Bab 4 Masa Lalu
Malam itu, dua puluh empat tahun silam. Edward dan Sarah kemalaman di jalan, sehabis menghadiri pesta keluarga Aston di kota Shreveport. Mereka memutuskan untuk pulang malam itu juga karena Sarah mengeluh tidak nyaman dan tidak bisa tidur di tempat asing. Entahlah, mungkin bawaan sang bayi. Biasanya Sarah di mana pun berada, langsung dapat beradaptasi.Edward tampak perlahan mengendarai mobilnya, mengingat kehamilan Sarah yang sudah menginjak delapan bulan. Namun, karena Sarah mengeluh kelelahan, Edward memecah jalanan Greenwood dengan menaikkan sedikit kecepatan mobilnya.Abraham yang berada di mansion, tampak gelisah pada malam itu. Entah kenapa ada perasaan tidak enak yang menghantui hati dan pikirannya. Apalagi, mengingat Edward -- anaknya bersama sang istri yang tengah hamil besar sudah larut malam tidak kunjung sampai di mansion.Abraham sempat melarang Edward untuk pulang malam itu juga saat Edward menelpon mengabarkan kepulangannya. Dia takut terjadi sesuatu kepada mereka.Tiba-tiba, telepon rumah berdering. Kemudian, pelayan di rumah tergopoh-gopoh menghampiri dirinya. Sesaat pelayan itu tampak ragu dan takut, Abraham terus memaksa untuk memberitahukan apa yang telah terjadi. Maka pelayan itu, dengan sangat berhati-hati memberitahukan berita yang tadi dia terima."Begini, Tuan. Tadi ada telepon dari kepolisian Shreveport. Katanya Tuan Edward dan istrinya saat ini sedang ada di Willis Knighton Medical Center. Mereka mengalami kecelakaan di jalan Greenwood."Abraham yang mendengar berita tersebut sontak jatuh terkulai lemas. Dunianya seakan runtuh, apalagi Sarah -- sang menantu sedang mengandung.Abraham pun bergegas menuju Shreveport. Karena jarak yang ditempuh sepanjang perjalanan yaitu 314,2 miles dan memakan waktu sekitar lima jam. Maka, Abraham melakukan panggilan ke Willis Knighton Medical Center agar memberikan penanganan yang terbaik kepada Edward dan Sarah. Bagaimanapun, Abraham menginginkan mereka semua selamat.Setelah lima jam perjalanan, waktu telah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Abraham akhirnya sampai di Willis Knighton. Dia bergegas menuju ruang operasi tempat Edward dan Sarah berada.Bersamaan dengan itu dokter yang menangani mereka keluar dari ruang operasi dan memberitahukan kabar buruk. Edward meninggal di tempat, Sarah sekarat, tetapi ajaibnya bayi di dalam kandungannya masih hidup. Mengingat mobil yang dikendarai mereka hancur tak berbentuk, rasanya mustahil jika ada yang selamat. Namun, Tuhan berkehendak lain, meskipun dipaksa lahir secara prematur, bayi mungil itu terlahir dengan selamat tanpa kurang satu apa pun. Bayi itu diberi nama Aubrey, yang artinya peri."Selamat pagi, begini Tuan Abraham, tampaknya kecelakaan yang terjadi pada anak Bapak dikarenakan supir yang membawa truk muatan di Jalan Greenwood itu kelelahan dan hilang kendali. Pada akhirnya, mobil Tuan Edward yang berada di sebelah kiri truk mengalami imbasnya. Kami turut berduka atas kehilangan anda. Setelah ini mohon untuk mengurus surat-surat yang harus diselesaikan di kantor dan juga agar Tuan dapat mendengar serta mengetahui seluruh kronologis kecelakaan. Selamat pagi, Terima kasih," ucap polisi itu panjang lebar.Abraham yang belum percaya akan semua hal yang terjadi begitu tiba-tiba itu, akhirnya mengutus asistennya -- Reno ke kantor polisi. Dia pun bersama pelayan di mansionnya mengurus kepulangan jenazah anak dan menantunya, sekaligus memindahkan perawatan medis Aubrey di New Orleans.***Seminggu berlalu. Aubrey akhirnya diperbolehkan pulang ke mansion. Abraham mempersiapkan begitu banyak pelayan untuk merawat dan mengasuh Aubrey. Meskipun masih dalam suasana duka, tetapi Aubrey membutuhkan banyak kasih sayang untuk pertumbuhannya.Untung saja, mansion yang dibangun Abraham di Royal Street hanya berjarak 3,2 miles dan hanya memakan waktu perjalanan selama 11 menit dari tempat usaha Hotel Bourbon Orleans milik Abraham. Jadi dia dapat bolak-balik mengikuti dan mengawasi perkembangan Aubrey -- cucunya.Tahun demi tahun terlewati. Aubrey beranjak menjadi gadis kecil imut dan lucu. Dia begitu cantik dan periang. Namun, berjalan seiringnya waktu tampaknya dia sudah mengerti akan arti kesepian dan harapan kehangatan cinta dari kedua orang tua. Meskipun, Abraham begitu menyayanginya, semua itu tidaklah sama. Aubrey semakin menarik diri dari dunia dan akhirnya dia memilih homeschooling daripada sekolah umum.Abraham yang tidak dapat berbuat banyak hanya bisa memberikan yang Aubrey mau dan tentu saja yang terbaik untuk diri dan mentalnya. Kegemarannya akan menggambar, membuat Aubrey sudah melukis begitu banyak yang ada di benak dan pandangannya.