Share

Chapter 2

Author: Suzy Wiryanty
last update Huling Na-update: 2021-08-03 03:20:32

"Saya sudah menghubungi suami Anda yaitu Bapak Nayaka Bratadikara. Tetapi beliau mengatakan bahwa dia sudah tidak ingin mendengar kabar apapun lagi dari Anda karena beliau sudah mendaftarkan gugatan perceraian terhadap Anda sebulan yang lalu.

Saya juga sudah menghubungi kedua orang tua Anda, Bapak Candra Daniswara dan ibu Kartika Daniswara. Tetapi mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak mau bertanggung jawab lagi terhadap semua tindakan ehm maaf tidak bermoral Anda selama ini. Jadi saya harap Anda mengerti kalau Anda merasa heran kenapa hanya Anda satu-satunya pasien di rumah sakit ini yang tidak pernah di kunjungi oleh keluarga mau pun kerabat. Saya minta maaf, saya tidak bisa berbuat banyak untuk Anda." Orlando berusaha merangkai kalimat sehalus mungkin untuk Maya. Tetapi tetap saja rasanya terdengar cukup menyakitkan saat tidak ada seorang pun yang ingin menjenguknya alih-alih membawanya pulang.

"Te—terima kasih karena Anda sudah bersusah payah untuk berusaha menghubungi orang-orang terdekat yang masih memiliki hubungan dengan diri saya. Tidak apa-apa kalau mereka semua tidak menginginkan saya. Kita kan tidak bisa memaksa orang untuk mencintai atau membenci kita bukan? Hanya saja saya merasa bingung mengapa mereka semua menolak saya. Apakah sebelumnya saya begitu jahat sehingga tidak termaafkan oleh mereka semua Pak AKBP?"

Maya merasa begitu merana saat orang-orang terdekatnya menolaknya sampai sebegitu rupa. Sebenarnya apa sih salahnya? Sayang sekali pada saat ini dia tidak bisa mengingat apa-apa, sehingga dia tidak tahu sebesar apa kesalahan yang pernah ia perbuat dulu.

Tetes demi tetes air matanya mulai menganak sungai. Sesungguhnya Maya begitu ketakutan dalam menghadapi masa depannya. Kehilangan ingatannya saja sudah membuatnya begitu merana, ini ditambah lagi orang-orang terdekatnya pun menolak kehadirannya. Maya begitu gamang dalam menghadapi hari-hari berikutnya tanpa siapapun yang bersedia membantunya.

Maya melihat sang AKBP sepertinya akan segera pergi dan kembali meninggalkannya dalam keheningan yang menakutkan karena ia bahkan tidak mengenali dirinya sendiri.

"Tolong Pak Polisi, ja—jangan pergi." Bisik Maya ketakutan sambil menegang lengan pria itu erat-erat seperti berpegangan pada pelampung penyelamatnya.

"Jangan pergi, please." Maya melihat wajah pria yang begitu maskulin akibat bakal cambang yang baru tumbuh sehari itu sedikit melembut. Tetapi tatapan matanya berbanding terbalik dengan sikap lembutnya. Raut wajahnya tampak seperti mengejek dan merendahkannya. Maya memang amnesia, tapi itu bukan berarti dia kehilangan kemampuan untuk sekedar membaca air muka seseorang.

"Saya tidak tahan melihat air mata wanita. Teruslah menangis dan saya akan pergi." Desisnya pelan.

"Ba—baiklah saya tidak akan menangis. Saya akan tertawa saja agar Anda merasa betah disini menemani saya. Hahahaha..."

Maya mencoba tertawa diantara derai airmatanya. Tetapi air matanya tidak mau bekerjasama dengan tawanya. Air matanya masih saja mengalir deras dan sang AKBP pun kembali memaki pelan. Polisi itu meraih tubuhnya beserta dengan selimutnya sekaligus ke dalam pelukannya. Mengayunkannya maju mundur perlahan dengan pelukan yang begitu kuat dan menenangkan.

Maya seketika merasa begitu tenang. Perlahan ia meletakkan kepalanya pada lekukan kokoh bahu Orlando. Untuk pertama kalinya memperhatikan detail wajah maskulin namun cantik itu.

