Sekali lagi diamatinya lukisan itu. Sejujurnya dia tidak mengerti nilai artistik lukisan tersebut. Baginya itu hanya sebuah lukisan kuno dan antik.
Lukisan yang menggambarkan dua orang tengah bermain musik dengan alat musik kuno di bawah sebatang pohon plum itu merupakan warisan dari kakek buyutnya. Selama bertahun-tahun lukisan itu telah menghiasi dinding rumahnya. Selintas tidak ada yang istimewa dari lukisan kuno itu.
Hingga suatu hari, tanpa sengaja dia mengunggah foto lukisan itu di salah satu aplikasi penggemar foto. Dan tiba-tiba ada seseorang yang tertarik untuk membeli lukisan itu.
Pada awalnya dia tidak ingin menjual lukisan warisan kakek buyutnya. Namun suatu kebutuhan mendesak, membuatnya rela melepas lukisan itu.
Harga yang ditawarkan cukup mahal. Dia menganggap itu sepadan. Toh bukan dia yang melukis. Dia hanya merawat lukisan itu selama ini.
Dan kini, di dinding salah satu balai lelang internasional yang terkenal, lukisan itu tergantung.
Lukisan perdana karya Zhao Mengfu (1254-1322AD)
Kata-kata yang tercantum di bawah lukisan itu membuatnya melotot. Meski bukan penggemar barang antik, namun dia tahu makna kalimat itu. Zhao Mengfu adalah pelukis terkenal di masa dinasti Song. Itu berarti mengindikasikan mahalnya harga lukisan itu.
Dia merasa dibodohi oleh orang yang telah membeli lukisan itu darinya. Meski sempat bertanya, sang pembeli sama sekali tidak mengakui keantikan dan nilai asli lukisan itu. Dia hanya mengatakan lukisan itu bagus dan menyukainya. Sungguh tindakan yang jauh dari nilai klasik.
Dia tersenyum memandang lukisan itu. Sebuah rencana berkelebat di benaknya. Lukisan itu miliknya dan tetap akan jadi miliknya.
Dengan senyum sinisnya, dia kembali berkeliling balai lelang ini. Mengamati setiap sudut, setiap benda dan pengunjung maupun karyawan balai lelang yang hilir mudik.
Dan setelah puas berkeliling dia pun meninggalkan balai lelang tersebut. Dia kembali menyusuri jalanan seperti hari-hari biasanya yang dia lalui. Menyusuri sepanjang jalanan kota yang telah dihapalnya di luar kepala.
Jalanan di depan balai yang selalu ramai hingga gang sempit di belakang balai lelang yang tembus dengan jalanan sepi di samping hotel termewah di negeri ini. Dia hapal setiap lekuk sudut kawasan itu. Dia tahu kapan jalanan sempit akan penuh sesak pejalan kaki dan kapan tidak ada satu manusia pun melintasinya.
Ini adalah wilayahnya. Di mana dia mengenal setiap orang, setiap benda dan setiap sudut tersembunyi dan gelap. Dia bisa menyaru kapan saja, di mana saja dan menjadi siapa saja.
Kini dengan bertopi polo putih, celana pendek katun dan t-shirt polo abu-abu, tidak ada satu pun orang yang mengenalinya. Tidak akan ada yang mengira dia baru saja mengunjungi balai lelang untuk mendapatkan kembali benda miliknya.
Benda yang dia lepaskan untuk menyelamatkan nyawa sahabatnya. Sayang, dia tertipu dan nyawa sahabatnya pun tidak tertolong.
Dengan kepalan tangan yang semakin erat, dia berjanji demi sahabatnya, untuk mengambil kembali lukisan itu. Dan memberi pelajaran orang-orang yang berkedok nilai seni dan budaya. Namun mereka hanyalah sekelompok manusia serakah yang silau dengan gemerlap dolar.
Seringaian sinis muncul di lekuk bibirnya yang seksi. Dia telah selesai dengan rencananya. Rencana yang akan membuat keributan besar di kalangan pencinta seni. Rencana yang setidaknya akan mempermalukan mereka.
Mereka yang menganggapnya bodoh dan tak berotak. Mereka yang membodohi orang-orang seperti dia. Dan nanti merekalah yang dibodohinya.