***Di sinilah sekarang, Aubrey yang menginjak umur dua puluh empat tahun. Begitu dingin, cuek akan sekitarnya. Meskipun begitu, tetapi Aubrey begitu hangat kepada semua pelayannya. Baginya mereka adalah keluarga Aubrey setelah Abraham."Aku ingin menjadi pelukis, Kakek. Dengan begitu aku bisa dekat dengan kedua orang tuaku. Karena dengan melukis, aku bisa merasakan kehadiran mereka," ucap Aubrey suatu waktu ketika Abraham menginginkan dia bersekolah manajemen.***Dear Mama dan Papa,Meskipun, tak pernah kurasa kecupan hangat di kening, ucapan selamat tidur, bahkan usapan lembut di kepala dari kalian. Namun, aku yakin kalian melihat dan menjagaku dari sana.Mama, Papa. Aku rindu kalian, ingin kutatap wajah asli yang tersirat di hadapanku. Bukan selembar foto atau bahkan hanya sebuah lukisan.Seandainya saja kecelakaan waktu itu tidak pernah terjadi. Mungkin saat ini aku dapat memeluk dan bersenda gurau pada kalian.Seperti halnya waktu yang tak pernah kembali, begitu pula kehidupan. Oleh karena itu, aku akan menjadi Aubrey yang terbaik agar kalian bangga. With love from the bottom of my heart.New Orleans, 23 Januari 2016***"Kakek, aku ingin sebuah motor sport. Selain cepat, aku juga bisa mengendarainya ke mana pun aku mau," pinta Aubrey pada Abraham pagi itu.Abraham pun mengabulkan permintaan Aubrey. Hingga saat ini dia tidak pernah lepas dari motor kesayangannya. Ke mana pun dia pergi, si merahlah yang menemani. Sudah hampir enam tahun lamanya.Meskipun terlahir dengan bergelimang harta, tetapi Aubrey tidak lantas suka menghambur-hamburkan kekayaan sang Kakek. Dia lebih suka hidup sederhana dan membantu anak-anak yang senasib dengannya yaitu tidak memiliki orang tua, tetapi kehidupan ekonominya jauh di bawah rata-rata. Oleh karena itu, dengan menggunakan motor kesayangannya dia suka menghibur diri di panti asuhan terdekat yang dinaungi perusahaan kakeknya."Aubrey, hiduplah dengan yang kau mau dan berbahagialah. Kakek tidak mungkin selamanya berada di sisimu. Kau harus kuat dan mandiri, sehingga tidak ada satu pun orang yang dapat menindasmu," nasihat Abraham sore itu.Semenjak itu, Aubrey berlatih bela diri untuk menjaga dirinya sekaligus menjaga Abraham. Meskipun bila harus kehilangan Abraham, itu pun karena memang waktu yang telah habis untuk Abraham, bukan karena keadaan yang memaksa merenggut keberadaan mereka."Kau lihat, Kakek. Cucumu ini sudah besar dan akan menjadi pelindungmu. Bila dulu kau yang menjaga dan melindungiku, maka kini aku yang akan melindungi dan menjagamu." Aubrey tersenyum lebar sambil mengucapkan semua janjinya."Kurang ajar! Dia bahkan berani menemui kau seorang diri untuk adiknya," ucap Dominique menahan marah. Dia menggenggam tangannya begitu keras hingga memerah buku-buku jarinya. "Lupakanlah itu, Dom! Yang terpenting sekarang kau tutup rapat masalah ini dan biarkan semuanya berlalu." Aubrey membuat permintaan kepada Dominique. Dia mencoba merayu sang suami agar menutup masalah ini. Aubrey hanya ingin hidup tenang tanpa ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Masalah Reno, dia juga pura-pura tidak mendengar dan mengetahuinya. "Tapi ….""Tidak ada tapi. Turuti saja permintaanku, oke! Aku sudah berjanji padanya." Aubrey berbicara lagi sambil memohon. "Kau yang berjanji, bukan aku," tolak Dominique. "Dominique!" Aubrey menatap tajam ke arah suaminya itu. "Oke, oke. Kali ini akan kumaafkan, tapi tidak ada untuk lain kali." Dominique mengalah. Aubrey tampak bahagia dan langs
