Share

The Victim
The Victim
Author: Natalia Yeang

PART 1

Di bawah pohon rindang yang tinggi menjulang itu, berdirilah seorang gadis yang sedang menatap kosong pada pemandangan yang ada di bawah sana. Kebetulan ia sedang berada di atas bukit untuk menenangkan hati dan pikirannya. Namun sial, bukannya merasa tenang, ia justru semakin terpuruk.

Bagaimana tidak? Beberapa hari yang lalu galian besar itu masih sulit untuk dijangkau oleh mata karena jaraknya yang cukup jauh dari bukit. Dan sekarang galian itu sudah benar-benar berada di hadapannya, matanya dapat melihat dengan jelas bagaimana alat-alat berat mulai menggali tanah dan mengangkut batu bara dengan jumlah yang tidak sedikit.

Gadis itu menghela napas pasrah. Bagaimana ia bisa menghentikan orang-orang yang tega menyakiti alam seperti ini? Ia tidak mempunyai kuasa atas hal itu. Memangnya siapa dia? Dia hanyalah seorang gadis desa yang telah mengakhiri sekolahnya sejak tiga tahun yang lalu akibat kondisi ekonomi yang buruk dan berakhir menjadi penjahit baju, membantu ibunya yang memang merupakan seorang penjahit.

"Kak Hana!" Terdengar teriakan menggelegar di belakang sana yang membuat Hana langsung memutar kepala. "Windy? Ada apa?" tanya Hana kaget.

Sambil menangis, Windy menghampiri Hana dan menarik tangannya. "Kak Hana, cepat pulang ..."

"Ada apa, Windy?" tanya Hana panik, "apa orang-orang itu datang lagi?" Hana menatap pakaian Windy. Dua kancing teratas terbuka hingga menampakkan belahan dadanya. Rok hijau tua panjangnya terlihat sudah tidak karuan lagi. Dimana-mana terdapat sobekan dan bercak darah. "Apa yang sudah mereka lakukan terhadapmu, Windy?" tanya Hana dengan tubuh gemetar.

Windy masih menangis. Ia menggelengkan kepalanya. "Sekarang sudah tidak penting lagi, Kak." Ia menarik lengan Hana. "Cepat pulang. Mereka sedang memukul ibu."

Tanpa berpikir panjang, Hana langsung berlari menuruni bukit dengan mengerahkan semua tenaganya, kaki telanjangnya sudah tak peduli lagi dengan tusukan duri-duri bunga putri malu dan ranting-ranting pohon yang berserakan. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah ibunya. Sesampainya di depan rumah kecil mereka yang tampak lusuh, Hana langsung berlari masuk ke dalam. Tangisannya pecah saat melihat Fatma, ibunya yang tengah berlutut di hadapan pria-pria jahat itu. Hana langsung ikut berlutut di samping Fatma. Disusul Windy yang juga sedari tadi mengikutinya dari belakang.

"Tolong kasihani kami, Pak ..." Hana memohon sambil menangis tersedu-sedu.

"Cih!" Salah satu dari orang-orang jahat itu meludah kasar dan melempar puntung rokok di depan wajah Hana. "Sudah berapa kali kami peringati, cepat jual tanah milik kalian dan lunasi hutang kalian! Apa susahnya untuk dilakukan?!" teriak salah seorang dari pria-pria sangar bertato itu.

Hana menggelengkan kepalanya. "Tidak, Pak. Itu satu-satunya tanah peninggalan almarhum ayah saya. Ayah saya menitipkan tanah itu kepada kami untuk—"

Plak!

Hana tersungkur ke samping akibat tamparan keras di pipi kirinya. Ia memegang pipinya yang memanas dan kembali berlutut. "Saya mohon, Pak ..."

Dug!

Kali ini ia mendapatkan tendangan keras di tubuhnya yang kurus dan kecil. Tidak ingin menyerah, Hana kembali berlutut. Kali ini ia memohon sambil mencium sepatu kotor milik pria itu. "Saya mohon, Pak ..."

"Jalang! Kamu mau saya perkosa juga seperti adik kamu ini?!" teriak pria itu.

Hana tersentak, menatap Windy dengan tatapan terkejut. Apa yang ia takuti telah terjadi pada adiknya. Hana kembali menatap pria-pria itu. "Jangan, Pak. Saya mohon ... kasihani kami."

