Share

The Thief
The Thief
Author: Aspasya

Prolog

Sekali lagi diamatinya lukisan itu. Sejujurnya dia tidak mengerti nilai artistik lukisan tersebut. Baginya itu hanya sebuah lukisan kuno dan antik.

Lukisan yang menggambarkan dua orang tengah bermain musik dengan alat musik kuno di bawah sebatang pohon plum itu merupakan warisan dari kakek buyutnya. Selama bertahun-tahun lukisan itu telah menghiasi dinding rumahnya. Selintas tidak ada yang istimewa dari lukisan kuno itu.

Hingga suatu hari, tanpa sengaja dia mengunggah foto lukisan itu di salah satu aplikasi penggemar foto. Dan tiba-tiba ada seseorang yang tertarik untuk membeli lukisan itu.

Pada awalnya dia tidak ingin menjual lukisan warisan kakek buyutnya. Namun suatu kebutuhan mendesak, membuatnya rela melepas lukisan itu.

Harga yang ditawarkan cukup mahal. Dia menganggap itu sepadan. Toh bukan dia yang melukis. Dia hanya merawat lukisan itu selama ini.

Dan kini, di dinding salah satu balai lelang internasional yang terkenal, lukisan itu tergantung.

Lukisan perdana karya Zhao Mengfu (1254-1322AD)

Kata-kata yang tercantum di bawah lukisan itu membuatnya melotot. Meski bukan penggemar barang antik, namun dia tahu makna kalimat itu. Zhao Mengfu adalah pelukis terkenal di masa dinasti Song. Itu berarti mengindikasikan mahalnya harga lukisan itu.

Dia merasa dibodohi oleh orang yang telah membeli lukisan itu darinya. Meski sempat bertanya, sang pembeli sama sekali tidak mengakui keantikan dan nilai asli lukisan itu. Dia hanya mengatakan lukisan itu bagus dan menyukainya. Sungguh tindakan yang jauh dari nilai klasik.

Dia tersenyum memandang lukisan itu. Sebuah rencana berkelebat di benaknya. Lukisan itu miliknya dan tetap akan jadi miliknya.

Dengan senyum sinisnya, dia kembali berkeliling balai lelang ini. Mengamati setiap sudut, setiap benda dan pengunjung maupun karyawan balai lelang yang hilir mudik.

Dan setelah puas berkeliling dia pun meninggalkan balai lelang tersebut. Dia kembali menyusuri jalanan seperti hari-hari biasanya yang dia lalui. Menyusuri sepanjang jalanan kota yang telah dihapalnya di luar kepala.

Jalanan di depan balai yang selalu ramai hingga gang sempit di belakang balai lelang yang tembus dengan jalanan sepi di samping hotel termewah di negeri ini. Dia hapal setiap lekuk sudut kawasan itu. Dia tahu kapan jalanan sempit akan penuh sesak pejalan kaki dan kapan tidak ada satu manusia pun melintasinya.

Ini adalah wilayahnya. Di mana dia mengenal setiap orang, setiap benda dan setiap sudut tersembunyi dan gelap. Dia bisa menyaru kapan saja, di mana saja dan menjadi siapa saja.

Kini dengan bertopi polo putih, celana pendek katun dan t-shirt polo abu-abu, tidak ada satu pun orang yang mengenalinya. Tidak akan ada yang mengira dia baru saja mengunjungi balai lelang untuk mendapatkan kembali benda miliknya.

Benda yang dia lepaskan untuk menyelamatkan nyawa sahabatnya. Sayang, dia tertipu dan nyawa sahabatnya pun tidak tertolong.

Dengan kepalan tangan yang semakin erat, dia berjanji demi sahabatnya, untuk mengambil kembali lukisan itu. Dan memberi pelajaran orang-orang yang berkedok nilai seni dan budaya. Namun mereka hanyalah sekelompok manusia serakah yang silau dengan gemerlap dolar.

Seringaian sinis muncul di lekuk bibirnya yang seksi. Dia telah selesai dengan rencananya. Rencana yang akan membuat keributan besar di kalangan pencinta seni. Rencana yang setidaknya akan mempermalukan mereka.

Mereka yang menganggapnya bodoh dan tak berotak. Mereka yang membodohi orang-orang seperti dia. Dan nanti merekalah yang dibodohinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status