"Bolehkah saya meminjam cermin? Saya sangat ingin melihat wajah saya sendiri, kalau Anda tidak keberatan." Orlando pun berlalu dari kamar bernomor 156 itu. Ia mencari perawat dan minta dipinjamkan sebuah cermin. Saat Orlando kembali dan memberikan sebuah cermin bulat sederhana ke tangannya, Maya mengangkat cermin itu tepat ke wajahnya.

"Rasanya aneh sekali saat kita tidak bisa mengenali wajah sendiri." Maya berguman pelan.

"Anda tidak punya alasan untuk mengeluh." Orlando menjawab datar. Bahkan dalam keadaan babak belur saja kecantikan Maya masih tidak bertandingi.

"Menurut Anda begitu? Mengapa?" Orlando melihat Maya menatap cermin tanpa sedikitpun ada rasa puas diri di dalamnya. Maya yang sebenarnya adalah type wanita yang amat sangat percaya diri dan sadar akan kecantikannya yang di atas wanita rata-rata. Tetapi sikapnya saat ini sangat berbanding terbalik dengan Maya yang biasanya.

"Mengapa begitu?"

"Karena menurut orang-orang di negri ini, Anda itu memiliki paras yang amat sangat cantik Bu Maya." Orlando melihat Maya terlihat seperti orang yang kebingungan.

"Begitu? Mengapa saya sama sekali tidak melihat alasannya." Maya kemudian membuat ekspresi lucu. Memonyongkan bibirnya dan memendelikkan matanya berkali-kali. Tawa terlihat muncul yang seketika kembali tersaput kesedihan.

"Saya bukannya ingin memancing pujian. Tapi saya merasa wajah ini biasa-biasa saja. Saya—saya tidak mengenali wajah saya sendiri. Bagaimana ini? Bagaimana?" Mata segelap onyx itu mulai bermozaik dan bersiap-siap akan mengeluarkan air mata.

"Jangan! Anda sudah tahu bahwa saya tidak suka melihat air mata wanita. Atau saya akan pergi!"

"Iya iya... Saya—saya tidak akan menangis. Saya akan kembali tertawa saja. Hahhahaha..." Maya kembali mencoba tertawa di antara kabut air mata yang tergenang dalam bening matanya.

"Apa yang sebenarnya telah terjadi pada Anda, Bu Maya? Siapa yang sangat menginginkan kematian Anda sampai ia tega mencekik Anda dan membuang tubuh Anda kerawa-rawa? Apakah Anda sedikitpun tidak mengingatnya?"

"Sayangnya tidak Pak Polisi. Pikiran saya kosong. Saya bahkan tidak dapat mengingat nama saya sendiri. Seperti apakah dulu kepribadian saya Pak Oolisi? Apakah akhlaq saya sangat buruk sampai-sampai suami dan orang tua kandung saya pun tidak mau lagi mengenal saya? Tolong beritahu saya agar saya tahu kelak bagaimana saya harus bersikap."

Maya melihat polisi itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya menyerahkan ponsel kepadanya.

"Begini saja, Anda silahkan lihat saja berita mengenai diri Anda sendiri di internet. Anda bisa melihat you tube, search g****e dengan hanya mengetikkan kata Candramaya Daniswara Bratadikara. Coba saja. Dari sana Anda tentu akan mendapatkan sedikit gambaran tentang bagaimana kepribadiaan Anda yang sebelumnya."

Dengan tidak sabar Maya pun segera googling tentang jati diri dan kehidupannya yang sebelumnya. Wajahnya semakin lama terlihat semakin memucat saat membaca kata-kata yang tertera disana. Apalagi saat ini melihat you tube dan melihat tingkah liarnya berikut pakaian minimnya. Maya tidak sanggup melihat wajahnya sendiri ada disana. Ia malu!