"Ada apa ini?" Tiba-tiba terdengar suara rendah. Seorang pria bersetelan khas batu bara dengan kacamata hitam dan sepatu kulit muncul tiba-tiba.

"Pak Jonathan?" sahut salah seorang dari pria-pria jahat tadi.

"Saya sudah bilang, bukan? Bujuk warga-warga disini dengan cara yang halus. Kenapa kalian malah bertindak kasar seperti ini?" tanya pria yang diketahui bernama Jonathan tersebut jengkel.

"Kami sudah meminta dengan baik-baik, Pak. Bahkan sejak enam bulan yang lalu. Mereka tidak bisa melunasi hutang dan terus menghindar tiap kali kami menagih secara baik. Karena tidak bisa dikasih tahu dengan cara halus, kami lakukan dengan cara kasar. Dan bukankah itu memang strategi kita dari awal?"

Mendengar hal itu, Hana akhirnya paham. Mereka meminjamkan uang kepada warga-warga yang membutuhkan. Setelah itu, mereka akan kembali menagih hutang-hutang sebelumnya. Disaat warga sudah mulai terpojok dan tidak punya pilihan lain lagi, mereka akan membujuk warga untuk menjual tanah pribumi kepada perusahaan batu bara untuk dijadikan lokasi pertambangan selanjutnya. Kelicikan yang sempurna!

Jonathan menghela napas lalu membuka kaca mata hitamnya dan diselipkan pada kerah bajunya. Ia berjalan mendekat dan mendorong halus pria-pria kejam itu. Jonathan berdiri tepat di hadapan Hana, Windy, dan Fatma yang tengah berlutut sembari terisak.

"Kalian tidak akan rugi. Kami dapat tanah, kalian dapat uang. Masalahnya clear. Setuju?" tawar Jonathan.

"Kami tidak akan menjual tanah itu. Saya mohon, Pak ... semuanya akan kami berikan asal tidak dengan tanah kami," sahut Hana lirih.

Jonathan membuang napas dan kembali memakai kacamatanya. "Baiklah, kalian sendiri yang memilih. Berdoalah semoga kalian masih bisa melihat dunia ini." Dia memutar tubuhnya dan memberi tanda kepada pria-pria besar tadi. Saat akan melangkah pergi, tiba-tiba kakinya tertahan karena sebuah sentuhan. Jonathan melirik ke bawah. Sebuah tangan memeluk lututnya dengan erat.

"Saya mohon, Pak …," ucap Hana memelas. Isakan kecilnya menandakan sebuah ketidak berdayaan lagi.

Jonathan melepaskan cengkraman tangan Hana dari kakinya. Dia pun duduk dengan sebelah lutut bertumpu pada lantai. Jonathan menatap wajah Hana lamat-lamat. “Siapa namamu?" tanyanya.

Hana menundukkan kepalanya. Tidak sanggup menatap langsung wajah pria tampan di hadapannya itu. "Ha- Hana."

Jonathan menyeringai. Sebelah tangannya meraih dagu Hana dan mengangkat kepala gadis itu hingga matanya bertemu langsung netra coklat itu. "Kamu ingin tanah dan keluargamu selamat?"  Hana mengangguk-anggukkan kepalanya.

Jonathan mempertipis jaraknya dengan wajah Hana hingga hidung keduanya hampir bersentuhan. "Yakin?" Lagi, Hana menganggukan kepalanya.

"Meski kamu harus menjadi korban?" tanya Jonathan lagi.

"Iya," jawab Hana tanpa ragu.

"Apa kamu siap menjadi pemuas nafsu saya?"

Hana menelan ludahnya susah. Bukan hanya ia yang gugup, ibu dan adiknya juga ikut merasakan kegugupan.

"Hana ..."

Hana berusaha menulikan pendengarannya. Suara lirih Fatma menandakan sebuah peringatan untuk menolak saja apa yang dikatakan Jonathan. Hana memejamkan matanya. "Saya siap," ucapnya pelan.

Jonathan menyeringai puas. Ia lalu berdiri. "Kalau begitu cepat mandi. Kamu harus segera melakukan pekerjaanmu." Hana menganggukkan kepalanya patuh.

***

Hana mengikuti langkah Jonathan masuk ke dalam kamar yang menurut Hana sangat besar, besarnya hampir sama dengan ukuran keseluruhan rumahnya yang kecil.

