Share

PART 5

Windy yang baru saja pulang dari sekolah langsung bergegas masuk ke kamarnya dan Hana begitu mendengar suara ribut yang dilakukan oleh Hana. Alangkah kagetnya Windy saat melihat isi lemarinya dan Hana telah berserakan di lantai.

"Apa yang kak Hana lakukan?" tanya Windy.

Mendengar suara Windy, Hana langsung menoleh ke sumber suara. "Windy? Kamu sudah pulang?" tanyanya dengan wajah tak enak.

Windy berjalan masuk dan menatap pakaian-pakaian itu. "Kak, kenapa kakak membongkar semua isi lemari kita?"

"Oh, ini?" Hana meringis. "Aku sedang mencari seragam sekolahku yang dulu. Kamu melihatnya?" tanya Hana.

Windy menggeleng. "Memangnya apa yang akan kakak lakukan dengan seragam itu?"

Hana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sesungguhnya ia juga tidak tahu maksud Jonathan memintanya untuk memakai seragam sekolah malam ini. "Aku juga tidak tahu. Ini permintaan pak Jonathan."

Windy tersentak. "P- pak Jonathan?"

Hana menganggukkan kepala. "Aku takut dia akan marah jika aku tidak melakukan perintahnya malam ini."

"Tunggu sebentar," sela Windy. Hana membulatkan matanya saat menyaksikan Windy yang seketika menanggalkan seragam yang ia kenakan. "Windy ..."

"Pakai saja pakaianku." Windy menyerahkan baju putih dan rok abu-abunya. Tentu saja Windy langsung merasa bersalah saat mendengar ucapan Hana. Kakaknya itu mengorbankan dirinya demi dia dan ibunya. Setidaknya ada satu hal yang Windy lakukan untuk membantu kakaknya.

Hana menatap pakaian itu "Tapi kan ..."

"Tidak apa-apa, Kak. Aku akan membeli yang baru." Hana menghela napas. Dengan berat hati ia pun menerima pakaian itu.

***

Jonathan meletakkan majalahnya begitu mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Jonathan tersenyum puas, Hana sudah memakai apa yang Jonathan minta. Kali ini temanya adalah bercinta dengan anak sekolah. Gila bukan? Ya, Jonathan memang gila. Ia ingin bermain puas-puasan dengan tubuh Hana sebelum ia tak dapat lagi merasakannya.

"Kemarilah," pinta Jonathan.

Hana menelan salivanya susah. Matanya tak bisa berkedip menyaksikan pemandangan di hadapannya. Jonathan sudah siap dengan senjatanya. Hana mencengkeram sisi roknya erat. Kali ini apalagi yang akan dia lakukan? batin Hana gugup.

"Tunggu apa lagi? Kemarilah ..." Jonathan menepuk-nepuk kasur di sampingnya. Hana mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya. Ia berjalan menghampiri Jonathan dan merangkak naik ke kasur.

Jonathan tersenyum. "Aku menyukai kamu yang penurut seperti ini." Mendekatkan wajahnya dengan Hana. Dilumatnya bibir merah ranum itu sambil mencecap, tangan Jonathan turun meraba dada Hana yang masih terbungkus kain putih itu, sesekali ia meremasnya gemas hingga Hana mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil yang terdengar merdu di telinga Jonathan.

Srettt!!

Hana membulatkan matanya seketika. Jonathan membuka paksa bajunya hingga semua kancing baju tersebut terlepas.

"Ini baju– hhmphh ..." Jonathan membungkam mulut Hana dengan bibirnya dan memagutnya rakus. Ia tak mau tahu! Dirinya harus mendapatkan kepuasan sebelum pulang ke kota!

Ciuman Jonathan semakin dalam, dengan mudah lidahnya menyelinap masuk ke dalam mulut Hana dan menyapu isi mulut wanita itu. Sambil berciuman, tangan Jonathan dengan tidak sabaran melepaskan baju yang membungkus tubuh Hana hingga menyisakan bra-nya yang sudah terlihat lusuh. Ciuman Jonathan turun ke leher Hana, tidak peduli dengan cengkeraman wanita itu di bahunya, Jonathan tetap melanjutkan aksinya.

Hana bernapas terengah-engah, tubuhnya tidak bisa mengimbangi kebrutalan Jonathan pada tubuhnya. Hana menundukkan kepalanya saat merasakan pembungkus payudaranya telah terlepas dari tubuhnya. Ia dapat melihat mulut Jonathan tengah bermain-main dengan payudara kanannya sementara payudara kirinya di tangkup oleh tangan besar pria itu. Hana memejamkan matanya, ia mulai menikmati permainan berdosa ini.

Sreettt!!

Kali ini Jonathan merobek rok abu-abu yang dikenakan Hana lalu membuangnya sembarangan. Hana ingin memprotes namun sentuhan Jonathan di sekitar pahanya membuat wanita itu tak mampu berkata-kata.

Srettt!!

Jonathan merobek kain terakhir pelindung area sensitif Hana dan melemparnya. Membuka paha Hana dengan tergesa-gesa, dia dengan wajah penuh nafsu mencium daerah kepemilikan Hana hingga wanita itu mendongakkan kepalanya ke atas sambil memejamkan mata. Hana merasa geli dan jijik saat Jonathan melakukan itu. Tapi ini nikmat sekali!