"Pantas saja kalau suami saya dan kedua orang tua saya membuang saya. Kelakuan dan akhlaq saya ternyata naudzubillah min zalik buruknya." Orlando memperhatikan wajah Maya yang terlihat antara sedih, malu dan juga serba salah. Dia sendiri sebenarnya juga bingung. Mengapa Maya yang amnesia ini tingkahnya sangat berbanding terbalik dengan saat dia sadar sepenuhnya. Orlando yakin, kalau sikap Maya berubah menjadi manis dan baik seperti saat terkena amnesia begini, orang-orang pasti akan lebih suka kalau ia amnesia saja selamanya.

Tok! Tok! Tok!

Setelah Orlando menjawab masuk, Maya melihat ada seorang lelaki tampan lainnya dan seorang wanita paruh baya berhijab memasuki ruangan tempat ia dirawat.

"Maaf, Bapak dan Ibu ini siapa ya? Maafkan saya saat ini tidak begitu baik ingatannya." Maya melihat kedua orang yang wajahnya mirip itu sedikit tertegun mendengar kata-katanya. Mereka masih terdiam saat Orlando lah yang memecahkan kebisuan mereka berdua.

"Mereka ini ibu mertua dan suami Anda, Bu Maya. Ini adalah Ibu Khadijah Bratadikara dan Bapak Nayaka Bratadikara."

Mendengar kata-kata Orlando, Maya seketika berusaha bangkit dari tidurnya dan menyalami tangan suami dan ibu mertuanya. Maya bukan hanya menyalami biasa. Ia bahkan mencium pungung tangan suami dan ibu mertuanya. Lagi-lagi Maya melihat suami dan  ibu mertuanya terdiam. Maya merasa mungkin mereka berdua sudah begitu muak dengan sepak terjangnya di luaran selama ini. Sehingga mereka memilih untuk mendiamkannya saja.

Maya berusaha bangkit dari posisi duduknya. Dia mencoba turun dan bersimpuh di hadapan suami dan ibu mertuanya. Maya tahu walaupun ia akan segera bercerai dari suaminya, tetapi ia belum minta maaf secara pribadi secara layak dengan mereka berdua. Maya merasa ini adalah saat yang paling tepat baginya untuk meminta maaf atas semua kelakuan bejatnya yang rasa-rasanya agak mustahil untuk dapat di maafkan. Tetapi yang paling penting adalah dia sudah mencoba. Masalah mereka berdua mau atau tidak memaafkannya, biarlah itu menjadi urusan mereka.

"Maya memohon maaf yang sedalam-dalamnya pada M—Mas Nayaka Bratadikara dan ibu Khadijah atas semua kelakuan buruk Ma—Maya selama ini. Maya tidak bisa lagi merangkai kata untuk memohon maaf pada Mas Naya, maaf kalau saya salah mengucapkan nama Mas, dan Ibu. Maya benar-benar menyesal Mas, Ibu.

Mas Naya dan ibu jangan salah tafsir. Maya melakukan ini bukan karena Maya ingin Mas mencabut gugatan perceraian. Itu sama sekali tidak terlintas dalam pikiran Maya. Menurut Maya, memanglah sudah sepantasnya Mas menceraikan seorang istri yang tidak baik seperti Maya ini. Maya amat sangat mengerti. Yang Maya inginkan saat ini hanyalah meminta maaf pada Mas Naya dan ibu." Dua orang di depannya seperti baru tersadar dari ketertegunan saat melihat Maya yang sedang bersimpuh dengan susah payah.  Cairan infusnya pun sampai dicabut dari tempatnya dan dipegang oleh Maya.

"Sudah Maya, sudah. Kita lupakan saja semua masa lalu kita. Ibu sudah memaafkan kamu dari jauh-jauh hari. Astaga, ibu tidak pernah bermimpi melihat kamu memanggil Nayaka dengan sebutan Mas dan meminta maaf pada ibu. Maya yang seperti ini membuat ibu sangat senang, Nak. Maya seperti berubah menjadi pribadi yang baru."

Ibu Khadijah membantu Maya bangkit dan mendudukkannya kembali ke ranjang. Bu Khadijah juga kembali menggantungkan cairan infusnya pada tempatnya.

Maya kembali terisak pelan saat ibu mertuanya juga membantunya kembali berbaring di ranjang rumah sakit. Ibu mertua yang baiknya seperti ini bagaimana mampu ia sia-siakan selama ini? Ia jahat sekali selama ini rupanya.

