Di sebuah hutan belantara dengan pohonnya menjulang tinggi, angin berembus dengan kencang. Menghasilkan suara parau dari gesekan ranting pohon. Langit semakin mencekam di kala malam telah datang. Hanya dapat diterangi dengan cahaya bulan purnama. Daun-daun berwarna coklat dan kering beterbangan turun ke tanah. Di tengah hutan terdapat halaman luas yang kosong, nampak Putri Rhea memegang alat panah di tangan kanannya dan tas panah dirangkulkan di bagian belakangnya. Tidak jauh darinya, ia berhadapan dengan Pangeran Hans yang sedang memegang pedang panjang di tangan kanannya.
“Aku tidak akan membunuhmu, pergilah! Akan kuanggap kita tidak pernah bertemu disini,” perintah Rhea.
“Kamu menyuruhku untuk meninggalkanmu? Begitu saja, tidakkah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan kepadaku?” dengan nada kecewa Hans membuka suara.
“Pangeran Hans yang terhormat, kita tidak akan pernah bersatu. Tidakkah Anda lupa bahwa Kerajaan Aphrodite dan Kerajaan Theligonia sudah bermusuhan sejak lama?” Rhea meninggikan suaranya, mengenggam kuat alat panahnya. “Jika kukatakan pergi, silakan Anda pergi atau aku akan berubah pikiran.” Bulir air matanya mulai turun, secepatnya ia memutar badannya ke belakang.
Hans mencoba meredam amarahnya. Jatuh tersungkur dengan betis kanan menyentuh tanah dan telapak kaki kirinya menginjak tanah, sedangkan pedang di tangan kanannya ditancapkan ke tanah untuk menahan berat tubuhnya. “Jika Kerajaan Aphrodite dan Kerajaan Theligonia tidak pernah mengalami pertikaian. Akankah seorang Putri Rhea Liseira Mhenta akan tetap mencintai Pangeran Hans Dharma Panenta?” Hans menatap punggung Rhea.
Rhea baru saja ingin mengatakan sesuatu sebelum terdengar suara pedang dari kejauhan dan teriakan yang menggema. Ia menoleh ke arah suara, nampak gumpalan asap tebal membumbung naik di atas beberapa pohon. Rhea angkat suara dan menolehkan kepalanya ke samping, “Di dunia ini hal yang paling disayangkan adalah selalu ada kata JIKA.” Rhea berlari dan terbang meninggalkan Hans yang masih tersungkur di atas tanah.
***
“Raja, apa yang terjadi disini? Dimana Ratu dan yang lainnya?”
“Putri Rhea! Cepatlah pergi dari sini. Selamatkan dirimu!”
Sebuah kilatan pedang menusuk lantas membelah punggung Raja Heros dari arah belakang. Raja menoleh ke belakang. Dengan sekuat tenaga bertarung dengan seorang prajurit dari Kerajaan Theligonia.
Putri Rhea melihat dengan matanya sendiri, Raja bertarung dengan sangat keras. Dentuman logam antar pedang terdengar beberapa kali dan percikan api nampak setelahnya. Namun, di lain sisi sebenarnya beliau sudah hampir kehabisan tenaga. Peluhnya mengucur deras di pelipisnya. Terdengar lagi sebuah teriakan wanita dari arah kejauhan, tepatnya dari arah kamar Ratu.
“Ratu?”
Sebelum Rhea sempat terbang mendekati arah kamar Ratu, sebuah kilatan petir ingin menyambar dirinya dari arah belakang. Namun, Rhea berhasil terbang ke sisi sebelah kanan. Lantas, ia menoleh ke belakang. Tepat di belakangnya ada seseorang berbadan tegap dengan tubuhnya yang penuh dengan darah. Tanda ia sudah menghilangkan ratusan nyawa ataupun mungkin ribuan nyawa bangsa peri. Dengan sekuat tenaga Rhea terbang semakin cepat dengan harus memperhatikan arah serangan yang dilontarkan Cakra. Sesekali serangan petir dan cahaya hitam melukai tangannya terkadang kaki.
Aku tidak tahu apa yang ada di otaknya sekarang! Namun, ia terlalu tergila-gila dengan harta. Dasar pengkianat!
