Share

PART 4

Jonathan tumbang di atas tubuh Hana setelah melepaskan penyatuannya. Sekarang sudah menunjukkan pukul empat subuh. Dan itu menandakan bahwa mereka harus mengakhiri pergumulannya sampai disini. Baik Jonathan dan Hana sama-sama bernapas tersengal.

 Jonathan mengecup bibir Hana lalu membaringkan tubuhnya di samping Hana yang sedang terkulai lemah. "Kamu benar-benar nikmat." Jonathan merubah posisinya menjadi miring. Ia menatap wajah Hana dari samping. Demi dewa Neptunus, Jonathan tidak bisa untuk tidak mengagumi setiap pahatan wajah Hana. Hidung yang mungil dan mancung, bulu mata lentik serta kelopaknya yang indah membuat wanita itu semakin terlihat menawan. Lalu bibir mungil dan tipis itu, bagian terfavorit Jonathan. Yang menjadi candunya untuk beberapa hari ini. Ah, lengkap sudah keindahan yang ada pada Hana.

Pandangan Jonathan turun ke bawah. Ia menatap dada Hana yang sedang naik turun, menandakan bahwa wanita itu sedang mengambil napas setelah percintaan yang panjang. Jonathan tersenyum. "Kamu melakukan pekerjaanmu dengan baik." Ia mengelus rambut Hana lembut. "Aku pasti akan merindukan kegiatan ini setelah kembali ke Jakarta."

Jonathan meraih amplop putih yang telah ia siapkan dari awal yang tergeletak di atas nakas. Ia memberikan amplop tersebut kepada Hana. "Terimalah."

Tanpa menunggu lebih lama, Hana langsung menerima amplop tersebut dan mendekapnya di dada. Hana memejamkan matanya. "Te- terima kasih," balasnya. Ia benar-benar merasa seperti pelacur murahan sekarang.

Jonathan tersenyum. "Tidak usah berterima kasih. Lagipula memang sudah tugasmu untuk melayaniku dan menjadi kewajibanku untuk membayarmu." Usai berkata demikian, Jonathan memeluk tubuh Hana. "Kemarin kamu benar-benar pulang ke rumahmu dengan hanya berjalan kaki?"

Hana menganggukkan kepalanya.

Jonathan mendengkus, "Jangan lakukan itu lagi. Berbahaya jika kamu pulang sendirian. Apalagi kamu tidak menaiki kendaraan. Bagaimana jika binatang buas tiba-tiba muncul dan menerkammu?"

Kamu lebih menakutkan dibandingkan binatang buas, batin Hana.

"Tidur saja dulu disini. Aku akan mengantarmu besok pagi. Mengerti?" perintah Jonathan dan hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Hana. Setelah itu, Jonathan mengeratkan pelukannya dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Hana.

***

"Terimakasih sudah mengantar saya," ucap Hana pelan. Ia hendak keluar dari mobil, tetapi Jonathan menahannya.

Hana menatap tangannya, "Kenapa Bapak menahan saya?" tanyanya panik.

Alih-alih menjawab, Jonathan lantas membuka sabuk pengamannya dengan tergesa-gesa lalu merapatkan tubuhnya dengan Hana hingga tubuh wanita itu terhimpit. Sial, selama di perjalanan, Jonathan tidak bisa mengendalikan libidonya yang berlebihan akibat mengingat kegiatan intim semalam.

Hana membuka mulutnya, ingin memprotes. Namun Jonathan langsung meraup bibirnya dengan rakus. Hana membelalakkan matanya saat merasakan sesuatu yang keras di bawah sana. Tidak mungkin kan mereka akan melakukannya di dalam mobil ini? apalagi mobil Jonathan berada tepat di depan rumah Hana. Bagaimana jika Fatma keluar dan memergoki mereka?

Hana menggeleng, ia mendorong bahu Jonathan hingga ciuman mereka terputus. Hal itu sontak membuat Jonathan merengut tidak suka. Ia melototkan matanya. "Kamu berani menolakku?"

Hana menggeleng pelan. "Bukan begitu. Kita sedang berada di dalam mobil, bagaimana jika orang-orang datang dan melihat kita?"

Jonathan berdecak. "Kamu bodoh? Orang-orang tidak mungkin bisa melihat kita karena kaca mobilnya terlihat hitam dari luar!" bentaknya.

Hana mengerjapkan matanya. "Ma- maaf. Saya tidak tahu."

"Itulah fungsinya sekolah!" tukas Jonathan kasar. Hana tersentak. Kalimat itu benar-benar menyakiti hatinya. Matanya mulai memerah dan hangat hingga buliran cairan bening itu pun terpaksa keluar dari sudut matanya. Ia sangat sensitif jika seseorang mengatakan sesuatu yang berbau sekolah. Memangnya siapa yang ingin putus sekolah?! Tidak ada yang menginginkannya termasuk Hana. Namun takdir siapa yang bisa lawan? Keadaan membuatnya terpaksa berhenti mencapai pendidikan yang utuh.

"Kamu menangis?!" tanya Jonathan dengan nada tinggi.

Hana menggeleng dan menghapus air matanya. "Tidak."