Pandang mata Mata pelan-pelan bertemu dengan suaminya. Sedetik kemudian Maya menundukkan wajahnya dengan pipi memerah. Dia malu karena dipandangi oleh suaminya sendiri. Suami yang sudah begitu sering ia sakiti jiwa raganya.

"Saya sudah mendengar semua keadaan kamu dari dokter yang merawat kamu juga dari bapak polisi ini. Seperti yang sudah kamu ketahui, saya telah mendaftarkan gugatan perceraian kita sejak sebulan yang lalu. Karena keadaan kamu yang seperti ini dan juga pihak keluarga kamu juga tidak mau menerima kamu kembali, saya hanya bisa menawarkan ini." Suaminya mengeluarkan sebuah amplop tebal dari balik jas nya.

"Ini ada uang kontan sebanyak dua ratus juta. Ambil saja buat kamu selama kamu belum bisa ehm bekerja. Setidaknya kamu bisa hidup layak sementara dengan uang ini. Setelah pengadilan memutuskan perceraian kita, saya akan memberikan harta gono gini yang amat sangat kamu inginkan itu. Mengerti kamu, Maya?"

Maya terdiam. Dia tahu dia telah banyak berbuat kesalahan. Dan dia tidak ingin lagi menambah beban suami dan mertuanya ini dengan menanggung biaya hidupnya. Selama iya memiliki panca indera lengkap, insya Allah ia akan berusaha menghidupi dirinya sendiri. Iya yakin, selama ia mau berusaha, pasti Allah akan melancarkan usahanya.

"Terimakasih atas niat baik Mas Naya yang ingin membantu Maya. Tetapi maaf Maya sudah tidak bisa lagi menerima kebaikan Mas. Biarlah mulai hari ini Maya akan berusaha berdiri di atas kaki Maya sendiri dengan uang yang insya Allah halal. Mas cukup doakan saja agar Maya tambah kuat dalam menjalani cobaan ini hidup ini ya, Mas? Bagaimana pun juga kita berdua dulu pernah saling mencintai satu sama lain. Ini, Mas simpan saja lagi uang ini. Maya bukannya tidak membutuhkannya Mas, tetapi Maya hanya ingin mulai berdikari sendiri. Bantu saja Maya dengan doa ya Mas?" Maya tiba-tiba saja merasakan tangan kanan suaminya mengelus puncak kepalanya perlahan.

"Kalau saja kamu dulu semanis ini dalam bersikap, Mas tidak akan pernah mau mengajukan gugatan perceraian kepengadilan, sayang. Apakah kamu ingin Mas mencabut gugatan itu, Maya?" Mata Maya terbelalak mendengar tawaran suaminya.

"Jangan Mas. Bukankah tadi sudah Maya katakan kalau Maya bukannya ingin mencari simpati dan mementahkan kembali keinginan Mas untuk menggugat cerai Maya. Maya murni hanya ingin meminta maaf saja. Mas Naya berhak mendapatkan istri yang jauh jauhhhh lebih baik dari Maya." Sahut Maya tegas.

"Tumben lo dikasih duit kagak mau kakak ipar? Lagi banyak duit ya lo habis jualan sama politisi itu?" Maya menatap nanar seorang pria berambut gondrong lainnya yang baru saja masuk dan menatapnya dengan raut wajah yang begitu melecehkan. Menilik wajahnya yang begitu mirip dengan suaminya dan panggilan kakak ipar padanya, Maya langsung tahu kalau laki-laki ini adalah adik iparnya.

Mereka yang ada di dalam ruangan cuma bisa menunggu letupan amarah Maya. Maya yang dulu pasti akan langsung membalas kata-kata adik iparnya dengan tak kalah pedas. Tapi kali ini, berbeda. Maya sama sekali tidak membalas kata-kata penuh provokasi adik iparnya. Dia hanya diam, tetapi air matanya mulai berlelehan. Orlando menarik nafas panjang, sepertinya ini sudah saatnya dia turun tangan. Maya sudah terlihat makin tertekan.

"Jika Anda semua sudah tidak ada keperluan lagi disini. Silahkan menunggu di luar saja. Biarkan Bu Maya beristirahat dulu."

