, kita tidak akan pernah bersatu. Tidakkah Anda lupa bahwa Kerajaan Aphrodite dan Kerajaan Theligonia sudah bermusuhan sejak lama?” Rhea meninggikan suaranya, mengenggam kuat alat panahnya. “Jika kukatakan pergi, silakan Anda pergi atau aku akan berubah pikiran.” Bulir air matanya mulai turun, secepatnya ia memutar badannya ke belakang.

Hans mencoba meredam amarahnya. Jatuh tersungkur dengan betis kanan menyentuh tanah dan telapak kaki kirinya menginjak tanah, sedangkan pedang di tangan kanannya ditancapkan ke tanah untuk menahan berat tubuhnya. “Jika Kerajaan Aphrodite dan Kerajaan Theligonia tidak pernah mengalami pertikaian. Akankah seorang Putri Rhea Liseira Mhenta akan tetap mencintai Pangeran Hans Dharma Panenta?” Hans menatap punggung Rhea.

Rhea baru saja ingin mengatakan sesuatu sebelum terdengar suara pedang dari kejauhan dan teriakan yang menggema. Ia menoleh ke arah suara, nampak gumpalan asap tebal membumbung naik di atas beberapa pohon. Rhea angkat suara dan menolehkan kepalanya ke samping, “Di dunia ini hal yang paling disayangkan adalah selalu ada kata JIKA.” Rhea berlari dan terbang meninggalkan Hans yang masih tersungkur di atas tanah.

***

“Raja, apa yang terjadi disini? Dimana Ratu dan yang lainnya?”

“Putri Rhea! Cepatlah pergi dari sini.  Selamatkan dirimu!”

Sebuah kilatan pedang menusuk lantas membelah punggung Raja Heros dari arah belakang. Raja menoleh ke belakang. Dengan sekuat tenaga bertarung dengan seorang prajurit dari Kerajaan Theligonia.

Putri Rhea melihat dengan matanya sendiri, Raja bertarung dengan sangat keras. Dentuman logam antar pedang terdengar beberapa kali dan percikan api nampak setelahnya. Namun, di lain sisi sebenarnya beliau sudah hampir kehabisan tenaga. Peluhnya mengucur deras di pelipisnya. Terdengar lagi sebuah teriakan wanita dari arah kejauhan, tepatnya dari arah kamar Ratu.

“Ratu?”

Sebelum Rhea sempat terbang mendekati arah kamar Ratu, sebuah kilatan petir ingin menyambar dirinya dari arah belakang. Namun, Rhea berhasil terbang ke sisi sebelah kanan. Lantas, ia menoleh ke belakang. Tepat di belakangnya ada seseorang berbadan tegap dengan tubuhnya yang penuh dengan darah. Tanda ia sudah menghilangkan ratusan nyawa ataupun mungkin ribuan nyawa bangsa peri. Dengan sekuat tenaga Rhea terbang semakin cepat dengan harus memperhatikan arah serangan yang dilontarkan Cakra. Sesekali serangan petir dan cahaya hitam melukai tangannya terkadang kaki.

Aku tidak tahu apa yang ada di otaknya sekarang! Namun, ia terlalu tergila-gila dengan harta. Dasar pengkianat!

Tinggal sepuluh meter lagi Rhea berhasil mencapai ke kamar Ratu. Namun, sepersekian detik kemudian kamar tersebut meledak, menimbulkan efek lontar dengan radius yang cukup besar. Rhea tidak dapat melakukan apapun selain hanya memejamkan matanya, sedang Cakra terlempar jauh ke belakang. “Apa yang kamu lakukan di atas sini?” terdengar suara berat dari sisi telinga kanan Rhea. Ia membuka kedua matanya. Ia masih berada di atas langit dengan sebuah gelembung besar melindungi dirinya dan Philip. Gelembung tersebut difungsikan untuk menahan serangan dari luar termasuk dengan menghindari lontaran dari efek sesuatu yang meledak. Gelembung tersebut dibuat oleh Philip yang sebelumnya baru saja menyadari bahwa Rhea terbang menuju ke arah kamar Ratu.

“Terima kasih telah menolongku. Tetapi aku harus menolong Ratu. Apa yang sedang terjadi di kamar Ratu? Bagaimana dengan Marsha?”

Philip tak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan dari Rhea. Perlahan-lahan dirinya terbang turun, memaksa Rhea juga harus ikut turun ke daratan karena dirinya masih terlindung di dalam gelembung. Tidak banyak perkataan, setelah mereka berdua turun. Philip sudah hampir tidak memiliki tenaga sedikit pun. Sesampai di daratan, terakhir yang dilakukannya adalah menghilangkan gelembung lalu terkulai pingsan tak bertenaga. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka sayatan. Namun, di bagian tulang rusuknya keluar banyak darah karena sebelumnya telah terhunus dengan sebuah pedang. Rhea menggendong Philip, terbang menuju ke arah hutan terlarang. Lantas, membaringkannya di sebuah pohon rindang. Tepatnya di pohon kesukaannya. Dengan mengeluarkan sedikit cahaya putih dari telunjuk kirinya, perlahan ranting-ranting pohon tersebut bergerak memanjang dengan saling menyimpul satu sama lain, membentuk sebuah tempat tidur. Kemudian, dibaringkannya Philip ke atasnya. Dengan jarinya yang lain, ia menyembuhkan luka Philip, walaupun tetap tidak bisa seratus persen sempurna. Lukanya terlalu dalam.

Rhea berlutut dengan telapak kaki kirinya di tanah sedangkan lutut kaki kanannya disentuhnya di tanah “Rhea berjanji untuk membangkitkan Kerajaan Aphrodite menjadi damai seperti semula. Aku berjanji!”

Rhea bangkit berdiri, berjalan kecil, kemudian berlari keluar dari hutan. Suasana istananya semakin kacau. Raja Heros yang masih bertarung tak pantang mundur. Sedang  Marsha yang baru saja tertangkap oleh ekor matanya, merubah diri menjadi rubah dan memangsa serta menggigit beberapa pasukan manusia yang ingin memaksa masuk istana. Rhea mengucapkan beberapa mantra untuk menghilangkan diri, berlari masuk ke dalam istana melewati pintu belakang istana. Namun, efek penghilang diri yang baru saja dipelajarinya dari hasil membaca buku peninggalan ibundanya belum seratus persen ia kuasai. Dirinya hanya mampu bertahan paling lama sepuluh menit. Sesampainya, ia di dalam istana, ilmu penghilang dirinya memudar. Keadaan di dalam istana bagai kapal pecah. Keadaan di dalam begitu sunyi dan dingin.

“Hei, lihat siapa yang datang?” sebuah suara terdengar dari arah belakang telinganya.

“Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam sini?” Rhea mulai menyiapkan posisi kuda-kudanya sedang alat panah semakin kuat digenggamnya.

“Oh, Putri Rusa yang malang. Kamu akan habis saat ini juga.” Sekali lagi manusia itu menyunggingkan senyumnya. Senyuman yang berhasil membuat bulu kuduk Rhea bergidik. Tak pernah ia merasa sesak seperti ini. Apalagi ketakutan yang teramat luar biasa pada seorang manusia berbadan tegap dengan perangai yang angkuh seperti itu.

Manusia itu tidak perlu ditakuti Rhea. Mereka terlahir tanpa memiliki kekuatan.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nurfa Latif.
aku larut dalam cerita. wiuh keren. semangat author.
goodnovel comment avatar
sekar
semangat kk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status