Jonathan membuang napas kasar. Ia menyeka air mata Hana dengan tangannya. "Dasar cengeng! Begitu saja menangis," geramnya. Jonathan segera melepaskan tubuh Hana lalu kembali memakai sabuk pengamannya. "Cepat keluar!"

Hana menatap Jonathan dengan wajah polos. "Ta- tapi bagaimana dengan yang tadi?"

"Nafsuku sudah hilang. Kita lanjutkan nanti malam saja"

Hana menghela napas lega. Ia hendak membuka pintu dan turun, tapi perkataan Jonathan beberapa detik sebelum ia keluar membuat langkah Hana langsung terhenti. "Nanti malam kamu harus memakai seragam sekolahmu. Ingat itu baik-baik."

Hana mengernyitkan keningnya, untuk apa Jonathan memintanya untuk memakai seragam sekolah?

***

Jonathan melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah gedung yang dipenuhi oleh orang-orang mabuk. Tempat ini sama seperti kelab malam, bedanya adalah tempat ini terbuka 24 jam. Beberapa saat kemudian, Jonathan pun masuk ke dalam salah satu ruangan VIP yang disewa temannya.

"Hey, bung! Akhirnya datang juga." Agung mengangkat minumannya sambil berteriak girang, menyambut kedatangan Jonathan. Terdapat empat wanita cantik dan seksi yang saling bergelayut manja pada tubuh Agung.

"Aw, bos tampan kita akhirnya datang!" teriak salah satu dari empat orang wanita itu.

"Pak, duduk sini saja, Pak."

"Tidak, duduk di sebelah saya saja, Pak."

"Ish, apa-apaan, sih! Pak Jonathan itu cocoknya duduk di dekat aku."

"Ck, Pede sekali!"

"Ayo sini saja, Pak."

"Tidak, duduk di sini saja, Pak."

Agung berdecak kesal menyaksikan wanita-wanita yang ia sewa ternyata lebih memilih untuk merebutkan Jonathan dibandingkan dirinya. Sementara itu, Jonathan hanya bisa terkekeh. Ia pun berjalan menghampiri Agung dan duduk di antara temannya itu dan salah satu wanita seksi yang menggodanya tadi.

Perempuan di samping Jonathan langsung merangkulnya dan menawarkan minuman keras yang langsung diterima oleh Jonathan. Jonathan tersenyum, "Thanks, Baby," ujarnya lalu meminum alkohol itu.

"Wow!" pekik wanita-wanita itu seraya bertepuk tangan. "Bos kita hebat sekali, hanya dengan sekali teguk. Padahal itu alkohol terkuat di tempat ini," puji wanita di samping Jonathan.

Jonathan tertawa. "Itu belum seberapa untukku."

"Cih! Seharusnya aku tidak mengajakmu kemari," sela Agung dongkol lalu meneguk alkoholnya.

Jonathan tertawa sinis, "Salah sendiri mengajakku kesini. Sudah tahu aku tampan dan terkenal di kalangan wanita-wanita, kamu tidak akan kebagian popularitas."

Agung memutar kedua matanya jengah. "Sombong sekali. Bagaimana dengan proyekmu di desa ini? Apakah lancar?" tanya Agung seraya mengalihkan topik.

Jonathan mengangguk. "Tentu saja semua berjalan lancar. Selain mendapatkan tanah dan batu bara, aku juga mendapatkan wanita." Ia menyeringai. "She is eighteen and virgin."

Agung menegakkan tubuhnya, merasa tertarik dengan pengakuan Jonathan. "Benarkah? Muda sekali. Aku kira perawan di desa ini sudah punah, ternyata masih ada beberapa ya ..."

"Kamu pasti akan terkejut saat melihatnya langsung. Aura kepolosannya tidak dapat dihindar," tutur Jonathan, "dan dia luar biasa cantik."

Agung terkekeh. "Aku jadi penasaran dengan gadis itu."

Jonathan berdecak, "Sepertinya kamu perlu menggaris bawahi kata 'gadis' barusan. Karena nyatanya, dia bukan gadis lagi."

Agung membelalakkan matanya. "Jadi kalian sudah melakukannya?"

Jonathan tersenyum sombong, tanpa dijawab pun semua orang sudah tahu bagaimana nasib seorang wanita yang terikat dengan pria ganas macam Jonathan.

Agung menatap Jonathan, "Tapi ... Bukankah sebentar lagi kamu akan kembali ke kota? Itu berarti dia ..." Agung tersenyum licik, tak melanjutkan ucapannya. Ia lalu berkata, "Aku mungkin akan berkesempatan untuk mendekatinya."

Jonathan membelalakkan matanya, yang benar saja! Dia baru mencicipi tubuh wanita itu dan belum mendapatkan kepuasan maksimal.  "Kamu boleh mendekatinya, tapi setelah aku membuangnya," sahut Jonathan.

"Kalau begitu kapan kamu akan membuangnya?" 

"Setelah aku puas."

"Baiklah. Kapan kamu akan puas?

"Ck, pertanyaan bodoh!" cibir Jonathan.

"Aku serius!" sela Agung.

Jonathan membuang napas kasar. "Yang pasti aku sudah harus puas dan membuangnya sebelum pulang ke kota. Tidak mungkin bukan aku membawanya ke sana?"

Agung tersenyum misterius. "Baiklah, kamu sudah berjanji. Aku akan menunggumu membuangnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status