Share

Chapter 3 TEMPAT BARU

"Mantan? Ayu merasa ndak pernah putus dari Evan," timpal Ayu.

"Gadis miskin macam kamu itu nggak level sama Evan. Kamu nggak tahu 'kan kalau selama ini Evan itu anak orang kaya, rumahmu dijual pun uangnya masih kurang untuk membeli mobil yang kami pakai ini," sindir Debora dengan bibirnya mencebik.

deg ….

Sakit hati Ayu, direndahkan seperti itu. Tetapi Ayu sadar diri siapa dirinya. Kepalanya menunduk bahunya merosot kalah. Ayu juga tak mungkin bersaing dengan Debora yang anak orang kaya juga.

"Kalau begitu kita putus Evan," ucap ayu lirih.

"Tidak Ayu, seorang Evan Gunawan pantang diputus cewek. Jadi Evan yang putusin kamu." Debora yang menjawab, sedangkan Evan hanya diam tak bergeming memandang dengan ppenuh kesedihan pada paras cantik Ayu yang memucat. Hatinya juga sakit melihat Ayu yang patah hati begitu juga dengan hatinnya.

 Ayu menengadahkan kepala, raut wajahnya sayu, matanya memerah. Ayu menarik nafas meredakan gejolak di dadanya, "Terserah deh, bodo amat," ujar Ayu ketus. Ia kemudian membalikkan badan dan pergi meninggalkan dua sejoli itu. Melajukan motornya membelah jalanan menuju rumah sakit.

Ibu, ternyata jatuh cinta bisa sesakit ini ya Bu.?Hati Ayu sesak seperti terhimpit sebongkah batu besar.

Hati Ayu hancur lebur, meratapi cinta remajanya yang hancur karena perbedaan kelas sosial.

Langkahnya gontai menyusuri koridor rumah sakit menuju kamar inap ibunya.

Sesampainya di depan kamar rumah sakit ia dikejutkan oleh keberadaan Budi prawira pamannya adik ibunya dan Tante Fitri. Paman bibinya tampak menangis tersedu. Perasaanya semakin tidak karuan, pasti terjadi hal buruk pada sang bunda. Raut wajah ayu semakin pucat pasi, ia berlari menghampiri paman dan bibinya.

"Kenapa kalian menangis?" tanya Ayu, nada suaranya sudah bergetar menahan tangis yang akan segera membanjir di muka mungilnya.

Fitri menghampiri Ayu memeluk gadis itu erat.

"Ibumu sudah pergi Nak," ujar Fitri disela tangisnya.

"Apa! Tidak mungkin?! Ibukkk. Ayu datang bukkk jangan pergi." Seketika Ayu melepas pelukan Fitri dan berhambur masuk ke kamar ibunya.

Tubuh sang bunda sudah tertutup kain putih. Ayu menelungkup di atas dada jasad sang bunda.

"Ibu, kenapa tinggalkan Ayu, Bu ... Ayu sendirian Bu," ucap ayu lirih sembari menangis.

"Ibu tahu, Ayu baru saja putus dengan Evan. Ibu, kenapa tega tinggalin Ayu Bu? Ayah pergi, Ibu juga pergi dan Ayu sendirian sekarang," ratap Ayu menyayat hati siapapun yang mendengarkan.

Budi dan Fitri berdiri di belakangnya. Sentuhan lembut di bahunya membuatnya menegakkan badan.

"Kami tadi sudah mencoba menghubungi Ayu. Tetapi sepertinya ponsel Ayu mati. Mbak Ani tadi sudah berpesan sebelum pergi, untuk Paman dan Tante merawat Ayu. Sekarang Kami adalah wali Ayu. Jadi ,nanti setelah pemakaman ibu, Ayu akan ikut kami kembali ke Amerika," ucap Budi menjelaskan.

"Ayu jangan khawatir kami sudah persiapkan semua keperluanmu untuk berangkat ke sana, nanti Ayu juga bekerja bersama dengan tante Fitri," timpal Fitri.

Ayu menganggukkan kepala. "Ayu mau 'kan ikut ke Amerika? Di sana nanti ada Dion. Nak, sepupumu, " terang Fitri.

"Iya Tante, Ayu mau," ucap Ayu pasrah.

***                                       

Gundukan tanah di depannya masih basah, tetapi Ayu harus segera pergi ikut dengan paman serta tantenya kembali ke kota.

"Ibu, Ayu pergi dulu ya," pamitnya kepada nisan sang bunda.