Setelah selesai berbincang dengan Damien, Aubrey mencari keberadaan Bella. Dengan berlari kecil dia menghampiri Bella yang tengah memilih sepatu di toko merk terkenal. "Mami.""Hei! Kau sudah selesai dengan urusanmu?""Hmmm.""Mana temanmu? Tidak diajak sekalian?""Oh tidak. Dia hanya menyapa saja.""Setelah ini kita ke mana?""Makan siang saja dulu, lalu pulang, ya, Mi!""Loh, kau bosan, ya?""Tidak, Mi. Hanya saja aku mau ke kantor Dominique dulu, bagaimana boleh tidak?""Ya, boleh dong. Kau mau langsung ke sana atau pulang dulu?""Sepertinya, langsung saja, Mi.""Oke, kalau begitu."Setelah selesai menikmati acara makan siang mereka, Bella mengantar Aubrey ke perusahaan Dominique lebih dulu. Lalu, dia kembali ke mansion Hameed. Aubrey gegas menuju lobi resepsionis setelah turun dari mo
Setelah pulang ke Mansion Hameed. Aubrey dan Bella berencana akan menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling pusat perbelanjaan keesokan harinya. Dengan sangat antusias, mereka menyiapkan segala sesuatunya. Keesokan hari pun tiba. Dominique sibuk dengan rutinitas perusahaan dan Aubrey bersama Bella melaksanakan rencana yang telah mereka buat kemarin. Mereka bergaya mengenakan dress santai selutut dengan warna senada. Sebelum berangkat, mereka menyempatkan diri menyelesaikan rutinitas di mansion terlebih dahulu. Matahari sudah agak meninggi sinarnya. Aubrey dan Bella pun bergegas pergi menuju pusat perbelanjaan The Outlet Collection at Riverwalk. Di sana mereka sibuk memilih barang apa saja yang akan mereka beli. Pasalnya, ini adalah pengalaman Aubrey berbelanja dengan seorang ibu. Biasanya, dia hanya membeli secara daring dan meminta seseorang untuk membelikan. Di sisi lain, Carlos yang sedang membuntuti mereka menelepon Damien untuk me
Damien memikirkan ucapan Carlos dan tampak setuju saran bawahannya itu. Dia lalu menelepon seseorang untuk mendukung pelaksanaan rencananya mengasingkan Dahlia. "Siapkan tiket dan tempat terbaik di Inggris. Pastikan Dominique tidak dapat menemukan keberadaannya. Tenang saja, aku akan memberikan berapapun yang kau pinta."Damien memutuskan sambungan telepon. Dia memanggil beberapa pelayan untuk menyiapkan keperluan Dahlia. Setelah selesai memberi perintah, dia gegas kembali ke perusahaannya. Dahlia yang berada di dalam kamar terlihat kesal dan mengacak-acak bantal yang berada di tempat tidur. Sekali-sekali dia memaki karena kesal Carlos berkata yang sebenarnya kepada Damien. Suara pintu diketuk, Dahlia berhenti mengamuk. Dia membuka pintu dan melihat dua orang pelayan berdiri di hadapannya. "Ada apa?" tanya Dahlia ketus. "Maaf, Nona. Tuan Damien menyuruh kami merapikan barang-barang anda," jawab
Dengan emosi dan napas terlihat memburu, Damien gegas turun dari mobil dan mencari keberadaan Dahlia. Suaranya menggema di seluruh ruangan karena meneriakkan nama adiknya. Seluruh pelayan yang mendengar ketakutan dan tidak berani mendekat. "Apa, sih, Kak? Suaramu begitu keras, dapat menakuti semua makhluk di rumah ini, tahu!" seru Dahlia yang keluar dari kamarnya. "Sini kau! Aku ingin bicara denganmu!" Damien menghampiri Dahlia dan menarik tangannya. "Easy, Kak! Apa yang sedang kau lakukan, sih?" tanya Dahlia tanpa perasaan bersalah. "Kau tidak usah berpura-pura lagi. Carlos sudah menceritakan semua."Dahlia menatap Carlos yang tertunduk begitu dalam. Kemudian, beralih ke arah Damien. "What you talkin about?""Dengar, kau hampir membunuh pewaris Calandre. Bodohnya lagi, hanya karena masalah cinta. Kau tidak berpikir apa akibatnya untuk keluarga Trust!"Dahlia tertawa. "Bukankah kau dan aku sama?""Kau." Damien menggantung tangannya di ud
Dominique memijat keningnya. "Kau, Damien! Bagaimana masalah dengan adikmu? Semua sudah jelas sekarang." Dominique ganti bertanya dengan Damien dengan penuh pene"Aku akan berbicara dengan adikku, Dom. Aku harap kau bisa menahannya lebih dahulu dan tidak melibatkan polisi." Damien memohon kepada Dominique. Dominique melirik ke arah Tony, seolah meminta pendapat kepadanya. Tony menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah! Karena kau memiliki iktikad baik dan mau membantu. Aku akan berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan masalah ini. Selanjutnya, kita lihat saja nanti." Dominique berbicara dengan Damien. Damien dan Carlos pun pergi dari kantor Dominique menuju mansion Trust untuk bertanya kepada Dahlia. Sedangkan, Reno memberitahu bahwa dia dan Aubrey memiliki janji bertemu di kantor pengacara keluarga Calandre. Karena masih marah dan cemburu. Juga satu yang pasti, Dom tidak ingin melihat dan