Tinggal sepuluh meter lagi Rhea berhasil mencapai ke kamar Ratu. Namun, sepersekian detik kemudian kamar tersebut meledak, menimbulkan efek lontar dengan radius yang cukup besar. Rhea tidak dapat melakukan apapun selain hanya memejamkan matanya, sedang Cakra terlempar jauh ke belakang. “Apa yang kamu lakukan di atas sini?” terdengar suara berat dari sisi telinga kanan Rhea. Ia membuka kedua matanya. Ia masih berada di atas langit dengan sebuah gelembung besar melindungi dirinya dan Philip. Gelembung tersebut difungsikan untuk menahan serangan dari luar termasuk dengan menghindari lontaran dari efek sesuatu yang meledak. Gelembung tersebut dibuat oleh Philip yang sebelumnya baru saja menyadari bahwa Rhea terbang menuju ke arah kamar Ratu.
“Terima kasih telah menolongku. Tetapi aku harus menolong Ratu. Apa yang sedang terjadi di kamar Ratu? Bagaimana dengan Marsha?”
Philip tak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan dari Rhea. Perlahan-lahan dirinya terbang turun, memaksa Rhea juga harus ikut turun ke daratan karena dirinya masih terlindung di dalam gelembung. Tidak banyak perkataan, setelah mereka berdua turun. Philip sudah hampir tidak memiliki tenaga sedikit pun. Sesampai di daratan, terakhir yang dilakukannya adalah menghilangkan gelembung lalu terkulai pingsan tak bertenaga. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka sayatan. Namun, di bagian tulang rusuknya keluar banyak darah karena sebelumnya telah terhunus dengan sebuah pedang. Rhea menggendong Philip, terbang menuju ke arah hutan terlarang. Lantas, membaringkannya di sebuah pohon rindang. Tepatnya di pohon kesukaannya. Dengan mengeluarkan sedikit cahaya putih dari telunjuk kirinya, perlahan ranting-ranting pohon tersebut bergerak memanjang dengan saling menyimpul satu sama lain, membentuk sebuah tempat tidur. Kemudian, dibaringkannya Philip ke atasnya. Dengan jarinya yang lain, ia menyembuhkan luka Philip, walaupun tetap tidak bisa seratus persen sempurna. Lukanya terlalu dalam.
Rhea berlutut dengan telapak kaki kirinya di tanah sedangkan lutut kaki kanannya disentuhnya di tanah “Rhea berjanji untuk membangkitkan Kerajaan Aphrodite menjadi damai seperti semula. Aku berjanji!”
Rhea bangkit berdiri, berjalan kecil, kemudian berlari keluar dari hutan. Suasana istananya semakin kacau. Raja Heros yang masih bertarung tak pantang mundur. Sedang Marsha yang baru saja tertangkap oleh ekor matanya, merubah diri menjadi rubah dan memangsa serta menggigit beberapa pasukan manusia yang ingin memaksa masuk istana. Rhea mengucapkan beberapa mantra untuk menghilangkan diri, berlari masuk ke dalam istana melewati pintu belakang istana. Namun, efek penghilang diri yang baru saja dipelajarinya dari hasil membaca buku peninggalan ibundanya belum seratus persen ia kuasai. Dirinya hanya mampu bertahan paling lama sepuluh menit. Sesampainya, ia di dalam istana, ilmu penghilang dirinya memudar. Keadaan di dalam istana bagai kapal pecah. Keadaan di dalam begitu sunyi dan dingin.
“Hei, lihat siapa yang datang?” sebuah suara terdengar dari arah belakang telinganya.
“Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam sini?” Rhea mulai menyiapkan posisi kuda-kudanya sedang alat panah semakin kuat digenggamnya.
“Oh, Putri Rusa yang malang. Kamu akan habis saat ini juga.” Sekali lagi manusia itu menyunggingkan senyumnya. Senyuman yang berhasil membuat bulu kuduk Rhea bergidik. Tak pernah ia merasa sesak seperti ini. Apalagi ketakutan yang teramat luar biasa pada seorang manusia berbadan tegap dengan perangai yang angkuh seperti itu.
Manusia itu tidak perlu ditakuti Rhea. Mereka terlahir tanpa memiliki kekuatan.