Ayu melangkah ke nisan yang ada di sebelah makam ibunya.

"Ayah.  Ayu pamit ya, tolong jagain Ibu di surga ya ayah." Airmatanya menetes lagi. Awan mendung menggelayuti langit, seolah-olah ikut merasakan yang dirinya rasakan.

Berat langkah kakinya meninggalkan peristirahatan terakhir kedua orangtuanya. Ayahnya yang meninggal karena serangan jantung saat menerima kabar dia dituduh menggelapkan uang perusahaan tempatnya bekerja. Kemudian semua harta bendanya di jadikan barang sitaan oleh bank. Ibunya yang sedang sakit saat mengetahui ayahnya di tangkap. Kemudian jatuh sakit, seluruh biaya rumah sakit berasal dari paman dan tantenya yang menanggung.

Dan sekarang ia harus meninggalkan tanah airnya untuk ikut merantau ke negeri jauh.

Ayu duduk di kursi meja makan, tubuhnya terasa lelah dan penat. Kepalanya menunduk sesekali airmata masih menetes di wajah cantiknya.

Setitik pilu menggerogoti hatinya, seperti terremas dan hancur berkeping-keping. Sesak menghimpit sanubari, meronta inginkan pelepasan dari rasa sakit yang mendera hati dan pikiran. Dipandanginya wajahnya dari cermin di atas wastafel samping dapur. Wajah kuyu, pucat dengan hidung yang memerah. Wajah penuh putus asa itu kembali melihat ke arahnya.

Aku tidak bisa begini terus meratapi hidup. Hidupku harus berguna, tutup buku hitam kehidupan yang lama buka lembaran buku yang baru. Ayu kamu pasti bisa. Ayah, Ayu berjanji suatu hari nanti Ayu akan buktikan dan kembalikan nama baik Ayah. Ayu tahu pasti, ayah Ayu yang jujur bukan seorang koruptor.

Ayu bangkit dari duduknya dan membasuh wajahnya dengan air yang menyejukkan, serasa meresap di jiwa.

"Ayu, sudah selesai berkemas-kemas?" tanya Fitri yang bersandar di depan kulkas.

"Sudah Tante," jawab Ayu sembari memutar tubuhnya menghadap tantenya, bersandar di tepi wastafel dengan kedua tangan bertumpu di sisi kiri dan kanannya.

Ayu sudah meneguhkan hati untuk ikut merantau ke negeri jauh. Ayu bisa melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda serta bisa ikut bekerja bersama dengan sang Tante.

"Ya sudah sebaiknya kamu istirahat dulu sekarang. Besok pagi kita akan berangkat, perjalanan masih panjang jarak Jakarta - Houston itu sekitar dua puluh jam lebih sayang. Belum lagi perjalanan menggunakan helikopter nanti," ujar Fitri.

Mata Ayu membuat mulutnya menganga, tidak pernah dirinya bayangkan jika akan menaiki pesawat dan helikopter. "Wah naik helikopter Tante?" tanyanya dengan antusias.

"Iya, nanti sesampainya di West Houston Airport kita naik helicopter ke peternakan." Fitri tersenyum geli menjelaskan.

"Peternakan?" Ayu semakin bingung dan takjub.

"Iya Nak, kita nanti akan tinggal di rumah Tuan rumah yang ada di bagian peternakan." Fitri dengan sabar menjelaskan.

"Wow ... juragan Tante banyak punya rumah ya, kok banyak bagian?"

"Hi hi hi ada dua rumah utama Nak, di peternakan dan di perkebunan nanti kamu akan mengerti." Fitri mengusap lengan Ayu dengan sayang.

"Sebaiknya kita segera istirahat" ucap Budi menghela kedua wanita itu untuk masuk ke kamar masing-masing.

Saat ini ayu beserta dengan tante dan pamannya menunggu keberangkatan mereka di bandara, saat terdapat panggilan dari Dion.

"Halo, Bang Dion."

"Hallo sayangnya Abang, jadi ikut Papa, Mama 'kan?"

"Iya Bang, Abang Dion jemput Ayu 'kan?"

"Tentu saja sayangnya Abang. Ayu senang ,Abang yang jemput?"

"Asik! Tentu saja Ayu senang." Budi dan Fitri menatap wajah gadis yang tadinya sayu dengan perlahan menjadi ceria setelah mendapatkan panggilan dari anak lelaki mereka. Dion dan Ayu memang jarang bertemu tetapi kedekatan mereka berdua sebagai saudara tidak diragukan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status