Orlando mengusir tamu-tama Maya secara halus.

"Khusus buat Anda saudara Thoriq. Kita ini laki-laki, jangan suka bersikap playing victim seperti seorang perempuan. Hanya karena Anda tidak bisa mendapatkan kakak ipar Anda yang begitu Anda dambakan, maka Anda membalas dendam dengan cara mengata-ngatainya hanya karena dia sedang amnesia." Tukas Orlando datar. Ia tahu kalau selama ini Thoriq memang suka membuntuti Maya ke mana-mana. Ia pernah beberapa kali memergokinya.

"Benar begitu, Thoriq?" Nayaka terlihat mengepalkan kedua tangannya. Dia terlihat tidak percaya kalau adiknya ternyata juga menginginkan istrinya.

"Gue hanya mengatakan kebenaran kok, Bang. Mbak Maya juga menggoda pria-pria setiap weekend di club."

"Dan mengapa Anda selalu ada di setiap kakak ipar Anda ada di club? Anda bukan secret admirernya bukan?"

Orlando hanya berbicara santai saja, namun wajah Thoriq sudah berubah menjadi merah padam. Kini mereka tahu bahwa Orlandolah yang benar karena Thoriq bahkan tidak bisa membantah kebenaran kata-katanya.

Thoriq Bratadikara

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • The Tears I Shed   Extra Part

    "Mbak Gadis, melahirkan itu sakit nggak sih? Salwa takut, Mbak. Menjelang hari Hnya seperti ini, Salwa keder, Mbak. Ngeri."Gadis yang sedang menyusui Dimetrio Atmanegara, putra pertamanya mengalihkan pandangannya pada Salwa. Sahabat sekaligus partner in crimenya di restaurant dulu yang kini telah menjadi kakak iparnya. Salwa menikah dengan Putra Tirta Sanjaya, kakak sulungnya satu setengah tahun yang lalu. Kini Salwa tengah hamil tua dan tinggal menghitung hari kelahirannya. Tidak heran kalau kakak iparnya ini ketakutan memikirkan betapa menyakitkannya proses kelahiran yang harus ia lalui."Begini ya, Salwa. Mbak akan memberi gambaran dari mana muncul rasa sakit itu dulu sebelum asumsi kamu melebar kemana-mana. Salwa, dengar, penyebab sakit saat melahirkan itu biasanya adalah karena kontraksi otot. Rahim kita ini memiliki banyak otot. Otot ini akan berkontraksi dengan kuat untuk mengeluarkan bayi s

  • The Tears I Shed   Chapter 46(end)

    Rumah mewah yang terletak di pinggir pantai itu tampak mentereng dan megah. Karta Suwirya membangunnya terpisah cukup jauh dari penginapan exclusive khusus untuk para turis yang datang berkunjung. Terlihat sekali Karta menginginkan agar privacynya tidak terganggu. Dalam gelapnya malam, rumah itu bersinar layaknya cahaya mercusuar. Pantai ini sebenarnya adalah pantai daerah wisata. Sementara penginapannya terletak diseberang pulau. Jadi untuk mencapai penginapan dan akses keluar masuk pulau, para penghuninya harus menggunakan kapal ferry. Begitu pun untuk kegiatan sehari-hari. Penginapannya memang sangat mewah namun sangat terpencil. Daerah wisata seperti ini biasanya adalah destinasinya para pengantin baru yang ingin honeymoon. Karena kesan yang di tampilkan itu private dan juga intimate. Di tempat inilah Kartasuwirya biasanya menyembunyikan para selingkuhannya. Tempat yang sampai sejauh ini belum terendus oleh istrinya. M

