Share

PART 8

Jonathan membawa Hana ke salah satu mall terbesar di kota. Ia cukup berani menggandeng Hana di sampingnya karena penampilan wanita itu sudah tidak terlihat kampungan lagi setelah dipermak tiga pelayan ajaibnya. Setidaknya Jonathan tidak akan malu jika berdiri di sisinya. Mata Hana mulai berpendar kesana dan kemari, menjelajah sekelilingnya dimana orang-orang berlalu-lalang dan sibuk melakukan kegiatannya masing-masing.

"Kamu belum pernah ke tempat seperti ini?" tanya Jonathan.

Hana menggeleng pelan.

"Serius tidak pernah?" Jonathan memastikan lagi.

Hana mengangguk.

Jonathan menghela napas. "Semoga saja kamu tidak melakukan hal yang memalukan nantinya."

Hana mengulas senyum kecil, "Tidak akan."

Jonathan menatap Hana lalu mengangkat sebelah alisnya, "Yakin?" firasatnya mulai tidak enak.

Hana mengangguk. "Saya janji."

Jonathan mengangguk seraya tertawa kecil. "Ya, ya, ya ... Saya percaya kamu itu pemalu dan kalem. Cuma kalau sudah di atas ranjang, kamu tidak akan kalem lagi," candanya.

Hana membulatkan matanya, wajahnya sudah bersemu merah karena ucapan mesum Jonathan. Sementara pria itu hanya tertawa lepas melihat semburat malu yang terpancar dari wajah Hana. Jika ditanya hobinya sekarang apa, maka jawabannya adalah menggoda Hana. Jonathan menyukai setiap mata Hana membulat serta wajahnya yang memerah seperti tomat. Itu terlihat lucu dan menggemaskan bagi Jonathan.

Beberapa saat kemudian, Jonathan dan Hana sudah berdiri di depan eskalator. Jonathan melangkah duluan dan tubuhnya mulai bergerak naik. "Setelah ini kamu pasti tidak akan menyangka betapa baiknya saya," ucap Jonathan bangga. Ya, kali ini ia akan bermurah hati untuk membiarkan Hana membeli apapun yang ia suka.

"Sebagai gantinya nanti malam kamu harus berani memulai duluan kegiatan rutin kita. Aku sudah terlalu sering melakukannya. Oke?" tanya Jonathan sambil memandang lurus ke depan.

"Oke?" tanya Jonathan sekali lagi karena tidak mendengar suara Hana.

Sekali lagi tidak ada yang menimpal. Jonathan berdecak, ia melirik ke samping, "Ka— " Jonathan membulatkan matanya. Hana tidak ada di sampingnya. Ia menolehkan kepalanya ke belakang.

"Pak. SAYA KETINGGALAN!!" teriak Hana dari bawah. Ia melambaikan tangannya kepada Jonathan.

Jonathan membuka mulutnya lebar. Astaga, jadi dari tadi ia sedang berbicara sendiri? Jonathan segera berlari naik lalu turun kembali melalui eskalator yang mengarah ke bawah.

"Kenapa kamu malah berdiri di sini?" tanya Jonathan gemas kepada Hana. Namun ia meredam suaranya karena menyadari banyak manusia di sekitarnya.

Hana menunjuk eskalator yang bergerak naik itu. "Itu ... saya takut ... benda itu terus bergerak. Bagaimana saya bisa jalan kalau tidak berhenti?"

Jonathan menghela napas. Ia memijit pelipisnya. Sudah ia duga hal seperti ini akan terjadi. Hana pasti merasa asing dengan benda-benda modern itu.

Akhirnya, Jonathan terpaksa meraih tangan Hana dan memegangnya erat. "Jangan takut. Ikuti saja langkahku," terang Jonathan lalu dibalas anggukan kepala oleh Hana.

Jonathan memejamkan matanya. Sebenarnya ia merasa malu melakukan ini, tapi... ya sudahlah.

"Satu … dua … tiga!"

Pada hitungan ketiga Jonathan berhasil membuat Hana menginjakkan kakinya pada anak tangga yang terlihat menakutkan itu. Mereka layaknya ayah dan anak dimana Hana terus meremas ketakutan pada baju Jonathan.

Hana melirik ke belakang. Mereka mulai bergerak naik. "Wah, kita naik, Pak!" pekik Hana girang diiringi sensasi menegangkan, tanpa memedulikan pandangan aneh orang-orang yang sedang melihatnya.

Jonathan menutup wajahnya dengan telapak tangan. Sepertinya Hana baru saja melanggar janjinya untuk tidak mempermalukannya hari ini.