“Larilah lebih cepat atau kita akan ketinggalan pertandingannya, Rhea.” Philip berlari dua langkah lebih cepat dari Rhea. Rhea mengikutinya dari belakang. Anak-anak yang lain juga berlari di sekitaran mereka.Tahun ini arena pertandingan memanah Kerajaan Aphrodite memiliki nuansa yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun lalu. Adanya seorang manusia yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah pertandingan. Pertandingan yang cukup unik dan menjadi perbincangan panas semenjak seminggu terakhir.Tetereteteeeeet...Bunyi terompet terdengar kencang saat seorang peri gajah menghembuskan belalainya memekakkan telinga. Cukup hanya satu tarikan napas, ia mampu mengeluarkan suara nyaring lebih keras dibandingkan dengan suara gaduhnya penonton. Seketika para penonton terdiam. Rhea dan Philip telah sampai saat peri gajah memberikan aba-aba akan dimulainya acara. Mereka berdua duduk di kursi penonton. Sedang arena itu berada di tengah-tengah stadion.
Tetereteteeeeet...Pertandingan selesai. Pertandingan hari ini ditutup dengan kemenangan sepuluh besar. Dilanjutkan dengan pertandingan final yang akan diadakan esok hari.“Makanya jangan sok. Malu-maluin klan kamu sendiri.”“Pulang saja sana. Sebelum kami membawamu terbang lantas menerjunkanmu ke lautan bebas.”Gelak tawa terdengar memekakkan telinganya. Napasnya semakin menderu-deru. Kalau saja sifat cengengnya tidak menguap. Mungkin saja ia akan menangis saat ini juga.“Hei, jangan suka menghina. Dia memang berasal dari klan manusia. Tapi ialah tetap makhluk hidup,” bentak Rhea.“Kalian semua pergilah. Biarlah kami yang mengurus manusia ini.”Apa dikata, tentu saja para peri harus menuruti perkataan Philip. Karena ialah Pangeran Philip, Putra Mahkota.“Aku tidak perlu dibela oleh kalian.” Hans menatap tajam ke arah Rhea. Matanya memerah. Dibuangnya alat pan
“Kamu tak temani dia ke Kerajaan Theligonia?” Philip muncul. Sedari tadi ia menguntit Rhea dari belakang.“Tidak.”“Bukannya kamu suka membela dia?”“Stop sindir aku Kak!”“Baiklah. Kamu sudah tahu kan, mengapa kita harus menjauhi dia?”Rhea tidak menjawab sama sekali. Ia membalas dingin tatapan Philip. Lantas, terbang meninggalkan Philip dan hutan terlarang.Teringat kejadian satu jam yang lalu.***Raja Heros, Raja Kerajaan Aphrodite mengadakan pertemuan kekeluargaan secara mendadak. Meminta seluruh anggota Kerajaan berkumpul di aula istana. Raja menutup matanya. Berkonsentrasi sambil menunggu kedatangan mereka.Seluruh anggota Kerajaan, termasuk Rhea dan Philip mendengar panggilan Raja dari radar sinyal yang dikirimkan Raja. Terdengar lewat salah satu gendang telinga mereka, Segera kumpul di ruang aula!Sepuluh menit kemudian, ketika mentari m
“Rhea. Putri Rhea! Bangun Putri!” Suara lembut terdengar dari seorang wanita, membuat mata Rhea bergerak kecil di balik kelopak matanya. “Bangunlah putri kecilku!”“Ibunda, kaukah itu?” Rhea bergumam kecil. Mengucek-ngucek matanya dengan punggung matanya.“Iya, putri kecilku. Lantas siapa lagi yang berada di ruangan ini jika bukan aku yang bersuara. Mengapa putri kecilku tertidur disini? Bukannya disini dingin?”“Tidak apa-apa ibunda. Aku sedang ingin dekat dengan ibunda. Lagian, ranting-ranting pohon ini menjaga kehangatanku.” Rhea bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian duduk di dekat meja tempat Putri Harmonie berada.“Lihat dirimu. Seberantakannya dirimu kamu tetap cantik.”“Putri siapa dulu dong!” Rhea tersenyum.“Adakah yang mau kamu tanyakan pada ibu?” tanya Putri Harmonie.Layar wajah hologram Putri Harmonie menghilang sepersekian de