"Harry, buka pintunya!" Seseorang menggedor pintu rumahnya dan berteriak-teriak dengan keras.Harry dengan malas bangkit dari tempat tidurnya. Diseretnya kakinya dengan berat untuk membuka pintu. Dengan malas dibukanya pintu kayu yang cukup berat itu. Dan di saat bersamaan sang penggedor pintu tengah mengayunkan kaki hendak menendang pintu kayu yang lumayan berat itu. Sementara sebuah tas ransel bergelantungan di dadanya.Untuk sesaat keduanya saling bertatapan. Dengan jengkel, sang penggedor pintu menurunkan kakinya. Dan dengan marah dia meraung pada pria di depannya yang tengah menyender dengan santai di daun pintu."Harry Si, bisakah kau berpakaian dengan benar?" teriaknya dengan salah tingkah."Milli, bisakah kau tidak berteriak? Suaramu terdengar sampai ke ujung gang," Pria itu menjawabnya dengan acuh tak acuh.Sang penggedor pintu bernama Milli itu pun memelototi pria di depann
Hari ini, dia kembali berkunjung ke balai lelang. Seperti biasanya, dia menyusuri balai lelang yang luas dengan menenteng kameranya. Dia mengambil gambar beberapa obyek yang menarik perhatiannya. Sebuah guci cina antik, patung Buddha, dan beberapa lukisan yang tergantung berjejer. Fotografi merupakan hobinya semenjak masih sekolah. Dan kini dia menjalankan tugasnya sebagai fotografi freelance untuk sebuah majalah. Dia ditugaskan untuk mengambil potret koleksi antik balai lelang terkenal ini untuk melengkapi artikel mereka. "Hai, kau datang lagi? Lebih baik kau segera menyelesaikan tugas pemotretanmu. Besok balai lelang ini akan memindahkan semua koleksinya ke hotel berbintang lima untuk acara pelelangan perayaan tahun baru," seorang petugas keamanan menyapanya dengan antusias. "Oh ya? Wah aku harus segera menyelesaikan tugasku kalau begitu. Terima kasih bro untuk informasinya." Fotografer itu tersenyum gembira. Kembali dia berkeliling untuk memotret beberapa obyek yang memang diiji
Memindahkan Koleksi Kesibukan terlihat di area gudang balai lelang. Tampak beberapa orang tengah memindahkan barang ke sebuah truk besar. Hari ini, sebagian besar barang-barang koleksi milik balai lelang ini akan dipindahkan ke lokasi pelelangan tahun baru Imlek. Acara itu diadakan di salah satu hotel termewah di negeri Singa ini. Satu per satu barang-barang itu berpindah ke dalam truk. Selain guci-guci antik, furniture kuno, gulungan naskah kuno, dan keramik antik, ada juga lukisan-lukisan karya pelukis terkenal. Mereka memindahkan barang-barang antik itu dengan hati-hati. Sedikit kecerobohan bisa berakibat fatal. Hampir semua barang antik itu bernilai jutaan dolar. Pemindahan barang ini merupakan sebuah upaya yang besar. Karyawan balai lelang ini tidak mungkin bisa menangani sendiri. Karena itu pihak pengelola balai lelang menyewa jasa tukang untuk memindahkan barang-barang ini ke lokasi pelelangan. Proses pemindahan barang ini memakan waktu hampir tiga hari. Dan selama pemindah
Suasana di hotel mewah itu sangat meriah malam ini. Selain merayakan tahun baru Imlek, malam ini merupakan pelelangan berbagai banda seni, antik dan kuno dari sebuah balai pelelangan terkemuka di negeri ini. Dan primadona malam ini adalah sebuah lukisan antik yang ditengarai sebagai karya pertama Zhao Mengfu. Dia merupakan salah satu dari lima pelukis kuno yang sangat melegenda. Tak heran jika lukisan itu dibandrol dengan tawaran awal yang cukup tinggi. Bisa dipastikan lukisan itu akan menjadi lukisan termahal di awal tahun ini. Pelelangan ini mendapat apresiasi dari pencinta seni di seluruh dunia. Bukan hanya para kolektor dan pemburu benda seni, bahkan beberapa kepala negara pun turut hadir. Semakin malam suasana pelelangan semakin meriah. Satu per satu para penawar menawarkan harga tertinggi untuk benda seni yang mereka incar. Tak terkecuali lukisan Zhou Mengfu. Lukisan antik ini dibanderol dengan harga awal yang cukup tinggi. Namun itu tidak mengurangi minat para kolektor untu