  • The Tears I Shed   Chapter 45

    Dalam diam Gadis menajamkan pendengarannya. Pada saat matanya tidak bisa ia gunakan, maka telinganya lah yang akan ia maksimalkan. Ia sama sekali tidak mau mati konyol di sini. Ia tahu bahwa panik tidak akan memberikan manfaat apa-apa selain membuat tekanan darahnya meninggi dan kemampuan berpikir sel-sel otaknya menjadi lumpuh. Mobil berjalan cepat dan semakin lama perjalanan sepertinya semakin menurun dan berkelok-kelok. Perut Gadis seperti sedang dikocok-kocok saking mualnya. Gadis menarik nafas pelan-pelan dan menghembuskannya secara teratur. Ia tidak bisa mengeluarkannya dari mulut karena mulutnya telah di lakban. Gadis sampai mengeluarkan keringat dingin saking enegnya. Setelah perjalanan di dalam mobil yang rasanya lama sekali, akhirnya mobil yang membawanya berhenti juga. Telinga Gadis langsung menangkap suara debur kencang ombak yang memecah pantai. Berarti ia sedang diasingkan pada sebuah pantai. Benaknya mencatat baik-baik semua tanda

  • The Tears I Shed   Chapter 44

    Hujan deras diiringi suara petir yang menggelegar membuat Gadis yang ditinggal sendirian di rumah menjadi ketakutan. Dua orang ART orang tuanya yang merupakan ibu dan anak, sudah tidur sejak jam sembilan tadi. Hujan deras di malam hari memang cenderung membuat orang lebih cepat mengantuk. Sebenarnya tadi Gadis berat sekali melepas Orlando untuk bertugas. Entah kenapa malam ini hatinya resah dan perasaannya tidak enak. Gadis merasa mungkin ini semua adalah akibat dari hormon kehamilannya.Demi membunuh rasa sepi dan ketakutannya, Gadis menonton televisi sambil menunggu kantuk menghampirinya. Tetapi walaupun pandangannya mengarah kedepan, Gadis sama sekali tidak bisa menikmati apa yang disajikan didepan matanya itu. Dia sangat gelisah!Ceklek!"Arrghhhh!"Gadis menjerit kaget saat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Setelah melihat dua orang Asisten Rumah Tangga orang tuanya masuk

  • The Tears I Shed   Chapter 43

    Disepanjang perjalanan pulang Orlando berkali-kali melirik Gadis yang duduk diam bagai arca di sampingnya. Dia yang modelnya lempeng dan tidak mengerti cara merayu ini bingung harus mencari topik apa untuk membuka obrolan. Bayangkan saja, dia yang sehari-hari cuma menginterogasi dan menekan para bandit dan juga penjahat, kini di paksa harus menjadi Sudjiwo Tejo. Orlando khawatir kata-kata indah yang sudah susah-susah dirangkainya bukannya terkesan mesra tetapi malah lebih mirip Berita Acara Pemeriksaan lah ujung-ujungnya. Kan bisa gawat jadinya."Abang memang orang yang kaku dan tidak bisa melakukan apapun dengan benar, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui sayang. Abang sangat mencintai kamu. Tolong maafkan kebodohan Abang yang sudah membuat kamu sedih dan sakit hati. Maaf jika selama ini mungkin Abang kurang perhatian kepada kamu. Karena jujur Abang sering kali bingung saat harus membagi waktu antara harus ngangenin kamu atau miki

  • The Tears I Shed   Chapter 42

    Selama menunggu atasannya membawa pulang istrinya ke rumah kediaman Antariksa, Orlando menunggu di pintu gerbang. Ia terus berjalan hilir mudik sehingga membuat SATPAM di pos jaga ikut stress melihatnya. Dibenaknya terus saja mengulang-ulang adegan di wajah basah penuh air mata istrinya tengah tertidur pulas dalam pelukan atasannya. Orlando sungguh tidak terima karena ia bahkan tidak pernah menyentuh kulit Rani kecuali hanya untuk bersalaman. Ia menghormati Rani sebagai seorang perempuan sekaligus juga istri atasannya. Bagaimana ia tidak emosi jiwa membayangkan kalau istrinya dirangkul-rangkul dan dipeluk-peluk laki-laki lain?Padahal Orlando tidak tahu saja kalau penampakan di photo itu hanyalah pencitraan publik semata. Fatah melakukannya untuk membalas rasa kesalnya pada Orlando. Orlando pasti tidak tahu cobaan seperti apa yang ia dapatkan behind the scene photo itu ia kirimkan.Ceritanya akibat Gadis yang terus menerus menangi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status