Jonathan menyalakan AC lalu mulai membuka kancing seragamnya. "Kamu pernah melakukannya dengan pria lain?" tanyanya.

Hana menelan salivanya dengan susah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak. Saya tidak pernah."

Jonathan menatap Hana yang tengah berdiri memojok di dinding dengan wajah polos. "Kamu tidak sedang bercanda, bukan?"  Jonathan tak percaya. Sekali lagi, Hana menggelengkan kepalanya.

Jonathan tertawa sumbang, "Astaga, jadi korban saya kali ini adalah seorang perawan?" Jonathan tertawa kecil lalu mulai membuka ikat pinggang dan melorotkan celana jeans-nya. "Jadi berapa usiamu sebenarnya?" Lanjutnya ingin tahu.

"De … delapan belas," jawab Hana tergugu.

Jonathan menghentikan aksinya untuk menanggalkan celana. Ia menatap Hana dengan wajah tak percaya. "Delapan belas? Kamu tidak berbohong?" tanya Jonathan sembari bergidik. Hana menggeleng lagi.

Jonathan membuang napas kasar. ia mengendikkan bahunya singkat. "Kenapa saya harus peduli? Lagipula kamu sudah setuju untuk menjadi pemuas nafsu saya."

Akhirnya Jonathan selesai menanggalkan celananya dan hanya menyisakan boxer. Ia segera mendaratkan bokongnya di tepi kasur. Jonathan menatap Hana dengan kening mengerut. "Kenapa menutup matamu?"

Hana membuka matanya seketika. Ia melirik Jonathan yang sudah hampir bertelanjang. "Saya..." Wajahnya bersemu merah saat tak sengaja menyaksikan sesuatu yang sudah menonjol di balik boxer Jonathan.

"Jangan memikirkan rasa sakitnya. Itu tidak akan bertahan lama. Lama-lama pasti akan nikmat. Aku yakin kamu akan ketagihan nanti. Sekarang ... ayo, cepat kemari." Jonathan menepuk-nepuk kasur di sampingnya.

Hana mengangguk kikuk. Ia berjalan menghampiri Jonathan dengan kaki gemetaran. Jonathan segera berdiri saat Hana sudah berada tepat di hadapannya. Jujur saja, bagi Jonathan, tingkah Hana Terlihat kaku! Dan ia jengkel jika lawan bermainnya terlihat tidak serius atau kurang berminat. Seperti tidak ada niat.

"Buka bajumu," perintah Jonathan dengan suara rendah.

Hana terkesiap. "Sekarang?" tanyanya panik.

Jonathan memutar kedua matanya, "Astaga, kamu pikir kapan? Tahun depan?"

"Maksudnya?"

Jonathan berdecak kesal. "Sudah, lupakan saja! Biar aku yang bekerja." Ia menarik paksa tubuh Hana dan membantingnya ke kasur. Setelah itu Jonathan merangkak naik ke atas tubuh Hana dan mulai membuka kancing kemeja lusuh milik gadis itu satu persatu.

Hana menahan napasnya saat Jonathan mulai mendekatkan wajahnya dengan kedua tangan yang tak berhenti bekerja sama untuk membuka pakaian atas Hana. Ia merasakan gelenyar aneh dalam perutnya saat bibir Jonathan mulai menempel di bibirnya. Perlahan bibir itu mulai bergerak, melumat dan mencecap manisnya bibir ranum milik Hana. Otak Hana langsung blank. Ini gila! Ia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Semuanya terasa asing!

Lidah Jonathan berusaha masuk melalui celah bibir Hana. Namun karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman, Hana tetap mengatupkan bibirnya tanpa memberi jalan kepada Jonathan. Terpaksa, Jonathan akhirnya menggigit bibir bawah Hana hingga gadis itu terpekik dan membuka mulutnya. Rasa besi terasa sangat jelas di mulut Jonathan karena darah dari bibir Hana. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Jonathan pun mulai menyapukan lidahnya di dalam mulut Hana. Mengabsen bersih semua deretan gigi. Menyalurkan dan menerima saliva bersama.

Hana melenguh pelan saat tangan Jonathan meremas payudaranya. Ia melepaskan ciuman di bibir Hana, keduanya sempat mengambil napas sejenak. "Apa sudah selesai?" tanya Hana bodoh.

Dengan napas yang memburu, Jonathan menggelengkan kepalanya. "Ini masih pemanasan."