Hana mengerang. Ia dapat merasakan Jonathan tengah menertawakan dirinya di bawah sana karena dapat terangsang dengan mudah. Hana ingin menjambak pria itu karena hisapannya yang begitu kuat di bawah sana. Namun karena nyalinya yang seupil, jadilah Hana hanya melampiaskannya dengan mencengkeram alas kasur kuat.

Jonathan menyeringai "Ayo bermain selama lima ronde malam ini," ucapnya sebelum mengarahkan miliknya ke dalam tempat penyatuan.

***

Satu bulan kemudian...

Di pagi hari yang cerah itu, Hana duduk termenung di depan teras rumah. Berbagai pikiran melayang di kepalanya. Apa yang dikhawatirkannya selama ini akhirnya terjadi. Belakangan ini Hana selalu memerhatikan penampilan Windy. Perut adiknya itu mulai membuncit. Saat ditanya, Windy selalu mengatakan bahwa ia tidak hamil dan badannya membesar karena memang ia mulai gendut. Hana tidak yakin akan hal itu, karena dari penglihatannya selama ini pola makan Windy makin berkurang. Memangnya ada manusia yang gendut karena makan sedikit?

"Apa yang sedang kamu lamunkan di pagi hari yang cerah ini?" Tiba-tiba Fatma muncul dengan membawa sepiring pisang goreng dan teh hangat.

Hana menghentikan lamunannya lalu tersenyum menghadap sang ibu. "Ibu? Mengagetkan saja."

Fatma meletakkan sepiring pisang goreng dan secangkir teh hangat itu di meja lalu duduk berhadapan dengan Hana. "Sudah tidak mual-mual lagi?"

Hana menggeleng, "Sudah tidak lagi," ucapnya lalu meraih satu pisang goreng. "Wah, sepertinya enak sekali. Tiap hari masakan Ibu kelihatan semakin enak saja," puji Hana lalu melahap pisang goreng tadi.

Fatma mengangkat sebelah alisnya, "Masakan Ibu tidak pernah berubah. Seleramu saja yang semakin berlebihan tiap hari," ungkapnya.

Hana hanya terkekeh lalu meraih secangkir teh yang sering dibuatkan Fatma untuknya setiap pagi. Hana meniupi minumannya yang masih panas lalu menyesapnya perlahan.

"Maaf jika Ibu bertanya seperti ini, tapi.. beberapa hari terakhir ini sepertinya Ibu tidak pernah melihat Pak Jonathan lagi. Kemana dia?"

Hana spontan terbatuk dengan air teh yang terpaksa keluar kembali dari mulutnya. Mukanya kini sudah memerah bak udang rebus karena rasa perih dan kejutnya.

Dengan wajah bersalah, Fatma segera menepuk-nepuk punggung Hana agar berhenti terbatuk. "Maafkan, Ibu. Ibu tidak bermaksud bertanya seperti itu. Ibu hanya ingin memastikan saja. Jika memang dia tidak akan pernah kemari lagi dan pergi dari kehidupan kita, Ibu akan sangat bersyukur."

Hana menenangkan tenggorokannya sambil menepuk-nepuk dada. Benar, ini sudah hari ke-tiga sejak Jonathan tidak pernah menjemputnya lagi setiap malam. Rasanya sangat aneh bagi Hana, karena sudah terbiasa disentuh oleh Jonathan. Tapi... kenapa Hana jadi merasa dilema seperti ini? Seharusnya ia lega karena dapat terhindar dari Jonathan walaupun sementara. Ya, seharusnya Hana merasa senang, bukannya merana seperti perasaan seorang istri yang hendak ditinggalkan oleh suaminya pergi jauh.

***

Jonathan lebih memilih untuk menatap ke luar jendela pesawat dibandingkan membaca majalah berita yang telah disiapkan. Dia memijit pelipisnya, rasa gelisah membuncah di dadanya. Entahlah.. Jonathan tidak mengerti dengan dirinya sekarang ini. Mood-nya sering naik-turun. Masalah-masalah yang dihadapi menambah beban pikirannya.

Waktu tidurnya berkurang karena harus merampungkan pekerjaannya di desa sebelum kembali ke Jakarta. Ia jadi tidak bisa menikmati tubuh pelayannya yang masih muda itu selama tiga hari belakangan ini. Jonathan ingin mengatakan kepergiannya kepada Hana, tapi apa gunanya? Hana hanyalah pemuas nafsunya selama di desa, bukan istrinya. Jadi tidak perlu melakukan hal rendahan seperti itu.

Tiba-tiba terdengar suara deringan nada ponselnya. Jonathan meraih benda pipih itu lalu mengangkat panggilan.

"Halo."

"Hm ..."

"Iya … sebentar lagi pesawat akan lepas landas."

"Hm ..."

"Baiklah ... see you, mom."

Jonathan mematikan ponsel dengan dongkol. "Kenapa aku merasa gelisah sekali?"

Beberapa saat kemudian, Seorang pramugari datang menghampiri Jonathan dengan membawa beberapa makanan. "Silahkan di—"

"Berapa menit lagi pesawat akan berangkat?" Jonathan menyela ucapan pramugari itu.

Pramugari itu tersenyum, "Lima belas men—"

Belum selesai pramugari itu berbicara, Jonathan segera berdiri dan melangkah pergi meninggalkan pramugari yang terlihat shock dan speechless akibat ulahnya itu.

"Shit!" umpat Jonathan seraya melangkah dengan tergesa-gesa. Ia mungkin sudah gila melakukan hal ini. Tapi ia tidak bisa meninggalkan pelacur kecilnya itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status