12 tahun yang lalu.Hans Dharma Panenta, seorang Pangeran tampan telah lahir ke dunia di kala bulan purnama menjadi pengisi angkasa malam itu. Kulitnya berpigmen kuning langsat sedang bibirnya merah bagai buah delima. Tangisannya tak seperti sedang meracau, sunyi setelah berada di gendongan Putri Panthea. Berita suka cita tersebut mulai tersebar dimana-mana setelah para penunggang kuda memberitakan berita kelahiran seorang bayi laki-laki calon penerus Kerajaan Theligonia. Pesta akan digelar tujuh hari tujuh malam merayakan kelahiran bayi mungil dari Pangeran Dalmacio.Seluruh seisi istana Theligonia sampai ke pasar digelar acara besar-besaran. Ada yang menyanyi, ada yang mengadakan lomba gulat sampai dengan pertunjukan siapa yang paling terkuat. Masyarakat begitu antusias dengan berita gembira tersebut. Sudah lama sekali Kerajaan Theligonia tidak semeriah ini semenjak Raja Perseus sibuk menangani pekerjaannya di istana.Jika pesta rakyat berada di luar
“Percuma aku bilang ke Ayahanda tentang rencanaku.” Harry mengembuskan napas berat. Matanya kosong menatap ke rimbunan pepohonan. Hutan terlarang.“Manusia keras kepala seperti itu mana peduli akan rencanamu. Jika iya, tentu saja aku pun bisa berkeliaran dengan sangat bebas di Kerajaanmu.”“Hei, cuman kau yang berani bilang dia keras kepala. Kalau Pangeran lain mana berani. Hahaha... ”“Coba ceritakan padaku bagaimana kamu bisa bertemu dengan wanita yang kau ceritakan waktu itu.” Cakra menatap lekat-lekat Harry.“Random sekali Anda. Tadi membicarakan tentang Ayahanda, sekarang kau sangat ingin tahu wanita itu. Mencurigakan.”“Apanya mencurigakan? Aku malas membicarakan si keras kepala itu. Dan tentu saja aku sangat ingin tahu wanita itu, mana tahu aku pernah lihat saat aku main kesana kemarin.”“Wah, kau sudah berani bolak-balik kesana ya? Apakah Ayahanda dan
“Aku tidak pantas menjadi Raja jika aku hanya akan menjadi permainan menteri Kerajaan. Harusnya kamu tahu itu Panthea.”Panthea menarik napas dalam-dalam.“Harry, aku mengenal kamu sejak kita kecil. Kamu adalah seorang yang pemberani. Seseorang yang selalu berlaku adil untuk semua orang. Jika kamu tidak menjadi Raja. Siapa lagi yang bisa?”“Tentu saja suamimu Panthea.”“Tidak Harry. Pangeran Dalmacio adalah Pangeran kedua dan ia terlalu ambisius. Seperti yang kamu tahu bukan?”“Ya. Dan pada akhirnya kamu lebih memilih dia daripada aku.”“Harry!”“Baik. Baik. Aku tetap akan berpikiran sama. Aku hanya menyukai alam bebas. Mengarungi dunia.”“Lantas dengan egomu yang ingin mengelilingi dunia. Pada saat kamu pulang, saat itu juga dunia akan hancur di belakangmu.”“Kamu memang selalu saja seperti ini. Keras kepala.” Har
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.“Hei, cepatlah berlari. Nanti buruan kita bisa hilang.” Hans berteriak cukup kuat, tatapannya tetap fokus ke arah mangsanya tersebut. Di belakangnya, disusul seorang anak laki-laki berbadan cukup besar seperti anak remaja. Namun, ia seumuran dengan Hans yaitu berumur dua puluh tahun. Ia terus berlari mengejar tuannya tersebut.Peluh bercucuran seiring dua orang laki-laki itu berlari. Mereka berlari dari dalam istana, melewati lapangan hijau, bahkan hampir membuat pasar menjadi lintang-pukang akibat ulahnya. Tetap saja seekor kijang berbadan gempal tersebut berlari tanpa tersentuh oleh tombak yang digenggam Hans dan Steve.Selalu saja tombak yang hendak mereka acungkan ke arah badan kijang berhasil dihindari. Sungguh gesit jika dibandingkan dengan binatang yang biasa mereka tangkap. Tatkala mereka terus berlari semakin lama semakin jauh menjauhi istana. Kini yang berada di samping kiri kanan mereka bu