Hana ikut menggelengkan kepalanya lirih. "Aku sudah tidak ku– mmppphh ..." Jonathan kembali membungkam mulut Hana sebelum menyelesaikan kalimatnya. Ciuman Jonathan turun ke bawah. Ia menghisap kuat kulit leher Hana hingga menampilkan bercak keungu-unguan. Hana tidak tahu sejak kapan bajunya sudah terlepas dari tubuhnya, menyisakan bra hitam yang membungkus payudaranya yang pas-pasan. Desahan Hana muncul tanpa sengaja saat tangan Jonathan telah menyelinap masuk ke dalam bra-nya. Pria itu meremas kuat kedua payudara milik Hana, jari-jarinya juga ikut memilin puting mungil itu dengan gemas.

Jonathan membuka kaitan bra Hana dengan tergesa-gesa dan melemparkannya ke sembarang arah. Lagi-lagi Hana tak dapat menahan desahan memalukannya saat Jonathan mengulum payudaranya. Kedua tangannya juga tak mau diam. Tangan kirinya menangkup payudara kiri Hana dan tangan kanannya sudah menyelinap masuk ke dalam celananya.

Hana ingin berteriak kencang saat jari-jari Jonathan menggesek permukaan miliknya, menggoda bagian inti miliknya. Wajah Jonathan sudah dipenuhi oleh kabut gairah. Pria itu menarik tubuh Hana ke tepi ranjang. Ia melangkah turun dari ranjang dan berlutut tepat di hadapan paha Hana. Ia menanggalkan pakaian bawah wanita itu hanya dalam beberapa detik. Ia juga merobek kain penutup terakhir Hana dengan waktu yang singkat.

Aku menjahitnya sudah tiga kali, gumam Hana dalam hati saat menyaksikan Jonathan merobek dan melempar penutup terakhirnya itu ke sembarang arah.

Hana mengangkat kepalanya, melirik ke bawah. Disana Jonathan tengah berhadapan langsung dengan bagian tersensitifnya. Tanpa penghalang!

Hana menahan napas saat pria itu mencium dan menghisap miliknya tanpa jeda. Lidahnya dengan nakal menelisik masuk ke inti tubuh Hana. Membuat wanita itu melengkungkan punggungnya tidak karuan. Hana ingin menyingkirkan kepala Jonathan dari sana, tapi ini nikmat sekali!

Jonathan menahan paha Hana yang terus bergerak karena rangsangan lidah dan mulutnya. Hana menjerit, tersiksa dengan kenikmatan ini.

"Kamu sudah siap. Aku akan memulainya." Jonathan berdiri dan membuka penutup terakhirnya.

Hana membulatkan matanya saat melihat benda besar dan panjang itu. Ini pertama kalinya diaa menyaksikannya. Hana menutup matanya, merasa takut sekaligus gugup.

"Jangan takut." Jonathan menarik kaki Hana sedikit ke tepi ranjang agar mudah melakukan penyatuan. Ia membuka lebar paha Hana dan bersiap menempatkan miliknya. Perlahan, Jonathan mulai memasukkan benda besar itu. Keringat di dahinya mengucur deras. Ia berusaha keras menembus penghalang tipis di dalam sana. Dan  dengan sekali hentakan, Jonathan berhasil melakukannya.

Hana menjerit keras saat merasakan sakit yang luar biasa di daerah kepemilikannya. Ia mencengkram alas kasur, miliknya terasa penuh dan sesak. Sebulir air matanya jatuh membasahi pipi. Ini adalah akhir dari hidupnya. Ia sudah tidak suci lagi.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jonathan.

Hana memejamkan matanya, mencoba menahan rasa sakit itu. "Tolong lakukan pelan-pelan."

Jonathan tersenyum, ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan perlahan, sebelum akhirnya gerakan itu menjadi semakin cepat dan semakin kuat. Ia menghujam Hana tanpa mempedulikan desahan dan rintihan gadis itu. Jonathan mengerang nikmat. Setelah sekian lama tidak pernah merasakan seorang perawan , akhirnya ia dapat merasakannya hari ini.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
goodnovel comment avatar
Sendy Zulkarnain
awal yg menyakitkan karena kemiskinan.. adik nya di perkosa pegawai jho.. dia pun kehilangan kehormatan nya.. sungguh miris.. nasib hana n keluarga nya hancur lebur
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status