***

"Cantik sekali." Hana meraba rok katun panjang dengan warna hijau tua gelap.

Jonathan menghela napas. "Kamu sudah membeli sepuluh rok, Hana. Cari yang lain saja!" ujar Jonathan jengkel. Ia tidak habis pikir, wanita itu terus membelikan rok sejak tadi. Secinta inikah Hana dengan rok panjang? Apa istimewanya?

Lagi-lagi Hana memasang wajah memelas. Pupilnya membesar seperti anak anjing yang sedang membujuk majikannya agar menambahkan tulang untuk dimakannya.

Jonathan memutar kedua matanya jengah, "Sudahlah. Cari yang lain saja." Jonathan menarik paksa tangan Hana. Ia membawanya ke bagian dimana pakaian anak muda berada.

Jonathan mulai memilah-milah jeans yang sedang banyak digemari oleh kalangan muda. "Ini, kamu harus memakai yang seperti ini. Baru oke." Jonathan menunjukkan salah satu dari jeans tersebut di hadapan Hana.

Hana bergidik dan menatap aneh celana itu. "Tapi itu sobek, Pak." Hana tak habis pikir dengan model pakaian semacam itu. Sudah tahu itu sobek, bukannya dijahit malah diperjual-belikan.

"Ck, ini namanya Ripped Jeans! Kamu harus memakainya agar penampilanmu tidak seperti ibu-ibu," seru Jonathan. Dan Hana hanya bisa menghela napas, pasrah.

Setelah berbelanja pakaian dan bermain permainan di mall, Jonathan akhirnya lelah dan mengajak Hana pulang. Ia terlalu banyak menghabiskan energinya untuk permainan-permainan konyol itu. Awalnya Jonathan merasa keberatan dengan permintaan Hana yang tiba-tiba saja ingin bermain saat mereka melewati tempat yang dipenuhi anak-anak kecil itu. Namun, karena The power of kepolosan yang terpancar dari wajah Hana terlalu kuat, akhirnya ia mengizinkan Hana untuk bermain-main dan gilanya virus keceriaan Hana menyebar cepat pada Jonathan, ia langsung teringat akan masa lalunya saat kecil. Dan itu membuat jiwa anak kecil dalam diri Jonathan bangkit lalu tergerak untuk ikut bermain.

Selama di jalan, tidak ada yang bersuara. Hanya keheningan yang menyelimuti. "Terima kasih atas semuanya hari ini, Pak," ucap Hana memberanikan diri untuk memecahkan keheningan.

"Hm." Jonathan menyahut dengan gumaman.

Hana tidak menyangka Jonathan akan berbuat sejauh ini. Ia akan mengingat semua peristiwa langka yang ia lalui hari ini. Saat Jonathan menunggunya di samping mobil dengan senyuman tampannya, saat Jonathan menjelaskan dengan serius tentang gedung-gedung yang mereka lihat sepanjang perjalanan menuju mall, saat Jonathan memegang tangannya dan membantunya menaiki tangga berjalan itu, Hana tersenyum-senyum sendiri saat memikirkan yang satu itu. Membuat jantungnya berdegup kencang.

Hana merasa bahagia diperlakukan seperti itu. Apalagi saat Jonathan memilihkannya pakaian. Ia seperti seorang pacar yang peduli terhadap wanitanya. Seperti di sinetron-sinetron India yang sering Hana tonton di tv umum bersama ibu-ibu lainnya saat di desa.

"Saya tidak melakukannya karena saya peduli dengan kamu," ucap Jonathan tiba-tiba. Mimik wajah Hana sontak berubah 180 derajat. Ia merasa.. sedikit kecewa dengan ucapan Jonathan barusan.

"Saya hanya kasihan saja denganmu. Selama ini pasti kamu tidak pernah merasakan apa yang dirasakan remaja lainnya di usia sepertimu ini. Jadi jangan terbawa perasaan. Oke? " jelas Jonathan sambil fokus menyetir.

Hati Hana terasa mencelos. Ini aneh sekali. Hana tidak pernah merasakan perasaan kecewa seperti ini sebelumnya. Hana menggelengkan kepalanya. Tidak, perasaan seperti ini tidak boleh lagi ia rasakan. Ia tidak boleh berharap terlalu tinggi. Ia harus sadar, sadar akan siapa dirinya dan siapa itu Jonathan. Level mereka berbeda.

Saat Hana sedang asyik berperang dengan pikirannya, tiba-tiba Jonathan menghentikan mobil di tepi jalan. Hana melirik ke samping, keningnya mengernyit.

"Tunggu sebentar ..." Jonathan melepaskan sabuk pengamannya, "aku ingin membeli rujak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status