Desas-desus santer terdengar dalam kalangan kolektor barang seni. Sejumlah kolektor mendapatkan informasi tentang keberadaan lukisan yang diklaim sebagai asli karya Zhou Mengfu. Itu terungkap tanpa sengaja, saat sebuah acara talk show mengundang seorang pengusaha keturunan China yang berdomisili di Kanada. Acara talk show yang meliput kediaman pengusaha kaya itu tanpa sengaja menyorot koleksi lukisan miliknya. Dan di antara lukisan itu terdapat lukisan yang sama persis dengan yang dilelang beberapa bulan lalu. Polemik pun tak terhindar. Adu klaim keaslian pun terjadi. Kedua-duanya mengaku memiliki lukisan yang asli. Sehingga para kolektor menengahi perseteruan dua pengusaha ini. Dan sebagai pihak yang melelang lukisan tersebut, balai lelang itu berinisiatif untuk membuktikan keaslian lukisan yang mereka lelang. Pameran pun diadakan kembali. Selain itu beberapa ahli seni pun berdatangan untuk menilai kedua lukisan itu. Para kolektor dan media pun tidak melepaskan kesempatan ini. Sa
"Tuan Lim, lukisan ini merupakan warisan dari kakek buyutku. Aku sendiri tidak pernah menyadari nilai lukisan ini. Jika saja tidak ada keributan dua lukisan palsu itu, aku tidak akan pernah mengetahuinya." Pria muda itu berbicara dengan tenang. Dia tengah bernegosiasi dengan Alexander Lim. CEO Lim grup itu tertarik dengan lukisan miliknya. "Tuan Xie, aku juga tidak mengetahui keaslian lukisan ini. Namun salah satu ahliku meyakinkan ini adalah lukisan yang asli. Karena itu aku bersedia membelinya dengan harga yang pantas. Aku ingin menghadiahkan lukisan ini untuk kakekku." Alexander tersenyum menatap pria yang duduk di depannya. Sesungguhnya usia mereka tidak terpaut jauh. Dan keduanya merupakan pria yang menawan. Alexander Lim berusia 35 tahun. Dia merupakan pewaris grup Lim yang sangat dominan dalam perekonomian negeri ini. Tidak hanya berlimpah harta, dia juga tampan dan menawan. Namun sayang, sebuah gosip tak sedap merusak minat para wanita terhadapnya. Gay, itu yang dituduhkan p
"Alex, kau benar-benar mempermainkan banyak orang semalam!" William Lim berdiri di depan jendela kantor sang adik dan menatap jalanan di bawah sana."Oh ya? Itu hanya sebuah hadiah kecil untuk kakek." Alex menyahut ucapan sang kakak dengan santai.Dia duduk dengan santai, menyilangkan kakinya dan menatap sosok sang kakak yang berdiri tegak di hadapannya."Sejujurnya bukan lukisan itu yang membuat Kakek merasa terhibur. Tetapi kehebohan yang diciptakan olehmu karena lukisan itu." William berbalik dan menatap sang adik dengan senyum tipis di bibirnya."Ada banyak cerita di balik lukisan itu. Aku hanya memanfaatkan salah satu versi cerita yang aku dengar untuk mendapatkannya." Alex tertawa pelan. Dia memutar kursinya pelan bangun dengan gaya santai."Kau tahu? Para kurator itu terkadang berbuat seenak hati mereka. Memang tidak semuanya, tetapi satu dua orang telah memanfaatkan keahlian mereka untuk mengambil keuntungan dari orang awam." Alex bergumam lirih.Berdiri di sebelah sang Kakak,
"Hei ada yang mencarimu!" Cecilia, memanggil Xie Xuhuan."Siapa?" Tanyanya sembari merapikan lembaran-lembaran foto yang berserakan di atas meja."Lihat saja sendiri! Huan, bisakah kau memberikan kontaknya atau akun media sosialnya untukku?" Cecilia mengedipkan mata dan menunjuk pada pintu dengan dagunya.Huan hanya tertawa dan memukul pelan kepala gadis itu dengan gulungan kertas yang kemudian dilemparkannya ke dalam tong sampah."Aku pulang dulu!" Huan berpamitan padanya. Cecilia mengangguk dan melambaikan tangannya.Agensi tempat mereka bekerja merupakan agensi freelance. Tidak terkait dengan perusahaan mana pun. Agensi ini didirikan dua tahun lalu oleh Huan dan Cecilia."Apa aku mengganggumu?" Alex menatap pria muda di hadapannya dengan santai."Sama sekali tidak! Apakah ada masalah?" Xuhuan tersenyum dan menatap Alex sekejap."Kita bicara di kafe saja." Alex berbalik dan membuka pintu mobilnya. Xuhuan mengangguk setuju dan bergegas menuju pelataran parkir di mana sepeda motornya